
Neraca Dagang Amblas, Darmin Sebut Karena Perang Dagang
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
18 December 2018 15:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit perdagangan Indonesia pada November mencapai US$ 2,05 miliar dan merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Nilai ekspor tercatat US$14,83 miliar atau turun 3,28% secara year-on-year (yoy). Sementara itu, data otoritas statistik menunjukkan nilai impor justru mencapai US$16,88 miliar atau naik 11,68% yoy.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan pelemahan ekspor yang terjadi di bulan lalu diakibatkan oleh perang dagang dan proteksi yang dilakukan beberapa negara.
Dia juga menyebutkan bahwa hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan rupiah.
"Memang ekspor kita itu terpengaruh kelihatannya bukan hanya karena perang dagang, tetapi juga faktor-faktor lain termasuk perang dagang. Ekspor kita ke AS dan Tiongkok turun, tapi ke Jepang naik. Lalu India yang negara tujuan ekspor keempat kita, turunnya jauh lebih banyak dibanding ke Tiongkok dan AS," jelas Darmin di kantornya, Selasa (18/12/2018).
Darmin pun mengungkapkan adanya proteksi yang dilakukan beberapa negara terhadap komoditas ekspor andalan RI, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai faktor yang turut berpengaruh.
"Ada juga karena respons atau reaksi dari negara-negara tertentu, misalnya atas CPO kita yang dianggap terlalu mendominasi di negaranya, lalu dia berikan bea masuk yang tinggi," ujarnya.
"Jadi ini bukan karena ekonomi kita secara struktural melemah, tapi karena respons dari berbagai peristiwa, baik perang dagang maupun hambatan terhadap CPO tadi," jelasnya.
(ray) Next Article Migas Jatuh 34%, Total Ekspor Januari 2020 Jadi US$ 13,41 M
Nilai ekspor tercatat US$14,83 miliar atau turun 3,28% secara year-on-year (yoy). Sementara itu, data otoritas statistik menunjukkan nilai impor justru mencapai US$16,88 miliar atau naik 11,68% yoy.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan pelemahan ekspor yang terjadi di bulan lalu diakibatkan oleh perang dagang dan proteksi yang dilakukan beberapa negara.
Dia juga menyebutkan bahwa hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pergerakan rupiah.
"Memang ekspor kita itu terpengaruh kelihatannya bukan hanya karena perang dagang, tetapi juga faktor-faktor lain termasuk perang dagang. Ekspor kita ke AS dan Tiongkok turun, tapi ke Jepang naik. Lalu India yang negara tujuan ekspor keempat kita, turunnya jauh lebih banyak dibanding ke Tiongkok dan AS," jelas Darmin di kantornya, Selasa (18/12/2018).
Darmin pun mengungkapkan adanya proteksi yang dilakukan beberapa negara terhadap komoditas ekspor andalan RI, seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai faktor yang turut berpengaruh.
"Ada juga karena respons atau reaksi dari negara-negara tertentu, misalnya atas CPO kita yang dianggap terlalu mendominasi di negaranya, lalu dia berikan bea masuk yang tinggi," ujarnya.
"Jadi ini bukan karena ekonomi kita secara struktural melemah, tapi karena respons dari berbagai peristiwa, baik perang dagang maupun hambatan terhadap CPO tadi," jelasnya.
(ray) Next Article Migas Jatuh 34%, Total Ekspor Januari 2020 Jadi US$ 13,41 M
Most Popular