Dihantam Corona, Penyewa di Mal Susah Bayar Sewa Hingga THR

Daniel Siburian, CNBC Indonesia
29 April 2020 16:17
Pertokoan di Blok M Mall (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Suasana di salah satu mall di Jakarta, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mencatat ada 197 pusat perbelanjaan atau mal yang harus menutup sebagian besar aktivitas. Hal tersebut tak terlepas dari dampak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan di beberapa wilayah di Indonesia demi menekan penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19.

Dalam skala lebih luas, penutupan mal memberi dampak lanjutan kepada tenant atau penyewa lapak yang juga terpaksa menutup outlet mereka. Anggota Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta menjelaskan, hanya outlet-outlet yang menjual kebutuhan pokok dan farmasi saja yang masih beroperasi saat ini. Di luar itu terpaksa tutup.

"Kalau yang tutup berdasarkan aturan pemda, ya outlet-outlet yang berada di mal yang ditutup tadi, kecuali yang produk-produk kebutuhan pokok dan farmasi, atm, dan lain-lain yang masih diperintahkan beraktivitas", kata Tutum kepada CNBC Indonesia, Rabu (29/4/2020).

Tak hanya outlet-outlet yang berada di dalam mal yang harus tutup, Tutum menjelaskan outlet yang memiliki gedung sendiri juga terpaksa tutup secara permanen. Hal tersebut dilakukan guna menekan biaya-biaya yang tak sebanding dengan pemasukan yang didapatkan.

Lebih lanjut, Tutum menyebut, selain karena pendapatan yang menurun, tingginya biaya sewa gedung juga menjadi alasan perusahaan pemilik outlet menutup usaha. Belum lagi harus membayar gaji karyawan bahkan Tunjangan Hari Raya (THR). Skenario terburuknya adalah banyak perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Guna mengurangi beban perusahaan-perusahaan yang sudah menutup beberapa outlet, Tutum berharap ada stimulus-stimulus dari pemerintah terutama menjelang lebaran. Menurut dia, masa puasa dan lebaran merupakan momen pengusaha meraup keuntungan. Ia berharap adanya insentif di moment itu dapat membantu pengusaha memperbaiki pendapatannya, paling tidak untuk bertahan di tengah pandemi Covid-19.



"Setiap puasa, lebaran, produk fashion di departement store 30-40 persen itu merupakan penjualan mereka di lebaran. Sedangkan situasi tahun ini bisa kita bayangkan akan berlalu dengan penderitaan yang cukup serius untuk yang bergerak di luar food," kata Tutum.

Menurutnya stimulus-stimulus saat ini dirasa belum cukup di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang tak terprediksi ujungnya. Tutum berharap pemerintah bersedia memberi bantuan pembayaran biaya sewa kepada pengelola mal, yang diklaim sebagai salah satu sumber pengeluaran terbesar perusahaan pemilik outlet. Ia menyebut saat ini sudah ada beberapa pengelola mal yang bersedia memberikan keringanan biaya sewa, namun belum seluruhnya.

"Pemerintah mengeluarkan insentif mulai dari PPh 21, 22, 23, 25. Mungkin memberikan nafas tapi tidak menolong banyak kalau situasi ini berjalan lebih lama. Kebutuhan kita lebih besar dari insentif yang dberikan," ujar Tutum.

"Pengeluaran terbesar adalah sewa, service charge, dan karyawan. Pemerintah mungkin bisa memberikan bantuan pembayaran sewa kita kepada pusat belanja yang gak mau memberi full discount karena di situ adalah biaya terbesar dari income kita. Ini negosiasi yang alot," lanjutnya.

(miq/miq) Next Article APPBI: Pengelola Pusat Belanja Harus Adaptasi dengan Tren

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular