
SKK Migas: Penerimaan Negara Bisa Terdampak Harga Minyak
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
10 January 2019 14:24

Jakarta, CNBC Indonesia- Fluktuasi harga minyak dunia turut membuat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) cemas akan dampaknya ke penerimaan negara di tahun ini.
Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto memaparkan target penerimaan negara tahun ini dari sektor migas adalah US$ 17,51 miliar, namun ini dengan asumsi harga minyak dunia berada di kisara US$ 70 per barel.
"Belakangan harga minyak turun, ini memang agak mengkhawatirkan," katanya dalam paparan di Komisi VII DPR RI, Kamis (10/1/2019).
Ia membandingkan dengan capaian di 2018, di mana penerimaan negara bisa mencapai US$ 17,5 miliar dengan rata-rata ICP atau harga minyak Indonesia di kisaran US$ 68 per barel.
Sementara ini, Dwi mengatakan masih mencoba mengikuti target yang dipatok APBN dengan asumsi ICP US$ 70 per barel. "Kami ikut APBN dulu, nanti kami lihat apakah bisa tercapai atau tidak," jelasnya.
Fluktuasi harga minyak memang tengah menjadi sorotan dunia. Beberapa lembaga internasional, seperti JP Morgan salah satunya, memprediksi rata-rata harga minyak dunia di 2019 ada di kisaran US$ 55 per barel.
Proyeksi ini berdasarkan kecemasan atas melambatnya pertumbuhan ekonomi China, dan pasokan minyak AS yang berlimpah. Belum lagi komitmen atas negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC untuk memangkas produksi mereka sesuai kesepakatan.
OPEC akhirnya memangkas produksi dan sempat menyelamatkan harga minyak dan mendorongnya kembali ke level US$ 60 per barel. Namun hari ini rilis BPS China kembali memukul balik harga minyak, dan turun ke level US$ 59 per barel.
(gus) Next Article Produksi Minyak RI di Februari 768 Ribu Barel/Hari
Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto memaparkan target penerimaan negara tahun ini dari sektor migas adalah US$ 17,51 miliar, namun ini dengan asumsi harga minyak dunia berada di kisara US$ 70 per barel.
Ia membandingkan dengan capaian di 2018, di mana penerimaan negara bisa mencapai US$ 17,5 miliar dengan rata-rata ICP atau harga minyak Indonesia di kisaran US$ 68 per barel.
Sementara ini, Dwi mengatakan masih mencoba mengikuti target yang dipatok APBN dengan asumsi ICP US$ 70 per barel. "Kami ikut APBN dulu, nanti kami lihat apakah bisa tercapai atau tidak," jelasnya.
Fluktuasi harga minyak memang tengah menjadi sorotan dunia. Beberapa lembaga internasional, seperti JP Morgan salah satunya, memprediksi rata-rata harga minyak dunia di 2019 ada di kisaran US$ 55 per barel.
Proyeksi ini berdasarkan kecemasan atas melambatnya pertumbuhan ekonomi China, dan pasokan minyak AS yang berlimpah. Belum lagi komitmen atas negara-negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC untuk memangkas produksi mereka sesuai kesepakatan.
OPEC akhirnya memangkas produksi dan sempat menyelamatkan harga minyak dan mendorongnya kembali ke level US$ 60 per barel. Namun hari ini rilis BPS China kembali memukul balik harga minyak, dan turun ke level US$ 59 per barel.
(gus) Next Article Produksi Minyak RI di Februari 768 Ribu Barel/Hari
Most Popular