
Anggaran Seismik Dihapus, Nasib Eksplorasi Migas RI Terancam?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
27 November 2018 14:23

Jakarta, CNBC Indonesia- Dari segi investasi, penanaman modal di sektor migas sampai saat ini masih terbilang lesu.
Menurut data SKK Migas per September 2018, hanya terdapat 74 wilayah kerja (WK) migas yang sudah berproduksi dari total 224 WK yang ada di Indonesia. Hingga kuartal III-2018, SKK Migas mencatat investasi migas baru capai 56% dari target.
Dari 74 WK yang sudah berproduksi tersebut mayoritas adalah WK yang sudah mature (berumur tua). Ini menyiratkan bahwa lifting migas trennya memang sedang menurun sedangkan biaya produksi (cost recovery) trennya tidak menurun.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menuturkan, minimnya kegiatan seismik menjadi salah satu yang menyebabkan investasi migas masih lesu. Bagaimana tidak? Rudy mengungkapkan, kegiatan seismik memakan biaya besar, dan anggaran yang disediakan tidak mencukupi.
"Kami tahun ini saja hanya mendapat anggaran Rp 96 miliar untuk seismik dua lokasi, yakni di Selabangka dan Singkawang, dan hasilnya sudah ada, nanti potensial untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya atau tidak," ujar Rudy kepada media saat dijumpai di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Lebih lanjut, Rudy mengungkapkan, sebagai upaya mencari sumber pendanaan untuk biaya seismik ini, maka mulai tahun depan Badan Geologi akan bekerja sama dengan KKKS dan SKK Migas untuk menggunakan pola-pola anggaran lain tidak pakai pagu Kementerian ESDM.
"Di pagu Kementerian ESDM tidak akan ada seismik lagi buat tahun depan. Tapi kami akan bekerja sama dengan SKK Migas untuk menggunakan pola anggaran lain yang diluar dari APBN. Ya ini bagian dari efisiensi anggaran," tutur Rudy.
Dihapusnya anggaran riset seismik ini disayangkan oleh VP Eksplorasi Saka Energi Rovicky Putrohari. Ia menuturkan, ada dua hal yang perlu dilihat, pertama dari sisi profesionalitas mereka sebenarnya sebagai sebuah riset bukan aplikatif, tetapi di sisi lain hasilnya itu hasil riset.
"Kalau nanti dia sebagai lembaga jasa, pasti nanti bukan riset lagi. Kan saya yang biayai sebagai investor untuk lakukan survei untuk kepentingan saya, tidak independen. Misalnya ini sebenarnya sumber dayanya besar atau kecil? Kalau saya katakan ini bagus, dibikin jelek, terus dibikin jadi murah, itu bisa saja kan? Ini tidak sehat, harus hati hati, harusnya memang dibiayai negara," pungkas Rovicky.\
(gus/gus) Next Article Libatkan Pemuda, Kementerian ESDM Relaunching Patriot Energi
Menurut data SKK Migas per September 2018, hanya terdapat 74 wilayah kerja (WK) migas yang sudah berproduksi dari total 224 WK yang ada di Indonesia. Hingga kuartal III-2018, SKK Migas mencatat investasi migas baru capai 56% dari target.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menuturkan, minimnya kegiatan seismik menjadi salah satu yang menyebabkan investasi migas masih lesu. Bagaimana tidak? Rudy mengungkapkan, kegiatan seismik memakan biaya besar, dan anggaran yang disediakan tidak mencukupi.
"Kami tahun ini saja hanya mendapat anggaran Rp 96 miliar untuk seismik dua lokasi, yakni di Selabangka dan Singkawang, dan hasilnya sudah ada, nanti potensial untuk dilanjutkan pada tahap berikutnya atau tidak," ujar Rudy kepada media saat dijumpai di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Lebih lanjut, Rudy mengungkapkan, sebagai upaya mencari sumber pendanaan untuk biaya seismik ini, maka mulai tahun depan Badan Geologi akan bekerja sama dengan KKKS dan SKK Migas untuk menggunakan pola-pola anggaran lain tidak pakai pagu Kementerian ESDM.
"Di pagu Kementerian ESDM tidak akan ada seismik lagi buat tahun depan. Tapi kami akan bekerja sama dengan SKK Migas untuk menggunakan pola anggaran lain yang diluar dari APBN. Ya ini bagian dari efisiensi anggaran," tutur Rudy.
Dihapusnya anggaran riset seismik ini disayangkan oleh VP Eksplorasi Saka Energi Rovicky Putrohari. Ia menuturkan, ada dua hal yang perlu dilihat, pertama dari sisi profesionalitas mereka sebenarnya sebagai sebuah riset bukan aplikatif, tetapi di sisi lain hasilnya itu hasil riset.
"Kalau nanti dia sebagai lembaga jasa, pasti nanti bukan riset lagi. Kan saya yang biayai sebagai investor untuk lakukan survei untuk kepentingan saya, tidak independen. Misalnya ini sebenarnya sumber dayanya besar atau kecil? Kalau saya katakan ini bagus, dibikin jelek, terus dibikin jadi murah, itu bisa saja kan? Ini tidak sehat, harus hati hati, harusnya memang dibiayai negara," pungkas Rovicky.\
(gus/gus) Next Article Libatkan Pemuda, Kementerian ESDM Relaunching Patriot Energi
Most Popular