Masalah Program Vokasi, Dari Kurikulum sampai Pengajar

Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
08 February 2019 17:10
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai program vokasi yang ada di Indonesia belum cukup memadai.
Foto: Infografis/Tingkat Pengangguran Berdasarkan Pendidikan/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebut dari total 121,02 juta pekerja yang ada di Indonesia sekitar 90% tidak memiliki keterampilan.

Padahal, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah melakukan penyelarasan (link and match) sebanyak 35 program studi yang dibutuhkan industri saat ini untuk diterapkan pada kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Namun, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro menilai program vokasi yang ada di Indonesia belum cukup memadai. Hal itu terlihat dari fasilitas laboratorium yang kuno di tengah kecanggihan saat ini. Kurikum program vokasi bahkan 75%-nya masih berisi pelajaran umum, sementara pelajaran kemampuan produksi dan teknik hanya 25%.

"Mestinya dibalik. [Pelajaran] umumnya 25%, [pelajaran] kemampuan produksi dan tekniknya 75%," kata Ari di Gedung Bappenas, Jakarta, Jumat (8/2/2019).



Selain itu, lanjut Ari, masalahnya ada pada sumber daya pengajarnya. Menurutnya, pemenuhan sumber daya pengajar bisa dipenuhi dengan memberdayakan pensiunan-pensiunan industri untuk mengajar di vokasi.

"Jadi harus selesaikan masalah guru dulu sebelum kurikulum bisa diubah atau kurikulum diubah sebagai pancingan supaya nanti ada orang-orang dari industri yang mau kerja mengajar vokasi," tutur Ari.

Selain itu, menurut Ari, persoalan program vokasi juga ada pada lamanya waktu tunggu kerja. Sehingga para pelajar yang semula menunggu panggilan kerja sesuai dengan keahliannya, malah beralih ke pekerjaan lain, umumnya pekerjaan di bidang jasa.

"Kalau jasanya perhotelan tidak masalah. Masalahnya ini [misalnya] dari mesin elektronik akhirnya berpindah ke perdagangan." imbuhnya.



Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas, total 121,02 juta pekerja kebanyakan dari pekerja berketerampilan rendah.

Di sektor agrikultur, 99,41% pekerja memiliki keterampilan rendah, hanya 0,47% masuk kategori semi-skilled dan 0,13% yang berketrampilan. Begitu juga di sektor manufaktur, hanya 3,03% pekerja yang memiliki keterampilan, sebesar 6,52% masuk kategori semi-skilled dan 90,45% berketrampilan rendah.

"Itu alasan kenapa kita perlu merevitalisasi sektor manufaktur, kalau kita ingin GDP kita lebih tinggi dari 5,3%. Kita perlu pertumbuhan di sektor manufaktur yang lebih tinggi dari pertumbuhan GDP kita," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
Simak video terkait pemberdayaan SDM oleh Kementerian Desa PDTT di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article PHK Menggila, Ternyata RI Butuh Pekerja di Bidang Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular