
PHK Intai Industri CPO RI, Ini Kata Bos Sawit Sumbermas
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
23 November 2018 15:51

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tengah lesu, berada di level terendah.
Berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia pada Jumat (23/11/2018) hingga pukul 11.30 WIB, harga kontrak Februari 2019 terkoreksi 0,34% ke MYR 2.050/ton.
CFO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), Nicholas Whittle, mengakui selama tahun ini harga CPO memang tengah tertekan hingga 20%.
"Ada beberapa faktor, baik di demand side [sisi permintaan] tapi juga di supply side [sisi pasokan] khususnya di sini, di Indonesia," ujarnya ketika berbicara di CNBC Indonesia TV, Kamis (23/11/2018).
Dia mengatakan permintaan CPO asal RI melemah karena kendala khususnya di pasar India serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Seperti diketahui, India dan China adalah dua pasar terbesar CPO RI.
"Ada masalah tarif di India sekitar bulan April, dan ada masalah perdagangan antara Amerika Serikat dan China, dan itu memberi tekanan kepada industri sawit," kata dia.
Di tengah melemahnya permintaan ekspor itu, produksi CPO di dalam negeri justri meningkat.
Nicholas mengatakan, volume produksi CPO nasional pada tahun ini diperkirakan mencapai 39-40 juta ton. Tekanan dari sisi pasokan ini, kata Nicholas, akan dirasakan hebat pada November, kemudian stok akan menurun pada Desember hingga Januari.
Adapun kebijakan B20 atau biodiesel dengan bauran 20% minyak sawit dinilai juga belum dapat membantu konsumsi dari CPO.
"Saya merasa kita belum melihat dampak penuhnya, kita mulai lihat dampaknya dari angka angka yang kita bikin di dalam perusahaan kita menunggu di tahun 2019, mungkin di antara 6 sampai 7 juta ton ditarik dari supply untuk kebutuhan B20, untuk kenaikan kebutuhan biodiesel."
Dia menuturkan di tengah kondisi yang menantang ini, Sawit Sumbermas akan menjaga kesehatan pohon sehingga dapat optimal ketika pasar membaik.
Investasi Sawit Sumbermas juga tidak berhenti, di mana perseroan tetap menargetkan pembangunan 3 pabrik di Kalimantan di mana masing-masing berkapasitas 60 ton per jam.
Adapun sebelumnya, Ketua bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Sumarjono Saragih, mengatakan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) kini mengintai industri sawit nasional.
Terkait dengan itu, Nicholas memaklumi jika Gapki mengemukakan hal itu, meski dia memastikan risiko itu tidak ada di Sawit Sumbermas.
Menurut dia, masih ada sejumlah perusahaan yang produktif meksipun ada juga yang kurang produktif.
"Saya sangat mengerti statement itu dari Gapki, kalau di perusahaan kita saya tidak lihat kemungkinan lay-off, saya mengerti posisi pak ketua karena memang dari segi sektor nasional ada perbedaan antara yang paling produktif dengan sampai yang kurang produktif."
"Jadi tekanan harga ini dampaknya tentu saja jauh lebih besar kalau ada kekurangan produktivitas di lapangan, jadi saya rasa kalau pak ketua Gapki bicara tentang risikonya, dia memang benar, untuk menjelaskan kepada pemerintah dan kepada masyarakat bahwa risiko itu memang ada."
[Gambas:Video CNBC]
(ray/ray) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia pada Jumat (23/11/2018) hingga pukul 11.30 WIB, harga kontrak Februari 2019 terkoreksi 0,34% ke MYR 2.050/ton.
CFO PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), Nicholas Whittle, mengakui selama tahun ini harga CPO memang tengah tertekan hingga 20%.
Dia mengatakan permintaan CPO asal RI melemah karena kendala khususnya di pasar India serta perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Seperti diketahui, India dan China adalah dua pasar terbesar CPO RI.
"Ada masalah tarif di India sekitar bulan April, dan ada masalah perdagangan antara Amerika Serikat dan China, dan itu memberi tekanan kepada industri sawit," kata dia.
Di tengah melemahnya permintaan ekspor itu, produksi CPO di dalam negeri justri meningkat.
Nicholas mengatakan, volume produksi CPO nasional pada tahun ini diperkirakan mencapai 39-40 juta ton. Tekanan dari sisi pasokan ini, kata Nicholas, akan dirasakan hebat pada November, kemudian stok akan menurun pada Desember hingga Januari.
Adapun kebijakan B20 atau biodiesel dengan bauran 20% minyak sawit dinilai juga belum dapat membantu konsumsi dari CPO.
"Saya merasa kita belum melihat dampak penuhnya, kita mulai lihat dampaknya dari angka angka yang kita bikin di dalam perusahaan kita menunggu di tahun 2019, mungkin di antara 6 sampai 7 juta ton ditarik dari supply untuk kebutuhan B20, untuk kenaikan kebutuhan biodiesel."
Dia menuturkan di tengah kondisi yang menantang ini, Sawit Sumbermas akan menjaga kesehatan pohon sehingga dapat optimal ketika pasar membaik.
Investasi Sawit Sumbermas juga tidak berhenti, di mana perseroan tetap menargetkan pembangunan 3 pabrik di Kalimantan di mana masing-masing berkapasitas 60 ton per jam.
Adapun sebelumnya, Ketua bidang Ketenagakerjaan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Sumarjono Saragih, mengatakan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) kini mengintai industri sawit nasional.
Terkait dengan itu, Nicholas memaklumi jika Gapki mengemukakan hal itu, meski dia memastikan risiko itu tidak ada di Sawit Sumbermas.
Menurut dia, masih ada sejumlah perusahaan yang produktif meksipun ada juga yang kurang produktif.
"Saya sangat mengerti statement itu dari Gapki, kalau di perusahaan kita saya tidak lihat kemungkinan lay-off, saya mengerti posisi pak ketua karena memang dari segi sektor nasional ada perbedaan antara yang paling produktif dengan sampai yang kurang produktif."
"Jadi tekanan harga ini dampaknya tentu saja jauh lebih besar kalau ada kekurangan produktivitas di lapangan, jadi saya rasa kalau pak ketua Gapki bicara tentang risikonya, dia memang benar, untuk menjelaskan kepada pemerintah dan kepada masyarakat bahwa risiko itu memang ada."
[Gambas:Video CNBC]
(ray/ray) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Most Popular