
Dapat Pinjaman Rp 24 T, Beban dan Risiko PLN Makin Tinggi
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
05 November 2018 14:30

Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah menerbitkan obligasi global dalam dua mata uang sekaligus, kini PT PLN (Persero) mendapat fasilitas pinjaman sindikasi US$ 1,62 miliar atau Rp 24,3 triliun (kurs Rp 15.000/US$) dari 20 bank internasional untuk digunakan dalam proyek 35.000 MW.
Pengamat energi Intitute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi mengatakan, tentunya hal tersebut akan membantu BUMN setrum itu untuk memperkuat cashflow atau keuangan perusahaan. Namun, ada hal penting lain yang perlu dicatat, yakni beban yang semakin bertambah.
"Mungkin benar kalau cashflow perusahaan masih kuat, tapi itu karena dapat injeksi, mulai dari global bond, dan sekarang pinjaman sindikasi. Tentu ini akan menambah beban perusahaan, apalagi semuanya dalam bentuk dolar," ujar Erika kepada media ketika dijumpai di Jakarta, Senin (5/11).
Mengapa bisa begitu? Elrika menjelaskan, meski cashflow masih kuat, tetapi perusahaan akan makin berisiko terpapar risiko dari volatilitas valuta asing, dalam hal ini khususnya adalah dolar AS yang trennya cenderung terus menguat.
"Berarti harus dilakukan lagi hedging, dan semakin menambah risiko terhadap valas," tutur Erika.
Ditambah lagi, lanjut Elrika, kinerja keuangan yang tercatat merugi di kuartal III 2018 ini, dan dipastikan akan terus merugi sampai akhir tahun, jika melihat bahwa beban naik lebih banyak dibanding pendapatannya.
"Jadi sebenarnya, tetap akan merugi kinerja keuangannya," pungkas Erika.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) kembali menerbitkan obligasi global (global bond) senilai US$ 1,5 miliar atau setara Rp 22,83 triliun. Hasil penerbitan akan digunakan untuk mendanai kebutuhan Investasi dan kebutuhan program 35.000 MW.
Global Bond tersebut diterbitkan dalam dua mata uang sekaligus, yaitu US$ dan Euro. Perinciannya US$ 500 juta dengan tenor 10 tahun 3 bulan, US$ 500 juta dengan tenor 30 tahun 3 bulan dan €500 juta dengan tenor 7 tahun, dan tingkat bunga masing-masing 5,375%, 6,25%, dan 2,875%.
"Pilihan pendanaan ini dinilai cukup tepat mengingat sebagian besar kebutuhan investasi peralatan pembangkit listrik masih harus diperoleh dari luar negeri," ujar Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN I Made Suprateka via keterangan resminya, Selasa (23/10/2018).
Tidak hanya itu, untuk program 35 ribu MW ini pun, perusahaan mendapat fasilitas pinjaman sindikasi US$ 1,62 miliar atau Rp 24,3 triliun (kurs Rp 15.000/US$) dari 20 bank internasional.
Fasilitas pinjaman ini terdiri dari fasilitas pinjaman berjangka (Term Loan Facility) senilai US$ 1,32 miliar dengan tenor 5 tahun dan Revolving Credit Facility senilai US$ 300 juta dengan tenor 3 tahun.
Total fasilitas pinjaman ini meningkat dari jumlah komitmen awal pihak Bank sebesar US$ 1,5 miliar, sebagai hasil dari proses sindikasi yang sangat sukses.
(gus) Next Article Lamban Sekali, Baru 24% Program 35 GW yang Beroperasi
Pengamat energi Intitute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Elrika Hamdi mengatakan, tentunya hal tersebut akan membantu BUMN setrum itu untuk memperkuat cashflow atau keuangan perusahaan. Namun, ada hal penting lain yang perlu dicatat, yakni beban yang semakin bertambah.
Mengapa bisa begitu? Elrika menjelaskan, meski cashflow masih kuat, tetapi perusahaan akan makin berisiko terpapar risiko dari volatilitas valuta asing, dalam hal ini khususnya adalah dolar AS yang trennya cenderung terus menguat.
"Berarti harus dilakukan lagi hedging, dan semakin menambah risiko terhadap valas," tutur Erika.
Ditambah lagi, lanjut Elrika, kinerja keuangan yang tercatat merugi di kuartal III 2018 ini, dan dipastikan akan terus merugi sampai akhir tahun, jika melihat bahwa beban naik lebih banyak dibanding pendapatannya.
"Jadi sebenarnya, tetap akan merugi kinerja keuangannya," pungkas Erika.
Sebelumnya, PT PLN (Persero) kembali menerbitkan obligasi global (global bond) senilai US$ 1,5 miliar atau setara Rp 22,83 triliun. Hasil penerbitan akan digunakan untuk mendanai kebutuhan Investasi dan kebutuhan program 35.000 MW.
Global Bond tersebut diterbitkan dalam dua mata uang sekaligus, yaitu US$ dan Euro. Perinciannya US$ 500 juta dengan tenor 10 tahun 3 bulan, US$ 500 juta dengan tenor 30 tahun 3 bulan dan €500 juta dengan tenor 7 tahun, dan tingkat bunga masing-masing 5,375%, 6,25%, dan 2,875%.
"Pilihan pendanaan ini dinilai cukup tepat mengingat sebagian besar kebutuhan investasi peralatan pembangkit listrik masih harus diperoleh dari luar negeri," ujar Executive Vice President Corporate Communication & CSR PLN I Made Suprateka via keterangan resminya, Selasa (23/10/2018).
Tidak hanya itu, untuk program 35 ribu MW ini pun, perusahaan mendapat fasilitas pinjaman sindikasi US$ 1,62 miliar atau Rp 24,3 triliun (kurs Rp 15.000/US$) dari 20 bank internasional.
Fasilitas pinjaman ini terdiri dari fasilitas pinjaman berjangka (Term Loan Facility) senilai US$ 1,32 miliar dengan tenor 5 tahun dan Revolving Credit Facility senilai US$ 300 juta dengan tenor 3 tahun.
Total fasilitas pinjaman ini meningkat dari jumlah komitmen awal pihak Bank sebesar US$ 1,5 miliar, sebagai hasil dari proses sindikasi yang sangat sukses.
(gus) Next Article Lamban Sekali, Baru 24% Program 35 GW yang Beroperasi
Most Popular