
Bos KRAS: Industri Baja Nasional Alami Cobaan Berat
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
23 November 2018 20:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Silmy Karim mengungkapkan industri baja nasional saat ini sedang mengalami cobaan berat.
Berbicara di depan para pejabat BUMN Karya, dia mengeluhkan adanya regulasi pemerintah yang memudahkan masuknya impor baja serta proses krusial induction furnace yang tidak diutamakan dalam menghasilkan produk baja dengan harga murah.
"Kita tahu ada aturan yang sangat memudahkan masuknya impor baja. Persaingan juga menyebabkan proses induction furnace tidak diutamakan. Padahal ini proses yang sangat membahayakan keselamatan jiwa pengguna dan kualitas dari infrastruktur yang dihasilkan," katanya di kantor Kementerian BUMN, Jumat (23/11/2018).
Ia menjelaskan, sekitar 30% dari penghasil baja long product adalah induction furnace. Dan kalau kondisi saat ini dibiarkan, konsumen akan menderita kerugian terbesar. "Kami sudah komunikasi dengan beberapa Kementerian, terutama PUPR untuk berhati-hati dengan induction furnace," ujar Silmy.
Lebih lanjut, dia menyebutkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 pada kenyataannya telah mempermudah arus impor produk baja sehingga menghambat pertumbuhan industri baja nasional.
Silmy mengkritik ketentuan pemeriksaan persyaratan impor baja yang direlaksasi menjadi setelah melalui kawasan pabean (post-border inspection).
Menurut dia, ketentuan itu telah mengakibatkan maraknya praktik circumvention atau pengalihan kode HS dari carbon steel menjadi alloy steel yang dilakukan importir nakal di luar negeri dengan tujuan menghapuskan bea masuk.
"Saya sudah datang ke Ditjen Bea Cukai dan dikatakan itu tidak lagi kewenangan mereka. Nah bagaimana? Siapa yang memeriksa itu? Ini karena post border," kata Silmy. Dia menyayangkan wacana Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan impor baja melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) yang hingga kini belum terealisasi.
"Industri baja kita masih suffer. Kalau tidak kita beri perhatian, bagaimana bisa meningkatkan TKDN? Kalau industri bajanya tidak kompetitif, bagaimana kita punya industri yang berdaya saing?," ujar Silmy.
(miq/miq) Next Article Bukan Cuma China, Baja Impor Vietnam Obrak-Abrik Pasar RI
Berbicara di depan para pejabat BUMN Karya, dia mengeluhkan adanya regulasi pemerintah yang memudahkan masuknya impor baja serta proses krusial induction furnace yang tidak diutamakan dalam menghasilkan produk baja dengan harga murah.
"Kita tahu ada aturan yang sangat memudahkan masuknya impor baja. Persaingan juga menyebabkan proses induction furnace tidak diutamakan. Padahal ini proses yang sangat membahayakan keselamatan jiwa pengguna dan kualitas dari infrastruktur yang dihasilkan," katanya di kantor Kementerian BUMN, Jumat (23/11/2018).
Ia menjelaskan, sekitar 30% dari penghasil baja long product adalah induction furnace. Dan kalau kondisi saat ini dibiarkan, konsumen akan menderita kerugian terbesar. "Kami sudah komunikasi dengan beberapa Kementerian, terutama PUPR untuk berhati-hati dengan induction furnace," ujar Silmy.
Lebih lanjut, dia menyebutkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 pada kenyataannya telah mempermudah arus impor produk baja sehingga menghambat pertumbuhan industri baja nasional.
Silmy mengkritik ketentuan pemeriksaan persyaratan impor baja yang direlaksasi menjadi setelah melalui kawasan pabean (post-border inspection).
![]() |
Menurut dia, ketentuan itu telah mengakibatkan maraknya praktik circumvention atau pengalihan kode HS dari carbon steel menjadi alloy steel yang dilakukan importir nakal di luar negeri dengan tujuan menghapuskan bea masuk.
"Saya sudah datang ke Ditjen Bea Cukai dan dikatakan itu tidak lagi kewenangan mereka. Nah bagaimana? Siapa yang memeriksa itu? Ini karena post border," kata Silmy. Dia menyayangkan wacana Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan impor baja melalui Pusat Logistik Berikat (PLB) yang hingga kini belum terealisasi.
"Industri baja kita masih suffer. Kalau tidak kita beri perhatian, bagaimana bisa meningkatkan TKDN? Kalau industri bajanya tidak kompetitif, bagaimana kita punya industri yang berdaya saing?," ujar Silmy.
(miq/miq) Next Article Bukan Cuma China, Baja Impor Vietnam Obrak-Abrik Pasar RI
Most Popular