Buruh Desak PP 78/2015 Dicabut Karena Bikin Upah Murah

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
26 December 2018 20:25
Serikat buruh meminta pemerintah desak PP 78/2015 dicabut karena membuat buruh susah
Foto: Sejumlah massa yang tergabung dalam Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia menggelar aksi damai di Pos 9 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (8/11). Dalam aksi ini para pengunjuk rasa menuntut dihapuskannya outsourcing bagi pekerja pelabuhan dan menolak pengelolaan pelabuhan nasional yang dilaksanakan oleh pihak asing, karena dianggap bisa menghilangkan potensi ekonomi nasional.(CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebut pemerintah saat ini sebagai rezim yang pro dengan upah murah. 

KSPI pun menuntut pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2015 tentang Pengupahan, karena dianggap mencabut hak serikat buruh untuk berunding dengan pemerintah dan pengusaha (tripartit) dalam menentukan upah minimum.



"Pemerintah sekarang rezim pro upah murah, seperti rezim Soeharto. Menteri Tenaga Kerja tidak paham akan fungsi upah sebagai instrumen daya beli. Dengan PP 78/2015 tidak ada lagi hak buruh untuk berunding secara tripartit, sekarang upah hanya ditentukan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," keluh Presiden KSPI, Said Iqbal dalam konferensi pers di bilangan Menteng, Rabu (26/12/2018).

Iqbal menyebutkan, upah murah yang ada saat ini membuat daya beli buruh turut tergerus turun. Dia menerangkan, hal ini tercermin dari porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB yang turun dari 56% di periode 2010-2014 menjadi 48% dalam 4 tahun terakhir.

Dia menambahkan, tingkat upah yang baik akan membawa daya beli masyarakat (purchasing power) naik, sehingga konsumsi naik dan industri akan berkembang.

"Kami minta PP 78/2015 dicabut dan harga-harga diturunkan. Harga energi dan pangan yang stabil mahal akan memukul daya beli buruh," ujarnya.

Serikat buruh memahami bahwa PP 78/2015 diterbitkan sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) ke-IV, yang berasal dari permintaan dunia usaha untuk menarik investasi masuk.

"Tapi pemerintah lupa, pertumbuhan ekonomi itu kan antara lain disumbang investasi dan konsumsi. Konsumsi itu bicara upah, nggak mungkin nggak. Kecuali ada intervensi negara seperti sistem jaminan kesehatan yang berhasil supaya daya beli tetap terjangkau," pungkasnya.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) juga mengeluhkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam pasal 44 PP tersebut, perhitungan upah minimum setiap tahunnya dilakukan dengan hanya mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan PDB.

Menurut Iqbal, hal ini bertentangan dengan penghitungan standar upah yang diatur Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO).

ILO mendefinisikan penetapan upah minimum harus melalui proses negosiasi tripartit antara serikat buruh, organisasi pengusaha (Apindo di Indonesia) dan pemerintah. Hasil dari Dewan Pengupahan Tripartit ini lah yang dijadikan dasar secara kompromi serta setelah melakukan survei kebutuhan hidup layak (KHL) ke pasar.

"PP 78 tidak menggunakan itu, hanya gunakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berakibat serikat buruh tidak punya hak berunding dalam penetapan upah minimum. Bagaimana kita bisa mengatakan upah layak kalau kita tidak punya hak berunding?" kata Iqbal usai konferensi pers akhir tahun di bilangan Menteng, Rabu (26/12/2018).

Iqbal lantas memaparkan perbandingan tren upah rata-rata buruh di ASEAN dalam data terakhir ILO 2014-2015: Laos US$ 119/bulan, Kamboja US$ 121/bulan, Indonesia US$ 174/bulan, Vietnam US$ 181/bulan, Filipina US$ 262/bulan, Thailand US$ 352/bulan dan Malaysia US$ 562/bulan.

Iqbal pun meminta sistem pengupahan di RI dikembalikan sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dengan dua ukuran upah minimum yakni berbasis kewilayahan (UMP/UMK) serta berbasis sektor industri (UMSP/UMSK).

"UMSK ini nilainya lebih tinggi daripada UMK karena berdasarkan sektor industri unggulan. Besarannya pun akan berbeda-berbeda antara industri otomotif, tekstil, garmen, elektronik dll. Sekarang kan dipukul rata. Upah minimum sektoral yang harusnya dijadikan keputusan di seluruh Indonesia," jelasnya.
(gus) Next Article Penjelasan Lengkap Buruh yang Ngotot Upah Minimum Naik 25%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular