
ASEAN Akui Belanja Online Lintas Negara, Ini Detilnya
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
14 November 2018 12:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Para Menteri Ekonomi ASEAN menandatangani Perjanjian Niaga Elektronik (ASEAN Agreement on Electronic Commerce) di sela KTT ASEAN ke-33 di Singapura, Senin (12/11/2018). Dalam kesempatan tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita hadir mewakili Indonesia.
"Ini adalah perjanjian pertama di dunia yang ditandatangani dalam konteks regional Free Trade Agreement (FTA) yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang inovatif bagi perkembangan niaga elektronik. ASEAN yakin, dengan implementasi Perjanjian ini maka perekonomian Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya akan tumbuh pesat," ujar Mendag, dikutip dari siaran pers, Rabu (14/11/2018).
Enggar mengatakan, perjanjian ini antara lain mengatur perdagangan lintas batas antar negara anggota ASEAN, lokalisasi data, serta mendorong negara-negara di kawasan ASEAN untuk mewujudkan sistem pembayaran elektronik yang aman dan saling terintegrasi satu sama lain.
Dia menambahkan, perjanjian ini akan memberi ruang bagi seluruh anggota ASEAN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis e-commerce dengan menerapkan kebijakan nasional masing-masing yang sejalan dengan Perjanjian ini.
Enggar juga meyakini bahwa dampak positifnya akan signifikan bagi Indonesia, karena pada saat yang sama Indonesia sedang mendorong tumbuhnya aktivitas bisnis termasuk skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti usaha rintisan (startup).
Sesuai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik 2017-2019, Indonesia menargetkan untuk menjadi perekonomian digital terbesar pada 2020.
"UMKM diharapkan dapat memanfaatkan platform niaga elektronik di Indonesia dan ASEAN untuk dapat menembus pasar ASEAN dan global. Untuk itu, pemerintah akan mendorong upaya peningkatan daya saing UMKM," tambahnya.
Berdasarkan ringkasan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, terdapat setidaknya empat poin penting dari Perjanjian ini:
1. ASEAN Agreement on E-Commerce adalah implementasi dari Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2025 untuk meningkatkan kerjasama negara anggota di bidang e-commerce.
Tujuannya, memfasilitasi transaksi cross border e-commerce di ASEAN, mendorong terciptanya ekosistem e-commerce yang kondusif serta meningkatkan kerja sama antar negara ASEAN untuk mengembangkan e-commerce dan memanfaatkannya untuk menciptakan pertumbuhan inklusif dan mengurangi kesenjangan di ASEAN. Perjanjian ini juga memandang perlunya perlakuan yang adil bagi perdagangan barang online dan offline.
2. Perjanjian ini terdiri dari 19 artikel, dengan beberapa artikel terkait akses pasar, antara lain cross border transfer of information (art. 7.4), location of computing facilities (art. 7.6) dan electronic payment (art. 9). Ketentuan ini mewajibkan seluruh negara anggota ASEAN untuk tidak membatasi perpindahan data antar negara, tidak mensyaratkan lokalisasi computing facilities, dan mendorong sistem pembayaran elektronik yang aman, efisien, dan interoperable. Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian untuk tetap memberi ruang bagi kebijakan nasional masing-masing negara.
3. Isu customs duties yang mengatur pengenaan bea masuk untuk produk yang diperdagangkan melalui electronic transmission belum dimasukkan ke dalam Perjanjian ini karena negara anggota belum sepaham atas definisi electronic transmission dan mekanisme pemungutan bea masuknya. Negara anggota sepakat menjaga komitmen Moratorium WTO dan menyerahkan pembahasannya pada ASEAN Working Group on Customs.
4. Pada pertemuan ASEAN Coordinating Committee on E-Commerce (ACCEC) tanggal 6 November 2018, negara anggota yang menyatakan siap menandatangani Perjanjian adalah Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia dan Singapura, namun delegasi yang sudah memiliki full power baru Indonesia, Kamboja, dan Laos. Negara lainnya masih dalam tahap menyiapkan proses domestik.
(ray/ray) Next Article Mendag Lutfi Geram Blokir 2.400 Toko Online, Kenapa?
"Ini adalah perjanjian pertama di dunia yang ditandatangani dalam konteks regional Free Trade Agreement (FTA) yang bertujuan untuk memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang inovatif bagi perkembangan niaga elektronik. ASEAN yakin, dengan implementasi Perjanjian ini maka perekonomian Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya akan tumbuh pesat," ujar Mendag, dikutip dari siaran pers, Rabu (14/11/2018).
Enggar mengatakan, perjanjian ini antara lain mengatur perdagangan lintas batas antar negara anggota ASEAN, lokalisasi data, serta mendorong negara-negara di kawasan ASEAN untuk mewujudkan sistem pembayaran elektronik yang aman dan saling terintegrasi satu sama lain.
Dia menambahkan, perjanjian ini akan memberi ruang bagi seluruh anggota ASEAN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis e-commerce dengan menerapkan kebijakan nasional masing-masing yang sejalan dengan Perjanjian ini.
Enggar juga meyakini bahwa dampak positifnya akan signifikan bagi Indonesia, karena pada saat yang sama Indonesia sedang mendorong tumbuhnya aktivitas bisnis termasuk skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seperti usaha rintisan (startup).
Sesuai Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik 2017-2019, Indonesia menargetkan untuk menjadi perekonomian digital terbesar pada 2020.
"UMKM diharapkan dapat memanfaatkan platform niaga elektronik di Indonesia dan ASEAN untuk dapat menembus pasar ASEAN dan global. Untuk itu, pemerintah akan mendorong upaya peningkatan daya saing UMKM," tambahnya.
Berdasarkan ringkasan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, terdapat setidaknya empat poin penting dari Perjanjian ini:
1. ASEAN Agreement on E-Commerce adalah implementasi dari Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2025 untuk meningkatkan kerjasama negara anggota di bidang e-commerce.
Tujuannya, memfasilitasi transaksi cross border e-commerce di ASEAN, mendorong terciptanya ekosistem e-commerce yang kondusif serta meningkatkan kerja sama antar negara ASEAN untuk mengembangkan e-commerce dan memanfaatkannya untuk menciptakan pertumbuhan inklusif dan mengurangi kesenjangan di ASEAN. Perjanjian ini juga memandang perlunya perlakuan yang adil bagi perdagangan barang online dan offline.
![]() |
2. Perjanjian ini terdiri dari 19 artikel, dengan beberapa artikel terkait akses pasar, antara lain cross border transfer of information (art. 7.4), location of computing facilities (art. 7.6) dan electronic payment (art. 9). Ketentuan ini mewajibkan seluruh negara anggota ASEAN untuk tidak membatasi perpindahan data antar negara, tidak mensyaratkan lokalisasi computing facilities, dan mendorong sistem pembayaran elektronik yang aman, efisien, dan interoperable. Akan tetapi, terdapat beberapa pengecualian untuk tetap memberi ruang bagi kebijakan nasional masing-masing negara.
![]() |
3. Isu customs duties yang mengatur pengenaan bea masuk untuk produk yang diperdagangkan melalui electronic transmission belum dimasukkan ke dalam Perjanjian ini karena negara anggota belum sepaham atas definisi electronic transmission dan mekanisme pemungutan bea masuknya. Negara anggota sepakat menjaga komitmen Moratorium WTO dan menyerahkan pembahasannya pada ASEAN Working Group on Customs.
4. Pada pertemuan ASEAN Coordinating Committee on E-Commerce (ACCEC) tanggal 6 November 2018, negara anggota yang menyatakan siap menandatangani Perjanjian adalah Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia dan Singapura, namun delegasi yang sudah memiliki full power baru Indonesia, Kamboja, dan Laos. Negara lainnya masih dalam tahap menyiapkan proses domestik.
(ray/ray) Next Article Mendag Lutfi Geram Blokir 2.400 Toko Online, Kenapa?
Most Popular