
Waduh! Defisit Dagang RI 2018 Terparah Sepanjang Sejarah
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
15 January 2019 13:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini (15/12019) Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca perdagangan (ekspor-impor) Indonesia periode Desember 2018.
Dalam rilisnya, total impor RI sepanjang 2018 meningkat 20,15% dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 156,99 miliar menjadi US$ 188,63 miliar.
Sedangkan total ekspor sepanjang 2018 hanya tumbuh 6,65% dari tahun lalu, yang mana meningkat dari US$ 168,83 miliar menjadi US$ 180,06.
Dengan begitu, sepanjang tahun 2018, nilai neraca perdagangan tercatat defisit US$ 8,57 miliar. Angka tersebut merupakan defisit RI yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia, dimana rekor sebelumnya dicatat pada tahun 2013 dengan defisit senilai US$ 4,07 miliar.
Defisit pada tahun 2018, utamanya diakibatkan oleh sektor migas yang mengalami defisit cukup parah, yaitu sebesar US$ 12,40 miliar, dimana merupakan defisit migas terparah sejak tahun 2014.
Tingginya nilai defisit migas pada tahun lalu diakibatkan naiknya harga minyak, dimana harga rata-rata tahunan minyak jenis WTI berada di level US$ 64,9/barel , yang mana meningkat 27,6% dari US$ 50,85/barel pada tahun 2017.
Memang, defisit migas pada tahun 2014 lebih parah dari tahun ini, tapi masih tertolong oleh besarnya surplus perdagangan sektor non-migas yang sebesar US$ 11,24 miliar. Angka tersebut jauh dibandingkan surplus non-migas tahun ini yang hanya US$ 3,83 miliar.
Rendahnya nilai surplus non migas pada tahun 2018 salah satunya dikarenakan harga komoditas yang cenderung melemah.
Tercatat harga komoditas kelapa sawit yang merupakan salah satu penyumbang ekspor non-migas anjlok pada tahun 2018.
Hal ini dapat terlihat dari harga minyak kelapa sawit yang turun 16,23% sepanjang tahun 2018. Membuat harga rata-rata tahunan minyak kelapa sawit di tahun 2018 hanya sebesar MYR 2300,94/ton, turun sekitar 15% dari tahun 2017 yang harganya MYR 2705,58/ton.
Selain itu harga komoditas karet sepanjang tahun 2018 juga amblas 16,26%, yang mengakibatkan harga rata-rata tahunannya turun dari JPY 236,7/kg pada 2017 menjadi JPY 166,7/kg.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Neraca Dagang Defisit US$ 350 Juta, Ini Penjelasan BPS
Dalam rilisnya, total impor RI sepanjang 2018 meningkat 20,15% dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 156,99 miliar menjadi US$ 188,63 miliar.
Sedangkan total ekspor sepanjang 2018 hanya tumbuh 6,65% dari tahun lalu, yang mana meningkat dari US$ 168,83 miliar menjadi US$ 180,06.
Defisit pada tahun 2018, utamanya diakibatkan oleh sektor migas yang mengalami defisit cukup parah, yaitu sebesar US$ 12,40 miliar, dimana merupakan defisit migas terparah sejak tahun 2014.
Tingginya nilai defisit migas pada tahun lalu diakibatkan naiknya harga minyak, dimana harga rata-rata tahunan minyak jenis WTI berada di level US$ 64,9/barel , yang mana meningkat 27,6% dari US$ 50,85/barel pada tahun 2017.
Memang, defisit migas pada tahun 2014 lebih parah dari tahun ini, tapi masih tertolong oleh besarnya surplus perdagangan sektor non-migas yang sebesar US$ 11,24 miliar. Angka tersebut jauh dibandingkan surplus non-migas tahun ini yang hanya US$ 3,83 miliar.
Rendahnya nilai surplus non migas pada tahun 2018 salah satunya dikarenakan harga komoditas yang cenderung melemah.
Tercatat harga komoditas kelapa sawit yang merupakan salah satu penyumbang ekspor non-migas anjlok pada tahun 2018.
Hal ini dapat terlihat dari harga minyak kelapa sawit yang turun 16,23% sepanjang tahun 2018. Membuat harga rata-rata tahunan minyak kelapa sawit di tahun 2018 hanya sebesar MYR 2300,94/ton, turun sekitar 15% dari tahun 2017 yang harganya MYR 2705,58/ton.
Selain itu harga komoditas karet sepanjang tahun 2018 juga amblas 16,26%, yang mengakibatkan harga rata-rata tahunannya turun dari JPY 236,7/kg pada 2017 menjadi JPY 166,7/kg.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Neraca Dagang Defisit US$ 350 Juta, Ini Penjelasan BPS
Most Popular