Industri Karet Tertekan: Harga Jatuh, Pabrik Tak Produktif

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
27 November 2018 19:23
Harga karet tengah turun tajam.
Foto: Ilustrasi kebun karet (REUTERS/Surapan Boonthanom)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) menilai telah terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan antara investasi di pabrik crumb rubber (serbuk karet) dengan di sektor hulunya, yakni perkebunan karet.

Kepada CNBC Indonesia, Ketua Umum Gapkindo Moenardji Soedargo menjelaskan bahwa saat ini Gapkindo beranggotakan 157 pabrik crumb rubber di seluruh Indonesia yang menyerap sekitar 3,6 juta ton karet alam per tahun atau 95% dari total produksi petani karet rakyat.

Sementara itu, total kapasitas terpasang seluruh pabrik tersebut secara nasional saat ini mencapai 5,5 juta ton per tahun.

"Petani baru mampu menyediakan kurang lebih 60%. Ini tidak sehat. Sejarahnya, di tahun 2006 rasio kapasitas terpasang dengan ketersediaan bahan baku dari petani adalah 3 juta ton : 2,7 juta ton. Saat itu tingkat utilisasi 90%," jelas Moenardji melalui telepon, Senin (26/11/2018).



Sejak 2006, pertumbuhannya tidak selaras antara kapasitas pabrik dengan perkebunan, di mana tingkat utilisasi berangsur-angsur turun ke 80%, 70%, hingga mendekati 60% saat ini.

Hal ini disebabkan investasi yang terus tumbuh dalam bentuk pabrik crumb rubber baru tidak diimbangi investasi di sektor hulu perkebunan.

"Investasi terlalu cepat karena semua berharap produksi di hulu juga naik. Nyatanya tidak demikian," ujarnya.

Tingkat utilisasi pabrik yang tidak efisien pda akhirnya menekan harga beli karet petani.

"Kalau harga petani jelek terus, pabrik juga bingung. Harga terus tertekan dan kami tidak suka melihat hal ini. Kalau petani sampai hilang motivasi [untuk menanam karet] kami pun rugi," keluhnya.

Industri Karet Tertekan: Harga Jatuh, Pabrik Tak ProduktifFoto: Infografis/Karet/Edward Ricardo

(ray) Next Article Harga Karet Dikendalikan Spekulan? Berikut Jawaban Gapkindo

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular