
Energi Baru Sulit Capai Target 23% di 2025
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
08 January 2019 18:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsumsi energi fosil yang dinilai masih tinggi membuat targetĀ bauran energi terbarukan sebesar 23% dari konsumsi energi di Indonesia pada 2025 sulit tercapai.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menuturkan dari target 23% tersebut, sampai saat ini realisasi capaiannya baru sekitar 7,8% di bauran energi primer. Sedangkan dari sisi pembangkit saja, baurannya sebesar 12,5%.
"Secara volume, EBT memang naik, tapi energi fosil kenaikan lebih tinggi lagi, sehingga share EBT itu tidak menanjak. Jadi ini berlomba antara yang EBT dengan fosil," ujar Rida, ketika ditemui dalam paparan kinerja EBTKE di Jakarta, Selasa (8/1/2018).
Kendati demikian, Rida masih optimistis target bauran energi tersebut masih bisa tercapai, apalagi sudah didukung oleh Paris Agreement.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, sebelumnya juga khawatir target bauran energi sebesar 23% hingga 2025 tidak bisa tercapai. Ia mengatakan, paling tidak, hanya bisa terwujud sampai 20% saja.
"Saya khawatir tidak bisa mencapai 23% kalau lihat perkembangannya," kata Jonan.
Lebih lanjut, Jonan mengatakan, alasan kekhawatirannya tersebut disebabkan nilai investasi dari energi baru, terbarukan (EBT) itu sendiri. Pasalnya, lanjut Jonan, biaya pengembangan EBT yang mahal bisa berimbas pada kenaikan tarif listrik.
"Ya satu, mengenai nilai investasinya berapa, apakah ini bisa memberikan dampak yang serius pada kenaikan tarif listrik ini yang kami hindari," jelasnya.
Sehingga, untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, Jonan berharap ada industri skala besar yang bisa membantu meningkatkan penetrasi pemanfaatan EBT tersebut.
(wed/wed) Next Article 24 Pembangkit Listrik EBT Mulai Beroperasi di 2019
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menuturkan dari target 23% tersebut, sampai saat ini realisasi capaiannya baru sekitar 7,8% di bauran energi primer. Sedangkan dari sisi pembangkit saja, baurannya sebesar 12,5%.
"Secara volume, EBT memang naik, tapi energi fosil kenaikan lebih tinggi lagi, sehingga share EBT itu tidak menanjak. Jadi ini berlomba antara yang EBT dengan fosil," ujar Rida, ketika ditemui dalam paparan kinerja EBTKE di Jakarta, Selasa (8/1/2018).
Kendati demikian, Rida masih optimistis target bauran energi tersebut masih bisa tercapai, apalagi sudah didukung oleh Paris Agreement.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, sebelumnya juga khawatir target bauran energi sebesar 23% hingga 2025 tidak bisa tercapai. Ia mengatakan, paling tidak, hanya bisa terwujud sampai 20% saja.
"Saya khawatir tidak bisa mencapai 23% kalau lihat perkembangannya," kata Jonan.
Lebih lanjut, Jonan mengatakan, alasan kekhawatirannya tersebut disebabkan nilai investasi dari energi baru, terbarukan (EBT) itu sendiri. Pasalnya, lanjut Jonan, biaya pengembangan EBT yang mahal bisa berimbas pada kenaikan tarif listrik.
"Ya satu, mengenai nilai investasinya berapa, apakah ini bisa memberikan dampak yang serius pada kenaikan tarif listrik ini yang kami hindari," jelasnya.
Sehingga, untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan, Jonan berharap ada industri skala besar yang bisa membantu meningkatkan penetrasi pemanfaatan EBT tersebut.
(wed/wed) Next Article 24 Pembangkit Listrik EBT Mulai Beroperasi di 2019
Most Popular