
Harga CPO Anjlok, 450 Ribu Lapangan Kerja Sirna
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
22 November 2018 20:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2018 nampaknya menjadi tahun yang suram bagi komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Bagaimana tidak, harga CPO kontrak acuan di Bursa Derivatif Malaysia sudah amblas nyaris 20% di sepanjang tahun berjalan (year-to-date/YTD).
Sempat menembus level MYR 2.600/ton pada awal Januari 2018, harga CPO kini harus susah payah bertahan di atas level MYR 2.000/ton. Pekan lalu, harga CPO malah tergelincir ke bawah level MYR 2.000/ton, untuk pertama kalinya sejak awal September 2015.
Harga yang rendah jelas akan memukul pendapatan ekspor CPO Indonesia. Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak kelapa sawit menyumbang 10,87% dari ekspor non-migas RI pada periode Januari-Agustus 2018. Porsi sebesar itu hanya kalah dari komoditas batu bara (12,59%).
Tidak hanya persoalan harga, ekspor minyak kelapa sawit RI juga mendapatkan tekanan dari menurunnya permintaan dari negara-negara importir. Yang paling memukul adalah India yang menaikkan tarif impor CPO dari 30% menjadi 44% per 1 Maret 2018. Tidak hanya itu, tarif impor produk turunan minyak sawit juga dikerek naik dari 40% menjadi 54%.
Padahal, India merupakan tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit RI. Masih mengutip data BPS, nilai ekspor ke India mencapai US$ 2,28 miliar pada periode Januari-Agustus 2018. Nilai itu nyaris mencapai 20% dari total nilai ekspor RI sebesar US$ 11,82 miliar di periode tersebut.
Saat harganya anjlok dan permintaan pun lesu, tak pelak nilai ekspor minyak kelapa sawit pun jatuh 12,21% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada periode Januari-Agustus 2018, mengutip data BPS.
Secara nominal, nilai ekspornya berkurang US$ 1,64 miliar, dari semula US$ 13,46 miliar (Januari-Agustus 2017) menjadi US$ 11,82 miliar (Januari-Agustus 208).
Apabila dikonversi ke kurs rupiah, nominal pengurangan itu mencapai Rp 22,87 triliun (menggunakan kurs rata-rata di pasar spot pada Januari-Agustus 2018 sebesar Rp 13.948,21/US$).
Lantas apa dampaknya penurunan ekspor tersebut bagi perekonomian RI? Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sempat menembus level MYR 2.600/ton pada awal Januari 2018, harga CPO kini harus susah payah bertahan di atas level MYR 2.000/ton. Pekan lalu, harga CPO malah tergelincir ke bawah level MYR 2.000/ton, untuk pertama kalinya sejak awal September 2015.
Tidak hanya persoalan harga, ekspor minyak kelapa sawit RI juga mendapatkan tekanan dari menurunnya permintaan dari negara-negara importir. Yang paling memukul adalah India yang menaikkan tarif impor CPO dari 30% menjadi 44% per 1 Maret 2018. Tidak hanya itu, tarif impor produk turunan minyak sawit juga dikerek naik dari 40% menjadi 54%.
Padahal, India merupakan tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit RI. Masih mengutip data BPS, nilai ekspor ke India mencapai US$ 2,28 miliar pada periode Januari-Agustus 2018. Nilai itu nyaris mencapai 20% dari total nilai ekspor RI sebesar US$ 11,82 miliar di periode tersebut.
Saat harganya anjlok dan permintaan pun lesu, tak pelak nilai ekspor minyak kelapa sawit pun jatuh 12,21% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada periode Januari-Agustus 2018, mengutip data BPS.
Secara nominal, nilai ekspornya berkurang US$ 1,64 miliar, dari semula US$ 13,46 miliar (Januari-Agustus 2017) menjadi US$ 11,82 miliar (Januari-Agustus 208).
Apabila dikonversi ke kurs rupiah, nominal pengurangan itu mencapai Rp 22,87 triliun (menggunakan kurs rata-rata di pasar spot pada Januari-Agustus 2018 sebesar Rp 13.948,21/US$).
Lantas apa dampaknya penurunan ekspor tersebut bagi perekonomian RI? Berikut ulasan Tim Riset CNBC Indonesia.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Most Popular