
Tak Ada Mall Baru di Kota Besar Tahun Depan
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
04 December 2018 13:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan pusat perbelanjaan atau mall di Indonesia tengah melambat.
Sekjen Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan hal ini sejalan dengan melambatnya bisnis properti dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, perubahan gaya belanja pelanggan, khususnya generasi muda turut mempengaruhi kunjungan di beberapa mall yang sudah ada.
Menurut Alphonzus, ada 3 faktor utama yang berpengaruh yakni developer, retailer dan konsumen.
Dia meyakini hingga tahun depan belum ada penambahan mall baru di kota-kota besar karena industri properti belum tumbuh secepat beberapa tahun terakhir.
"Tapi di daerah justru bertumbuh. Di wilayah tier 2 dan tier 3, kota dan kabupaten justru banyak developer masuk karena tuntutan konsumennya berbeda dengan di kota-kota besar," ujar Alphonzus, Senin (3/12/2018).
Sementara itu, retailer yang tumbuh cepat adalah restoran dan cafe, entertainment, serta sport. Hal ini terjadi karena fungsi mall mulai bergeser, bukan hanya sekedar tempat belanja tetapi juga ruang publik, bahkan tempat kerja bagi millenial.
"Bioskop/cinema sangat pesat pertumbuhannya seperti CGV yang baru masuk dari Korea. Adapun sport tumbuh karena generasi millenial sangat sadar akan kesehatan," jelasnya.
Dia menambahkan, dengan kurs rupiah yang melemah di tahun ini, sebetulnya belanja di dalam negeri menjadi lebih murah bagi kelas menengah ke atas, dibandingkan belanja di Singapura atau Hong Kong.
"Jadi sebenarnya jumlah kunjungan selalu tumbuh. Daya beli menurut saya tidak melemah, mall yang tidak bisa merespon perubahan ini lah yang akan collapse," pungkasnya.
(ray) Next Article APPBI: Pengelola Pusat Belanja Harus Adaptasi dengan Tren
Sekjen Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengatakan hal ini sejalan dengan melambatnya bisnis properti dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, perubahan gaya belanja pelanggan, khususnya generasi muda turut mempengaruhi kunjungan di beberapa mall yang sudah ada.
Dia meyakini hingga tahun depan belum ada penambahan mall baru di kota-kota besar karena industri properti belum tumbuh secepat beberapa tahun terakhir.
"Tapi di daerah justru bertumbuh. Di wilayah tier 2 dan tier 3, kota dan kabupaten justru banyak developer masuk karena tuntutan konsumennya berbeda dengan di kota-kota besar," ujar Alphonzus, Senin (3/12/2018).
Sementara itu, retailer yang tumbuh cepat adalah restoran dan cafe, entertainment, serta sport. Hal ini terjadi karena fungsi mall mulai bergeser, bukan hanya sekedar tempat belanja tetapi juga ruang publik, bahkan tempat kerja bagi millenial.
"Bioskop/cinema sangat pesat pertumbuhannya seperti CGV yang baru masuk dari Korea. Adapun sport tumbuh karena generasi millenial sangat sadar akan kesehatan," jelasnya.
Dia menambahkan, dengan kurs rupiah yang melemah di tahun ini, sebetulnya belanja di dalam negeri menjadi lebih murah bagi kelas menengah ke atas, dibandingkan belanja di Singapura atau Hong Kong.
"Jadi sebenarnya jumlah kunjungan selalu tumbuh. Daya beli menurut saya tidak melemah, mall yang tidak bisa merespon perubahan ini lah yang akan collapse," pungkasnya.
(ray) Next Article APPBI: Pengelola Pusat Belanja Harus Adaptasi dengan Tren
Most Popular