Goldman Sachs: Mata Uang Emerging Market Akan Bangkit di 2019

Rehia Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
19 December 2018 11:22
Goldman Sachs Asset Management memproyeksikan peningkatan kondisi ekonomi di pasar negara berkembang (emerging market/EM).
Foto: Goldman Sachs (REUTERS/Lucas Jackson)
New York, CNBC Indonesia - Goldman Sachs Asset Management memproyeksikan peningkatan kondisi ekonomi di pasar negara berkembang (emerging markets/EM) selama beberapa bulan mendatang. Hal itu diyakini memberikan batu loncatan bagi nilai saham regional dan mata uang.

Mata uang negara-negara berkembang telah mengalami tekanan sepanjang 2018. Hal itu dipicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang diperdagangkan hampir 5% lebih tinggi terhadap enam mata uang utama tahun ini.



Namun, analis Goldman Sachs Asset Management Andrew Wilson mengatakan kepada CNBC, Selasa (18/12/2018), meski dolar memiliki kinerja dengan baik sepanjang tahun ini, namun pasar keuangan telah "melihat yang terbaik dari penguatan dolar."

"Saya kira jika kita masuk ke tahun depan, kita akan melihat banyak mata uang pasar negara berkembang, khususnya yang banyak di antaranya telah berkinerja buruk secara signifikan pada 2018, akan bangkit kembali," kata Wilson.

Imbal hasil

Dalam laporan yang diterbitkan minggu lalu, Goldman Sachs Asset Management memperkirakan "kinerja yang diperbarui" dari aset pasar negara berkembang akan relatif terhadap pasar negara maju sebagai penyeimbang pertumbuhan global.

"Kami melihat potensi imbal hasil yang menarik untuk aset pasar berkembang pada 2019, terutama dalam mata uang dan ekuitas, yang kami perkirakan akan terjadi seiring meningkatnya pertumbuhan," kata tulis Goldman Sachs Asset Management.

"(Aset) pasar negara berkembang diperdagangkan dengan diskon 25%, yang lebih menarik dibandingkan pasar negara maju, selain menawarkan pertumbuhan pendapatan yang diperkirakan akan lebih tinggi."

Goldman Sachs: Mata Uang Emerging Market akan Bangkit di 2019Foto: Goldman Sachs (REUTERS/Brendan McDermid)


Pelaku pasar semakin khawatir tentang kemungkinan perlambatan ekonomi. Saham global tercatat mengalami penurunan sesaat sebelum diadakannya pertemuan dua hari Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang terakhir pada tahun ini.

The Fed diperkirakan akan mengumumkan kenaikan suku bunga acuan keempat tahun ini pada Rabu (19/12/2018) waktu setempat. Kendati demikian, ada spekulasi The Fed dapat tergoda menghentikan siklus pengetatan di tengah tanda-tanda gejolak ekonomi di AS.


Pada Senin (17/12/2018), Presiden AS Donald Trump mengecam The Fed karena pengetatan moneter. Komentar itu memicu kecemasan investor menjelang pertemuan yang sangat ditunggu-tunggu tersebut.

Risiko terbesar
Meskipun ada aksi jual besar-besaran baru-baru ini di pasar ekuitas, namun Goldman Sachs Asset Management sebelumnya mengatakan bahwa mereka tetap "melihat masih ada risiko hingga 2019."

"Harga aset dan ekspektasi pasar telah disesuaikan secara signifikan lebih rendah dibandingkan tahun lalu, menawarkan kesepakatan yang lebih baik dan menciptakan potensi kejutan positif," tulis Goldman Sachs.


Goldman Sachs memperingatkan "risiko terbesar" terhadap prospek investasi untuk tahun depan adalah kinerja ekonomi China dalam beberapa bulan mendatang. Tahun depan, ekonomi Negeri Tirai Bambu diperkirakan hanya 6,2% atau yang paling lambat sejak 1990-an.

"Namun, kami pikir periode intensitas perlambatan pertumbuhan tertinggi berada di belakang kami, yang berarti ada sedikit tekanan jangka pendek bagi sisa negara EM untuk dapat mengimbanginya," tulis Goldmans Sachs.



(miq) Next Article Galau, Goldman Sachs Revisi Ekonomi Global

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular