
'Jalan Thamrin Seperti Singapura, Priok Layaknya Bangladesh'
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
28 January 2019 15:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memimpin rapat koordinasi mengenai rencana integrasi sistem transportasi antarmoda se-Jabodetabek di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Senin (28/1/2019).
Ini merupakan tindak lanjut dari keputusan rapat terbatas di Istana Negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada awal bulan ini. JK memang ditunjuk langsung oleh kepala negara untuk menyelesaikan masalah ini.
Berbicara di kantor Wapres, JK kembali melontarkan kritik pedas terhadap kondisi jalan raya di wilayah Jabodetabek yang tidak merata di beberapa titik. Hal ini diketahui usai Wapres melakukan pemantauan melalui udara.
"Tadi pagi kita naik helikopter keliling Jakarta dan sekitarnya untuk melihat apa yang terjadi dan apa yang harus dilaksanakan," ungkap JK saat memimpin rapat.
"Pertanyaannya, apakah masalah kita hanya transportasi atau bagaimana transportasi bisa menjalankan yang lain?," tanya JK.
Menurutnya, kurang terintegrasinya transportasi Jabodetabek membuat kondisi jalan raya runyam. Bahkan, ada perbedaan yang cukup signifikan antara jalan di tengah kota dan pinggiran kota Jakarta.
"Jakarta, kalau kita ada di jalan Thamrin itu seperti di Singapura. Tapi kalau kita di belakangnya, itu Tanjung Priok seperti Bangladesh," jelasnya.
Selain itu, tak terintegrasinya transportasi membuat biaya yang dikeluarkan masyarakat menjadi semakin besar. Terutama, bagi masyarakat yang tinggal di luar perkotaan yang memang mayoritas aktivitasnya berada di kota.
"Kalau di negara lain, orang kaya tinggal di luar kota, orang yang kurang mampu tinggal di dalam kota," tegasnya.
Maka dari itu, rapat ini diharapkan bisa menemukan solusi untuk mengatasi masalah transportasi di wilayah Jabodetabek. "Kita bicarakan konsepnya apa yang kita harapkan supaya saling nyambung, saling beri manfaat," jelasnya.
Jokowi beberapa waktu lalu, di depan sejumlah menteri Kabinet Kerja, Gubernur Banten Wahidin Halim, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu, mengeluhkan pengelolaan transportasi yang belum terintegrasi satu sama lain.
Bahkan berdasarkan hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kerugian yang diterima dari kemacetan secara nominal mencapai Rp 65 triliun per tahun.
"Kalau dijadikan barang, kita bisa jadikan MRT, LRT dalam 5 tahun. Nggak mungkin kita begini terus-terusan. Sehingga yang Rp 65 triliun itu jadi barang, bukan asap yang memenuhi kota," sesal Jokowi.
Kepala negara meminta kepada seluruh pemangku kepentingan terkait untuk betul-betul serius menangani masalah pengelolaan transportasi. Presiden tak ingin masalah ini terus berlarut-larut tanpa ada kejelasan.
"Karena yang saya lihat ini sekarang urusan jalan saja ada yang dimiliki PU, Banten, Jabar, yang semua pengelolaannya tidak terintegrasi. Misalnya, terkait pemeliharaan dan banyak yang saling menunggu," katanya.
Selain itu, Jokowi pun menyindir pengembangan proyek berbasis transit oriented development (TOD) yang tak bisa berjalan maksimal. Menurutnya, dibutuhkan perencanaan yang matang agar proyek tersebut bisa berjalan sesuai harapan.
Apalagi, pemerintah berkomitmen penuh mendorong masyarakat bisa dengan nyaman menggunakan moda transportasi publik yang secara langsung bisa mengurangi angka kemacetan.
"MRT jadi, LRT, kereta bandara, semua sudah siap. TransJakarta ada. Betul-betul kita dorong masyarakat ke transportasi massa. Sehingga mobil di jalan bisa berkurang secara besar-besaran," tegasnya.
(dru) Next Article Jaga Disiplin! JK Was-was Covid RI Bisa Capai 2 Juta di April
Ini merupakan tindak lanjut dari keputusan rapat terbatas di Istana Negara yang dipimpin Presiden Joko Widodo pada awal bulan ini. JK memang ditunjuk langsung oleh kepala negara untuk menyelesaikan masalah ini.
Berbicara di kantor Wapres, JK kembali melontarkan kritik pedas terhadap kondisi jalan raya di wilayah Jabodetabek yang tidak merata di beberapa titik. Hal ini diketahui usai Wapres melakukan pemantauan melalui udara.
![]() |
"Pertanyaannya, apakah masalah kita hanya transportasi atau bagaimana transportasi bisa menjalankan yang lain?," tanya JK.
Menurutnya, kurang terintegrasinya transportasi Jabodetabek membuat kondisi jalan raya runyam. Bahkan, ada perbedaan yang cukup signifikan antara jalan di tengah kota dan pinggiran kota Jakarta.
"Jakarta, kalau kita ada di jalan Thamrin itu seperti di Singapura. Tapi kalau kita di belakangnya, itu Tanjung Priok seperti Bangladesh," jelasnya.
Selain itu, tak terintegrasinya transportasi membuat biaya yang dikeluarkan masyarakat menjadi semakin besar. Terutama, bagi masyarakat yang tinggal di luar perkotaan yang memang mayoritas aktivitasnya berada di kota.
"Kalau di negara lain, orang kaya tinggal di luar kota, orang yang kurang mampu tinggal di dalam kota," tegasnya.
Maka dari itu, rapat ini diharapkan bisa menemukan solusi untuk mengatasi masalah transportasi di wilayah Jabodetabek. "Kita bicarakan konsepnya apa yang kita harapkan supaya saling nyambung, saling beri manfaat," jelasnya.
Jokowi beberapa waktu lalu, di depan sejumlah menteri Kabinet Kerja, Gubernur Banten Wahidin Halim, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu, mengeluhkan pengelolaan transportasi yang belum terintegrasi satu sama lain.
Bahkan berdasarkan hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kerugian yang diterima dari kemacetan secara nominal mencapai Rp 65 triliun per tahun.
"Kalau dijadikan barang, kita bisa jadikan MRT, LRT dalam 5 tahun. Nggak mungkin kita begini terus-terusan. Sehingga yang Rp 65 triliun itu jadi barang, bukan asap yang memenuhi kota," sesal Jokowi.
Kepala negara meminta kepada seluruh pemangku kepentingan terkait untuk betul-betul serius menangani masalah pengelolaan transportasi. Presiden tak ingin masalah ini terus berlarut-larut tanpa ada kejelasan.
"Karena yang saya lihat ini sekarang urusan jalan saja ada yang dimiliki PU, Banten, Jabar, yang semua pengelolaannya tidak terintegrasi. Misalnya, terkait pemeliharaan dan banyak yang saling menunggu," katanya.
Selain itu, Jokowi pun menyindir pengembangan proyek berbasis transit oriented development (TOD) yang tak bisa berjalan maksimal. Menurutnya, dibutuhkan perencanaan yang matang agar proyek tersebut bisa berjalan sesuai harapan.
Apalagi, pemerintah berkomitmen penuh mendorong masyarakat bisa dengan nyaman menggunakan moda transportasi publik yang secara langsung bisa mengurangi angka kemacetan.
"MRT jadi, LRT, kereta bandara, semua sudah siap. TransJakarta ada. Betul-betul kita dorong masyarakat ke transportasi massa. Sehingga mobil di jalan bisa berkurang secara besar-besaran," tegasnya.
(dru) Next Article Jaga Disiplin! JK Was-was Covid RI Bisa Capai 2 Juta di April
Most Popular