Panas! Tim Prabowo Ungkap Presiden RI yang Hobi Impor Beras

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
31 January 2019 07:54
Panas! Tim Prabowo Ungkap Presiden RI yang Hobi Impor Beras
Foto: Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Kepala Bulog Budi Waseso dan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita meninjau gudang penyimpanan beras di Gudang Bulog DKI Jakarta, Kamis (10/1/2018). Peninjauan tersebut untuk menjaga keseimbangan antara harga produksi dan harga pasar agar tercipta stabilitas harga pangan. Jokowi mengatakan dari hasil pantauan langsung, stok Bulog terutama beras suplainya sudah berlipat ganda dibanding tahun-tahun sebelumnya. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih butuh impor terutama komoditas utama seperti beras. Sejak era Presiden Soeharto, ternyata Indonesia sudah melakukan impor beras.

Namun, impor beras selalu membuat pro dan kontra. Negara agraris seperti Indonesia memang tak sepantasnya mengimpor beras.


Mengawali tahun anjing tanah 2018 lalu, masyarakat diributkan dengan kebijakan impor beras mencapai 2 juta ton. Keributan di publik dan saling tuding antar lembaga terjadi karena kebijakan impor diputuskan di saat Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim produksi beras tahun ini mengalami surplus mencapai 13 juta ton.

Namun nyatanya, posisi stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog pada awal tahun 2018 memang menunjukkan posisi yang kritis.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, pada Januari-Maret 2018, stok CBP di Bulog sudah membukukan defisit masing-masing sebesar 48 ribu ton, 246 ribu ton, dan 188 ribu ton.

Oleh karena itu, pemerintah melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kemenko Perekonomian akhirnya memutuskan mengimpor sebanyak 500 ribu ton beras pada Januari, 500 ribu ton per Maret, dan 1 juta ton pada April.

Panas! Tim Prabowo Ungkap Presiden RI yang Hobi Impor BerasFoto: Infografis/Infografis Indonesia, Negeri Agraris yang Doyan Impor Beras/Aristya Rahadian Krisabella


Data beras sebagai pegangan pemerintah memang menjadi masalah utama dalam memutuskan mengimpor atau tidak mengimpor.

Saat Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merilis data produksi beras nasional terbaru pada Oktober, terbukti surplus sepanjang tahun ini hanya mencapai 2,85 juta ton, jauh dari angka ramalan Kementan.

Enggartiasto mengatakan data BPS itu menjadi patokan pemerintah dalam mengambil keputusan. "Karena undang-undang telah mengatur bahwa BPS lah yang memberikan data tunggal. Dan itu bermanfaat sekali untuk mengambil berbagai kebijakan," katanya di Sekretariat Negara, Selasa (23/10/2018).

"Dan arahannya Pak Presiden [Joko Widodo] juga jelas bahwa yang dipegang adalah data dari BPS dan mereka dengan [menggunakan] metodologi yang tepat," ujar Enggartiasto.


Di awal 2019, Dirut Bulog Budi Waseso menegaskan tidak akan mengimpor beras hingga Juli 2019 mendatang. "Sampai Juli tahun ini kita tidak impor," kata Buwas, sapaan akrab Budi Waseso saat kunjungan bersama Presiden ke Gudang Bulog di Kelapa Gading.

Dradjad Wibowo, Ekonom Senior INDEF yang juga bagian dari Tim Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno memiliki data soal perkembangan impor beras sejak era Presiden Soeharto.

Berikut data rata-rata impor beras sejak zaman Presiden Soeharto yang disampaikan Dradjad :


NEXT >>>



Berikut data rata-rata impor beras sejak zaman Presiden Soeharto yang disampaikan Dradjad :
  • Presiden Soeharto (12 Maret 1967 s/d 21 Mei 1998) : 0,816 juta ton / tahun (Data sejak 1969, kecuali 1989).
  • Presiden BJ Habibie (21 Mei 1998 s/d 20 Oktober 1999) : 2,942 juta ton / tahun.
  • Presiden Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 s/d 23 Juli 2001) : 0,773 juta ton / tahun.
  • Presiden Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 s/d 20 Oktober 2004) : 1,143 juta ton / tahun.
  • Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 s/d 20 Oktober 2014) : 0,902 juta ton / tahun
  • Presiden Joko Widodo (data 20 Oktober 2014 s/d September 2018) : 1,174 juta ton / tahun.
"Kesimpulan, di luar masa krisis ekonomi pada periode Presiden BJ Habibie, rata-rata impor beras tahunan terbesar terjadi pada masa Presiden Joko Widodo," kata Dradjad kepada CNBC Indonesia.

Tak hanya beras yang jadi polemik. Sepanjang 2018, keran impor sejumlah komoditas pangan masih mengalir deras seperti gandum, kedelai hingga gula.

Data BPS menunjukkan impor kedelai hingga November sebesar 2,41 juta ton. Kedelai merupakan bahan baku utama produksi tempe dan tahu serta industri makanan-minuman (mamin) lainnya seperti kecap.

Kedelai sebenarnya diproduksi di dalam negeri. Namun, harga jualnya yang lebih rendah dibandingkan padi atau jagung membuat petani kehilangan insentif untuk terus menanam. Kementan mencoba menggairahkan kembali produksi kedelai melalui sistem tanam tumpang sari.

Impor gula mentah (raw sugar) untuk keperluan konsumsi masyarakat di tahun ini mencapai 1,1 juta ton. Gula ini diolah menjadi gula kristal putih (GKP) oleh tujuh BUMN industri gula.

Perinciannya tiga anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) yakni PTPN X, XI, dan XII, PT Gendhis Multi Manis (GMM) milik Bulog, dan tiga anak usaha PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

Petani tebu pun banyak yang menolak impor ini karena menganggap gula hasil produksi petani masih banyak yang belum terserap.

Adapun impor daging sapi dan kerbau hingga November tercatat sebanyak 179.257 ton, naik 22,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah ini termasuk impor daging kerbau asal India yang mencapai 62 ribu ton.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular