
Gross Split Dipuji Mackenzie, ESDM: Masih Ada yang Kurang
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 January 2019 09:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak diperkenalkan pemerintah sejak 2017, skema kontrak bagi hasil atau gross split terus mendapat dukungan. Laporan dari lembaga riset Wood Mackenzie pun mengatakan bahwa skema ini mendapat respons cukup baik dari investor minyak dan gas (migas).
Research Director Wood Mackenzie Andrew Harwood mencontohkan respons positif itu tampak ketika ENI S.p.A, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asal Italia, berbondong-bondong pindah ke skema kontrak bagi hasil gross split. ENI menjadi KKKS yang pertama melakukan konversi tersebut.
"Salah satu contoh penting adalah konversi ENI pada PSC Blok East Sepinggan ke skema gross split. Hal ini memungkinkan raksasa migas Italia tersebut untuk mempercepat pengembangan di lapangan Merakes," ujar Andrew kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (22/1/2019).
Menurut Andrew, dengan diberlakukannya gross split dari sebelumnya berbentuk PSC (production sharing cost) cost recovery, dapat memenuhi salah satu tujuan skema tersebut yaitu mengurangi beban regulasi dan meningkatkan efisiensi.
"Tetapi masih banyak lagi yang dibutuhkan. Hanya terdapat investasi US$ 81 juta dan 3 sumur eksplorasi yang menjadi komitmen perusahaan yang dilakukan di semua blok ini," kata Andrew.
Ia menuturkan, ada minat yang terbatas dari perusahaan migas utama, sehingga sebagian besar blok baru tersebut diberikan kepada pemain baru atau perusahaan pemula yang ada di Indonesia dengan pengalaman terbatas dalam migas.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyampaikan apresiasinya kepada Wood Mackenzie atas laporan tersebut, hanya saja masih ada yang kurang.
Dalam laporan tersebut, ditampilkan 10 blok migas yang telah berakhir masa kontrak pada 2018, yakni Blok Seram Non-Bula, Selawati Kepala Burung, Bula, Kepala Burung, South East Sumatera, East Kalimantan - Attaka, Offshore Mahakam, Sanga-Sanga, Rimau, dan NSO-NSO Extension.
Kesepuluh Blok Migas tersebut telah berganti skema bagi hasil, dari yang sebelumnya cost recovery, menjadi gross split.
"Laporan tersebut belum lengkap, karena belum menampilkan keseluruhan blok migas gross split tahun 2018. Faktanya, hingga akhir 2018 lalu, sudah 36 blok migas yang menggunakan sistem bagi hasil gross split," ujar Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Lebih lanjut, Arcandra menuturkan, perubahan sistem kontrak ke gross split merupakan kebutuhan Indonesia untuk bersaing dengan negara lain dalam menarik investor. Dengan sistem gross split, proses administrasinya sederhana, biaya investasi efisien dan regulasi yang memberi kepastian, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor.
Adapun, sampai saat ini, Kementerian ESDM mencatat kontrak migas yang menggunakan skema gross split sampai saat ini sudah sebanyak 37 blok, terdiri dari 14 blok hasil lelang, 21 blok terminasi dan dua amandemen kontrak blok. Total komitmen investasi dari ke 37 blok migas tersebut mencapai sekitar Rp 31,5 triliun.
Adapun dua kontrak blok migas yang diamendemen tersebut adalah Blok East Sepinggan dari lapangan Merakes dengan operator ENI S.p.A dan Blok Duyung dari lapangan Mako yang dioperatori oleh West Natuna Exploration Ltd.
Tercatat, masih ada lima blok lagi yang dikabarkan akan berpindah ke skema kontrak gross split sebentar lagi, yakni:
1. Blok Muralim, kontraktor: Dart Energy
2. Blok Tanjung Enim, kontraktor: Dart Energy
3. Blok North Arafura, kontraktor: Mandiri Oil
4. Blok Bungamas, kontraktor: Bunga Mas International
5. Blok Sebatik, kontraktor: Star Energy
Dari blok-blok tersebut, terdapat satu blok yakni blok Tanjung Enim yang merupakan blok non-konvensional.
Arcandra pun menyakini, ke depan akan semakin banyak kontraktor blok migas yang akan beralih ke skema gross split.
"Tahun ini akan bertambah terus [yang beralih ke gross split]," pungkasnya.
(tas) Next Article Pikat Investor, Kontrak Gross Split Migas Bakal Tidak Wajib
Research Director Wood Mackenzie Andrew Harwood mencontohkan respons positif itu tampak ketika ENI S.p.A, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asal Italia, berbondong-bondong pindah ke skema kontrak bagi hasil gross split. ENI menjadi KKKS yang pertama melakukan konversi tersebut.
"Salah satu contoh penting adalah konversi ENI pada PSC Blok East Sepinggan ke skema gross split. Hal ini memungkinkan raksasa migas Italia tersebut untuk mempercepat pengembangan di lapangan Merakes," ujar Andrew kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (22/1/2019).
"Tetapi masih banyak lagi yang dibutuhkan. Hanya terdapat investasi US$ 81 juta dan 3 sumur eksplorasi yang menjadi komitmen perusahaan yang dilakukan di semua blok ini," kata Andrew.
Ia menuturkan, ada minat yang terbatas dari perusahaan migas utama, sehingga sebagian besar blok baru tersebut diberikan kepada pemain baru atau perusahaan pemula yang ada di Indonesia dengan pengalaman terbatas dalam migas.
Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyampaikan apresiasinya kepada Wood Mackenzie atas laporan tersebut, hanya saja masih ada yang kurang.
Dalam laporan tersebut, ditampilkan 10 blok migas yang telah berakhir masa kontrak pada 2018, yakni Blok Seram Non-Bula, Selawati Kepala Burung, Bula, Kepala Burung, South East Sumatera, East Kalimantan - Attaka, Offshore Mahakam, Sanga-Sanga, Rimau, dan NSO-NSO Extension.
Kesepuluh Blok Migas tersebut telah berganti skema bagi hasil, dari yang sebelumnya cost recovery, menjadi gross split.
"Laporan tersebut belum lengkap, karena belum menampilkan keseluruhan blok migas gross split tahun 2018. Faktanya, hingga akhir 2018 lalu, sudah 36 blok migas yang menggunakan sistem bagi hasil gross split," ujar Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Lebih lanjut, Arcandra menuturkan, perubahan sistem kontrak ke gross split merupakan kebutuhan Indonesia untuk bersaing dengan negara lain dalam menarik investor. Dengan sistem gross split, proses administrasinya sederhana, biaya investasi efisien dan regulasi yang memberi kepastian, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor.
Adapun, sampai saat ini, Kementerian ESDM mencatat kontrak migas yang menggunakan skema gross split sampai saat ini sudah sebanyak 37 blok, terdiri dari 14 blok hasil lelang, 21 blok terminasi dan dua amandemen kontrak blok. Total komitmen investasi dari ke 37 blok migas tersebut mencapai sekitar Rp 31,5 triliun.
Adapun dua kontrak blok migas yang diamendemen tersebut adalah Blok East Sepinggan dari lapangan Merakes dengan operator ENI S.p.A dan Blok Duyung dari lapangan Mako yang dioperatori oleh West Natuna Exploration Ltd.
Tercatat, masih ada lima blok lagi yang dikabarkan akan berpindah ke skema kontrak gross split sebentar lagi, yakni:
1. Blok Muralim, kontraktor: Dart Energy
2. Blok Tanjung Enim, kontraktor: Dart Energy
3. Blok North Arafura, kontraktor: Mandiri Oil
4. Blok Bungamas, kontraktor: Bunga Mas International
5. Blok Sebatik, kontraktor: Star Energy
Dari blok-blok tersebut, terdapat satu blok yakni blok Tanjung Enim yang merupakan blok non-konvensional.
Arcandra pun menyakini, ke depan akan semakin banyak kontraktor blok migas yang akan beralih ke skema gross split.
"Tahun ini akan bertambah terus [yang beralih ke gross split]," pungkasnya.
![]() |
(tas) Next Article Pikat Investor, Kontrak Gross Split Migas Bakal Tidak Wajib
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular