
Tim Prabowo: Jujurlah Soal Data Impor Beras, Kemendag!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
01 February 2019 09:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan (Kemendag) memberikan tanggapan terkait tudingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi Presiden paling 'Hobi Impor Beras'.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan berdasarkan data empiris selama 1967-2018, Indonesia selalu mengimpor beras dan impor tertinggi terjadi di tahun 1999, yaitu mencapai 4,75 juta ton.
"Bahkan pada tahun 1984 saat Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil mencapai swasembada, tetap saja ada impor sebanyak 414,3 ribu ton," ujar Oke kepada CNBC Indonesia, Kamis (31/1/2019).
Oke menjelaskan, jika melihat data rata-rata impor beras per tahun dari setiap era presiden, tidak ada tampak kenaikan signifikan.
Bahkan, angka impor di era Presiden Jokowi masih sedikit lebih rendah dibandingkan era pemerintahan Presiden SBY periode kedua.
Lebih lanjut, Oke menyebutkan bahwa gambaran riil keseimbangan penawaran dan permintaan konsumsi beras di Indonesia menunjukkan rata-rata impor 1 juta ton per tahun di setiap periode kepresidenan.
Berikut data Kementerian Perdagangan yang menunjukkan rata-rata impor beras per tahun sejak 1993.
- 1993-1998 (lima tahun terakhir Soeharto): rata-rata 1,3 juta ton per tahun
- 1999 -2004 (Gus Dur/ Megawati): 1,7 juta ton per tahun
- 2004 - 2009 (SBY periode I): 468 ribu ton per tahun
- 2009 - 2014 (SBY periode II): 1,1 juta ton per tahun
- 2014 - 2018 (Jokowi): 1,08 juta ton per tahun
Menurut Oke, masyarakat perlu melihat isu beras secara lebih komprehensif, mulai dari perencanaan, produksi, hingga strategi pemenuhan kebutuhan beras nasional.
"Kita lihat saja data. Tidak ada kenaikan yang signifikan dalam rata-rata per tahun impor beras dari presiden ke presiden. Karena isunya memang bukan di situ. Isunya adalah bagaimana kita terus menggenjot produksi beras dalam negeri sehingga permintaan domestik terpenuhi," pungkasnya.
Bantahan Kemendag tersebut menimbulkan kemarahan dari kubu Tim Prabowo. Di mana Dradjad Wibowo yang merupakan Tim Pemenangan Prabowo-Sandi menilai Kemendag tidak jujur.
"Saya sangat menyayangkan kesalahan Kemendag cq Dirjen Daglu dalam merilis data impor beras untuk setiap Presiden. Bahkan, saya harus menyangsikan kejujuran Kemendag dalam rilis tersebut,: kata Dradjad kepada CNBC Indonesia.
Berikut alasan Dradjad :
Tahun 1999-2004 disebut sebagai periode Gus Dur / Megawati. Apakah mereka lupa terhadap Presiden Habibie yang memerintah selama 21 Mei 1998-20 Oktober 1999?
Rata-rata impor beras selama masa Presiden Joko Widodo disebut sebesar 1,08 juta ton/tahun. Ternyata, yang dilakukan Kemendag adalah menjumlah data impor 2014-2018, yaitu total sebesar 5,41 juta ton. Angka ini lalu dibagi 5 sehingga diperoleh rata-rata 1,08 juta ton.
Kemendag salah karena memasukkan semua impor 2014 sebagai periode Presiden Jokowi. Padahal beliau baru menjadi Presiden pada tanggal 20 Oktober 2014. Jadi sebagian terbesar tahun 2014 itu bukan tanggung jawab beliau.
Lebih salah lagi ketika Kemendag membagi total impor dengan angka 5 tahun. Padahal Presiden Jokowi memerintah 4,5 tahun saja juga belum.
"Kejujurannya saya sangsikan karena fakta berikut. Pertama, periode pak Harto hanya disajikan tahun 1993-1998. Jelas rata-rata impornya tinggi sekali karena pada tahun 1998 ada lonjakan pada saat puncak krisis politik dan ekonomi. Jangan lupa, pak Harto lengser 21 Mei 1998. Jadi sebagian besar tahun 1998 adalah masa Presiden Habibie," kata Dradjad.
"Masalah lain, kenapa data tahun 1969-1992 tidak dianalisis juga? Apakah karena angkanya kecil?"
Menurut Dradjad dengan 'sulapan' di atas, impor zaman Presiden Soeharto menjadi tinggi sekali. Yaitu, 1,3 juta ton/tahun, jauh di atas pak Jokowi yang katanya sebesar 1,08 juta ton.
"Padahal yang benar adalah rata-rata impor beras jaman pak Harto (1969 - Mei 1998) hanya 0,8 juta ton," ungkap Dradjad.
"Di sisi lain, periode pak SBY dibagi 2. Akibatnya munculah angka impor rata-rata 468 ribu ton /tahun (periode 1) dan 1,1 juta ton/tahun (periode 2)."
"Sementara itu, untuk rata-rata pak Jokowi, angka penyebut (pembagi) yang dipakai adalah 5 tahun. Dengan penyebut yang lebih besar, otomatis rata-ratanya lebih rendah. Padahal jika pembaginya adalah 4,5 tahun, maka rata-rata impor menjadi 1,2 juta ton/tahun."
"Dengan sulapan di atas, impor pada masa Presiden yang lain menjadi lebih besar, sementara untuk pak Jokowi menjadi lebih kecil. Apakah yang seperti ini jujur?"
"Jika untuk masalah data saja Dirjen Daglu salah dan patut disangsikan kejujuran datanya, bagaimana kita bisa percaya dengan kebijakan impor dan kuota impor mereka?" tutup Dradjad.
Simak Video Presiden Jokowi 'Hobi' Impor Beras :
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Jokowi: Hampir 3 Tahun RI Tidak Impor Beras
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan berdasarkan data empiris selama 1967-2018, Indonesia selalu mengimpor beras dan impor tertinggi terjadi di tahun 1999, yaitu mencapai 4,75 juta ton.
"Bahkan pada tahun 1984 saat Indonesia mendapat penghargaan dari FAO karena berhasil mencapai swasembada, tetap saja ada impor sebanyak 414,3 ribu ton," ujar Oke kepada CNBC Indonesia, Kamis (31/1/2019).
![]() |
Bahkan, angka impor di era Presiden Jokowi masih sedikit lebih rendah dibandingkan era pemerintahan Presiden SBY periode kedua.
Lebih lanjut, Oke menyebutkan bahwa gambaran riil keseimbangan penawaran dan permintaan konsumsi beras di Indonesia menunjukkan rata-rata impor 1 juta ton per tahun di setiap periode kepresidenan.
Berikut data Kementerian Perdagangan yang menunjukkan rata-rata impor beras per tahun sejak 1993.
- 1993-1998 (lima tahun terakhir Soeharto): rata-rata 1,3 juta ton per tahun
- 1999 -2004 (Gus Dur/ Megawati): 1,7 juta ton per tahun
- 2004 - 2009 (SBY periode I): 468 ribu ton per tahun
- 2009 - 2014 (SBY periode II): 1,1 juta ton per tahun
- 2014 - 2018 (Jokowi): 1,08 juta ton per tahun
Menurut Oke, masyarakat perlu melihat isu beras secara lebih komprehensif, mulai dari perencanaan, produksi, hingga strategi pemenuhan kebutuhan beras nasional.
"Kita lihat saja data. Tidak ada kenaikan yang signifikan dalam rata-rata per tahun impor beras dari presiden ke presiden. Karena isunya memang bukan di situ. Isunya adalah bagaimana kita terus menggenjot produksi beras dalam negeri sehingga permintaan domestik terpenuhi," pungkasnya.
Bantahan Kemendag tersebut menimbulkan kemarahan dari kubu Tim Prabowo. Di mana Dradjad Wibowo yang merupakan Tim Pemenangan Prabowo-Sandi menilai Kemendag tidak jujur.
"Saya sangat menyayangkan kesalahan Kemendag cq Dirjen Daglu dalam merilis data impor beras untuk setiap Presiden. Bahkan, saya harus menyangsikan kejujuran Kemendag dalam rilis tersebut,: kata Dradjad kepada CNBC Indonesia.
Berikut alasan Dradjad :
Tahun 1999-2004 disebut sebagai periode Gus Dur / Megawati. Apakah mereka lupa terhadap Presiden Habibie yang memerintah selama 21 Mei 1998-20 Oktober 1999?
Rata-rata impor beras selama masa Presiden Joko Widodo disebut sebesar 1,08 juta ton/tahun. Ternyata, yang dilakukan Kemendag adalah menjumlah data impor 2014-2018, yaitu total sebesar 5,41 juta ton. Angka ini lalu dibagi 5 sehingga diperoleh rata-rata 1,08 juta ton.
Kemendag salah karena memasukkan semua impor 2014 sebagai periode Presiden Jokowi. Padahal beliau baru menjadi Presiden pada tanggal 20 Oktober 2014. Jadi sebagian terbesar tahun 2014 itu bukan tanggung jawab beliau.
Lebih salah lagi ketika Kemendag membagi total impor dengan angka 5 tahun. Padahal Presiden Jokowi memerintah 4,5 tahun saja juga belum.
"Kejujurannya saya sangsikan karena fakta berikut. Pertama, periode pak Harto hanya disajikan tahun 1993-1998. Jelas rata-rata impornya tinggi sekali karena pada tahun 1998 ada lonjakan pada saat puncak krisis politik dan ekonomi. Jangan lupa, pak Harto lengser 21 Mei 1998. Jadi sebagian besar tahun 1998 adalah masa Presiden Habibie," kata Dradjad.
"Masalah lain, kenapa data tahun 1969-1992 tidak dianalisis juga? Apakah karena angkanya kecil?"
Menurut Dradjad dengan 'sulapan' di atas, impor zaman Presiden Soeharto menjadi tinggi sekali. Yaitu, 1,3 juta ton/tahun, jauh di atas pak Jokowi yang katanya sebesar 1,08 juta ton.
"Padahal yang benar adalah rata-rata impor beras jaman pak Harto (1969 - Mei 1998) hanya 0,8 juta ton," ungkap Dradjad.
"Di sisi lain, periode pak SBY dibagi 2. Akibatnya munculah angka impor rata-rata 468 ribu ton /tahun (periode 1) dan 1,1 juta ton/tahun (periode 2)."
"Sementara itu, untuk rata-rata pak Jokowi, angka penyebut (pembagi) yang dipakai adalah 5 tahun. Dengan penyebut yang lebih besar, otomatis rata-ratanya lebih rendah. Padahal jika pembaginya adalah 4,5 tahun, maka rata-rata impor menjadi 1,2 juta ton/tahun."
"Dengan sulapan di atas, impor pada masa Presiden yang lain menjadi lebih besar, sementara untuk pak Jokowi menjadi lebih kecil. Apakah yang seperti ini jujur?"
"Jika untuk masalah data saja Dirjen Daglu salah dan patut disangsikan kejujuran datanya, bagaimana kita bisa percaya dengan kebijakan impor dan kuota impor mereka?" tutup Dradjad.
Simak Video Presiden Jokowi 'Hobi' Impor Beras :
[Gambas:Video CNBC]
(dru) Next Article Jokowi: Hampir 3 Tahun RI Tidak Impor Beras
Most Popular