
Kepala SKK Migas Curhat Sering Diomeli Menteri Jonan, Kenapa?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
07 November 2018 12:38

Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia dulu pernah berjaya sebagai negara pengekspor minyak mentah. Namun, seiring berjalannya waktu, kini kondisi berbalik. Indonesia pun menjadi net importir.
Hal tersebut, penyebabnya adalah banyaknya lapangan minyak di Indonesia yang usianya sudah sepuh. Akhirnya produksi pun tergerus.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengakui, lapangan minyak Indonesia saat ini memang cukup berisiko. Sebab, penemuan minyak di hulu kecil, sehingga butuh biaya yang besar untuk terus menggenjot.
"Sementara produksi tidak jalan, impor BBM terus naik karena populasi manusia bertambah dan konsumsi tetap," tutur Amien ketika menyampaikan sambutannya dalam sebuah diskusi energi di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Karena itu, tuturnya, dia meminta agar lapangan-lapangan tua ini diutak-atik agar tetap bisa berproduksi selain juga sambil mencari lapangan baru yang masih hijau.
"Jika tidak begitu, ya jadi impor saja terus. Tantangan kita produksi naik, discovery besar. Jadi paling enggak, coba lapangan eksisting diutak-atik. Sebanyak 47% lapangan kita umurnya di atas 25 tahun," jelasnya.
Situasi ini pun membuat Amien sering "disemprot" oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan. Jonan menegurnya, mempertanyakan kenapa biaya produksi mahal, tetapi produksinya kecil.
"Mature feed kita itu dibagian buntut saja, produksi turun, cost tidak turun. Saya dimarahi terus deh sama bos saya (Jonan)," ungkap Amien.
Lebih lanjut, Amien mengungkapkan kenapa atasannya itu marah karena memang saat menjabat sebagai orang nomor satu di Kementerian ESDM ini saat lapangan-lapangan yang dimaksud sudah memasuki usia 20 tahun ke atas. Salah satu lapangan tua yang ada di Indonesia adalah Sukowati yang dikelola PT Pertamina EP.
Padahal, jika melirik lapangan yang lain, sebut Amien masih ada yang masih hijau, produksinya juga masih banyak. Amien menyebut salah satu lapangan yang produksinya masih mengalir banyak adalah di Lapangan Banyu Urip.
"Beliau jadi menterinya pas di buntut, coba di depan. Coba analisisnya di Banyu Urip, produksinya naik, cost turun. Kan enak kan, tapi coba pegang Banyu Urip kira-kira 20 tahun lagi, ya sengsara juga," tandasnya seraya diiringi tawa.
(gus) Next Article Tahun 2030, Lifting Minyak RI Cuma 520 Ribu Barel
Hal tersebut, penyebabnya adalah banyaknya lapangan minyak di Indonesia yang usianya sudah sepuh. Akhirnya produksi pun tergerus.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengakui, lapangan minyak Indonesia saat ini memang cukup berisiko. Sebab, penemuan minyak di hulu kecil, sehingga butuh biaya yang besar untuk terus menggenjot.
"Sementara produksi tidak jalan, impor BBM terus naik karena populasi manusia bertambah dan konsumsi tetap," tutur Amien ketika menyampaikan sambutannya dalam sebuah diskusi energi di Jakarta, Rabu (7/11/2018).
Karena itu, tuturnya, dia meminta agar lapangan-lapangan tua ini diutak-atik agar tetap bisa berproduksi selain juga sambil mencari lapangan baru yang masih hijau.
"Jika tidak begitu, ya jadi impor saja terus. Tantangan kita produksi naik, discovery besar. Jadi paling enggak, coba lapangan eksisting diutak-atik. Sebanyak 47% lapangan kita umurnya di atas 25 tahun," jelasnya.
Situasi ini pun membuat Amien sering "disemprot" oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan. Jonan menegurnya, mempertanyakan kenapa biaya produksi mahal, tetapi produksinya kecil.
"Mature feed kita itu dibagian buntut saja, produksi turun, cost tidak turun. Saya dimarahi terus deh sama bos saya (Jonan)," ungkap Amien.
Lebih lanjut, Amien mengungkapkan kenapa atasannya itu marah karena memang saat menjabat sebagai orang nomor satu di Kementerian ESDM ini saat lapangan-lapangan yang dimaksud sudah memasuki usia 20 tahun ke atas. Salah satu lapangan tua yang ada di Indonesia adalah Sukowati yang dikelola PT Pertamina EP.
Padahal, jika melirik lapangan yang lain, sebut Amien masih ada yang masih hijau, produksinya juga masih banyak. Amien menyebut salah satu lapangan yang produksinya masih mengalir banyak adalah di Lapangan Banyu Urip.
"Beliau jadi menterinya pas di buntut, coba di depan. Coba analisisnya di Banyu Urip, produksinya naik, cost turun. Kan enak kan, tapi coba pegang Banyu Urip kira-kira 20 tahun lagi, ya sengsara juga," tandasnya seraya diiringi tawa.
(gus) Next Article Tahun 2030, Lifting Minyak RI Cuma 520 Ribu Barel
Most Popular