Good News 2018
Pegatron & Hyundai, Berkah untuk RI dari Perang Dagang
Iswari Anggit & Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
25 December 2018 21:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian ekonomi dunia yang salah satunya dipicu perang dagang antara AS dan China juga menghadirkan dampak positif kepada Indonesia. Salah satunya hadir dalam wujud relokasi pabrik milik sejumlah perusahaan top dunia.
Pegatron, perusahaan perakit iPhone yang telah berkembang pesat di Cina, memutuskan masuk ke Indonesia dengan 'menggandeng' PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN). Nantinya, Pegatron akan berpusat di Batam, Kepulauan Riau.
Ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (6/12/2018), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, membenarkan rencana investasi Pegatron di Indonesia.
Luhut menyebutkan, pada awalnya Pegatron sempat ragu berinvestasi lantaran masalah perizinan. Namun, dia mengaku meyakinkan perusahaan itu bahwa urusan perizinan akan diselesaikan.
"Semua izin kita urusin, pokoknya kamu [Pegatron] investasi di sini, sepanjang kamu ikutin semua aturan-aturan yang ada. Supaya jangan ada persulit dengan sogok menyogok, [nanti] ditangkap KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi] lagi," kata Luhut.
Nilai investasi yang dibawa Pegatron bagi Indonesia pun terbilang fantastis. Hal itu disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (13/12/2018).
"Pegatron di Batam, investasinya tahap pertama sekitar US$ 1 miliar [atau setara Rp 14,5 triliun], mulainya tunggu saja sampai masukkan ke BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal]," kata Airlangga.
Tak hanya Pegatron, raksasa otomotif Korea Selatan, yakni Hyundai juga berencana memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Rencana itu diungkap oleh Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian Harjanto, Kamis (20/12/2018).
Langkah Hyundai itu seiring dengan strategi untuk memangkas ketergantungan pada Cina. Apalagi Hyundai harus menghadapi persaingan ketat ditambah penjualan yang 'terpukul' seiring ketegangan diplomatik antara Seoul dan Beijing.
Nilai investasi dari Hyundai untuk Indonesia juga terbilang besar, mencapai Rp 12 triliun. Rencananya, Hyundai Motor bersama dengan afiliasi Kia Motors yang merupakan produsen mobil nomor lima di dunia, akan membangun pabrik di Indonesia dengan kapasitas sekitar 250 ribu unit, termasuk untuk mobil listrik.
Hal itu dikarenakan, Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang banyak. Material itu merupakan bahan penting untuk baterai lithium-ion yang digunakan untuk daya mobil listrik.
Selain China
Selain dengan China, sejak awal tahun ini AS mulai memungut retribusi impor baja dan aluminium dari Uni Eropa, Meksiko, dan Kanada. Langkah AS sontak memicu balasan dari UE dan Meksiko serta Kanada.
UE memberlakukan tarif atas barang-barang AS senilai € 2.8 miliar pada bulan Juni untuk produk-produk seperti wiski bourbon, sepeda motor dan jus jeruk.
Pada Juni, Meksiko mengumumkan tarif baru untuk produk-produk AS, termasuk wiski, keju, baja, bourbon, dan babi. Kemudian Kanada memberlakukan tarif pembalasan atas produk-produk AS senilai 16,6 miliar dolar Kanada pada 1 Juli.
Sejak menjabat, Trump telah melakukan banyak tindakan keras dalam perdagangan. Ia membuat AS keluar dari pakta perdagangan pasifik yang terdiri dari 14 negara dan juga mengancam menarik diri dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada.
Ia juga menuduh Jerman menghindari pajak untuk memperoleh keuntungan besar dalam ekspor di sektor industri otomotif.
Jepang, pada bulan Mei, juga mempertimbangkan mengenakan tarif ekspor AS senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan Presiden Trump.
Nilai tarif balasan yang direncanakan Tokyo terhadap ekspor AS akan sama dengan bea impor yang diterapkan oleh Washington.
Jepang adalah satu-satunya sekutu besar AS yang tidak menerima pengecualian dari keputusan tarif Trump. Hal itu mengejutkan banyak pengambil kebijakan karena Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki relasi yang kuat dengan Trump.
Jepang berhati-hati untuk ikut mengambil langkah seperti China dan Uni Eropa yang merespons keputusan AS dengan ancaman timbal-balik. Ikatan pertahanan Jepang dan AS adalah alasannya.
Pada bulan Juli, tepatnya (17/7/2018), Uni Eropa (UE) dan Jepang menandatangani perjanjian perdagangan penting yang oleh beberapa pejabat disebut sebagai "pesan yang jelas" untuk melawan proteksionisme.
Saat itu, AS mengenakan berbagai tarif kontroversial dan mengancam perang dagang dengan berbagai negara dunia. Kesepakatan yang ditandatangani di Tokyo oleh pejabat tinggi UE dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe itu adalah yang terbesar yang pernah dinegosiasikan UE.
Perjanjian tersebut menciptakan area perdagangan bebas yang mencakup hampir sepertiga produk domestik bruto (PDB) dunia. Kesepakatan besar itu disepakati saat Trump membuat resah berbagai negara sekutu dan memprovokasi lewat kebijakan dagang agresifnya "America First".
Baik UE dan Jepang telah terpukul oleh berbagai tarif baru AS meskipun memiliki hubungan yang lama dengan Washington.
(miq/miq) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Pegatron, perusahaan perakit iPhone yang telah berkembang pesat di Cina, memutuskan masuk ke Indonesia dengan 'menggandeng' PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN). Nantinya, Pegatron akan berpusat di Batam, Kepulauan Riau.
Ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (6/12/2018), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, membenarkan rencana investasi Pegatron di Indonesia.
"Semua izin kita urusin, pokoknya kamu [Pegatron] investasi di sini, sepanjang kamu ikutin semua aturan-aturan yang ada. Supaya jangan ada persulit dengan sogok menyogok, [nanti] ditangkap KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi] lagi," kata Luhut.
Nilai investasi yang dibawa Pegatron bagi Indonesia pun terbilang fantastis. Hal itu disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (13/12/2018).
"Pegatron di Batam, investasinya tahap pertama sekitar US$ 1 miliar [atau setara Rp 14,5 triliun], mulainya tunggu saja sampai masukkan ke BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal]," kata Airlangga.
Tak hanya Pegatron, raksasa otomotif Korea Selatan, yakni Hyundai juga berencana memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Rencana itu diungkap oleh Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian Harjanto, Kamis (20/12/2018).
Langkah Hyundai itu seiring dengan strategi untuk memangkas ketergantungan pada Cina. Apalagi Hyundai harus menghadapi persaingan ketat ditambah penjualan yang 'terpukul' seiring ketegangan diplomatik antara Seoul dan Beijing.
Nilai investasi dari Hyundai untuk Indonesia juga terbilang besar, mencapai Rp 12 triliun. Rencananya, Hyundai Motor bersama dengan afiliasi Kia Motors yang merupakan produsen mobil nomor lima di dunia, akan membangun pabrik di Indonesia dengan kapasitas sekitar 250 ribu unit, termasuk untuk mobil listrik.
Hal itu dikarenakan, Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang banyak. Material itu merupakan bahan penting untuk baterai lithium-ion yang digunakan untuk daya mobil listrik.
![]() |
Selain China
Selain dengan China, sejak awal tahun ini AS mulai memungut retribusi impor baja dan aluminium dari Uni Eropa, Meksiko, dan Kanada. Langkah AS sontak memicu balasan dari UE dan Meksiko serta Kanada.
UE memberlakukan tarif atas barang-barang AS senilai € 2.8 miliar pada bulan Juni untuk produk-produk seperti wiski bourbon, sepeda motor dan jus jeruk.
Pada Juni, Meksiko mengumumkan tarif baru untuk produk-produk AS, termasuk wiski, keju, baja, bourbon, dan babi. Kemudian Kanada memberlakukan tarif pembalasan atas produk-produk AS senilai 16,6 miliar dolar Kanada pada 1 Juli.
Sejak menjabat, Trump telah melakukan banyak tindakan keras dalam perdagangan. Ia membuat AS keluar dari pakta perdagangan pasifik yang terdiri dari 14 negara dan juga mengancam menarik diri dari Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada.
Ia juga menuduh Jerman menghindari pajak untuk memperoleh keuntungan besar dalam ekspor di sektor industri otomotif.
![]() |
Jepang, pada bulan Mei, juga mempertimbangkan mengenakan tarif ekspor AS senilai US$ 409 juta (Rp 5,7 triliun) sebagai balasan terhadap pengenaan tarif bea impor baja dan aluminium yang diberlakukan Presiden Trump.
Nilai tarif balasan yang direncanakan Tokyo terhadap ekspor AS akan sama dengan bea impor yang diterapkan oleh Washington.
Jepang adalah satu-satunya sekutu besar AS yang tidak menerima pengecualian dari keputusan tarif Trump. Hal itu mengejutkan banyak pengambil kebijakan karena Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memiliki relasi yang kuat dengan Trump.
Jepang berhati-hati untuk ikut mengambil langkah seperti China dan Uni Eropa yang merespons keputusan AS dengan ancaman timbal-balik. Ikatan pertahanan Jepang dan AS adalah alasannya.
Pada bulan Juli, tepatnya (17/7/2018), Uni Eropa (UE) dan Jepang menandatangani perjanjian perdagangan penting yang oleh beberapa pejabat disebut sebagai "pesan yang jelas" untuk melawan proteksionisme.
Saat itu, AS mengenakan berbagai tarif kontroversial dan mengancam perang dagang dengan berbagai negara dunia. Kesepakatan yang ditandatangani di Tokyo oleh pejabat tinggi UE dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe itu adalah yang terbesar yang pernah dinegosiasikan UE.
Perjanjian tersebut menciptakan area perdagangan bebas yang mencakup hampir sepertiga produk domestik bruto (PDB) dunia. Kesepakatan besar itu disepakati saat Trump membuat resah berbagai negara sekutu dan memprovokasi lewat kebijakan dagang agresifnya "America First".
Baik UE dan Jepang telah terpukul oleh berbagai tarif baru AS meskipun memiliki hubungan yang lama dengan Washington.
(miq/miq) Next Article AS dan Vietnam Lagi Ribut Dagang, Indonesia Bisa Cuan!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular