
Industri Pakan Ternak Kurangi Penggunaan Jagung Hingga 20%
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
14 December 2018 09:28

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pakan ternak memangkas penggunaan jagung kering (kadar air 15%) sebagai bahan baku produksi.
Hal ini dilakukan menyusul masih tingginya harga jagung yakni mencapai sekitar Rp 6.000/kg.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan 50-55% kandungan pakan ternak biasanya berasal dari Jagung. Namun, kini kandungan jagung dibatas hanya di kisaran 35-40%.
Untuk menutupi pengurangan kandungan jagung, dipenuhi dengan bahan karbohidrat lain seperti singkong, gandung, sorgum, bungkil sawit hingga bekatul.
"90% dari seluruh pabrik anggota GPMT memproduksi pakan ayam. Kita hitung biaya pakai least cost formulation, dengan harga jagung masih stable high Rp 6.000-an seperti di Jawa Barat, pemakaiannya dibatasi 35-40%," jelas Budi usai CEO Forum Agrobisnis 4.0 di Hotel Ritz Carlton, Kamis (13/12/2018).
Budi menjelaskan, industri pakan sudah mengurangi pemakaian jagung sejak awal tahun karena harga jagung kering terus merangkak naik sepanjang tahun ini dari kisaran Rp 5.000/kg menjadi kisaran Rp 6.000/kg memasuki kuartal IV.
"Produksi pakan di tahun ini kita harapkan mencapai 19,4 juta ton. Dengan hanya 35-40% berarti kebutuhan jagung kita turun, tidak sampai 7 juta ton," katanya.
Di balik tingginya harga jagung, industri pakan diproyeksi masih tumbuh mencapai 7% sepanjang tahun ini.
Tahun depan, Budi memproyeksi pertumbuhan industri masih sama di kisaran 6-8% karena demand jumlah populasi ternak yang meningkat, pertumbuhan ekonomi yang masih bagus di angka 5,2% serta konsumsi produk unggas per kapita yang masih rendah di mana daya beli masyarakat diperkirakan akan meningkat.
Data GPMT menunjukkan, konsumsi daging ayam per kapita di Tanah Air baru sekitar 12,9 kg/tahun, di bawah Thailand 16,9 kg/tahun serta Malaysia yang mencapai 49,5 kg/tahun.
Konsumsi telur tidak jauh berbeda, di mana orang Indonesia rata-rata baru mengonsumsi telur sebanyak 115 butir per kapita/tahun, di bawah Thailand 215 butir per kapita/tahun dan Negeri Jiran yang mencapai 340 butir per kapita/tahun.
(ray/ray) Next Article Mendag Soal Stok Jagung Versi Kementan: Nggak ada Barangnya!
Hal ini dilakukan menyusul masih tingginya harga jagung yakni mencapai sekitar Rp 6.000/kg.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan 50-55% kandungan pakan ternak biasanya berasal dari Jagung. Namun, kini kandungan jagung dibatas hanya di kisaran 35-40%.
"90% dari seluruh pabrik anggota GPMT memproduksi pakan ayam. Kita hitung biaya pakai least cost formulation, dengan harga jagung masih stable high Rp 6.000-an seperti di Jawa Barat, pemakaiannya dibatasi 35-40%," jelas Budi usai CEO Forum Agrobisnis 4.0 di Hotel Ritz Carlton, Kamis (13/12/2018).
Budi menjelaskan, industri pakan sudah mengurangi pemakaian jagung sejak awal tahun karena harga jagung kering terus merangkak naik sepanjang tahun ini dari kisaran Rp 5.000/kg menjadi kisaran Rp 6.000/kg memasuki kuartal IV.
"Produksi pakan di tahun ini kita harapkan mencapai 19,4 juta ton. Dengan hanya 35-40% berarti kebutuhan jagung kita turun, tidak sampai 7 juta ton," katanya.
Di balik tingginya harga jagung, industri pakan diproyeksi masih tumbuh mencapai 7% sepanjang tahun ini.
Tahun depan, Budi memproyeksi pertumbuhan industri masih sama di kisaran 6-8% karena demand jumlah populasi ternak yang meningkat, pertumbuhan ekonomi yang masih bagus di angka 5,2% serta konsumsi produk unggas per kapita yang masih rendah di mana daya beli masyarakat diperkirakan akan meningkat.
Data GPMT menunjukkan, konsumsi daging ayam per kapita di Tanah Air baru sekitar 12,9 kg/tahun, di bawah Thailand 16,9 kg/tahun serta Malaysia yang mencapai 49,5 kg/tahun.
Konsumsi telur tidak jauh berbeda, di mana orang Indonesia rata-rata baru mengonsumsi telur sebanyak 115 butir per kapita/tahun, di bawah Thailand 215 butir per kapita/tahun dan Negeri Jiran yang mencapai 340 butir per kapita/tahun.
(ray/ray) Next Article Mendag Soal Stok Jagung Versi Kementan: Nggak ada Barangnya!
Most Popular