
PLN: Setiap Rupiah Melemah Rp 100/US$, Beban Naik Rp 1,2 T
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
01 November 2018 19:26

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) mengungkapkan betapa sensitifnya harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap keuangan perusahaan listrik tersebut.
Kepala Divisi Pengadaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi PLN, Chairani Rachmatullah, membeberkan setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100/US$, maka beban PLN bertambah Rp 1,2 triliun. Sementara jika setiap kenaikan harga minyak (ICP) US$ 1 per barel, maka beban keuangan yang ditanggung oleh BUMN setrum ini bertambah Rp 268 miliar.
Sebagai gambarannya, berarti jika ICP sebesar US$ 70 per barel, dengan harga gas yang dibeli PLN dari produsen sebesar 14,5% (sesuai dengan Permen ESDM 45/2017), maka harga gas yang dibeli yakni US$ 1,62 per mmbtu. Adapun, jika ICP menyentuh US$ 100 per barel, berarti harga gas yang dibeli PLN menjadi US$ 2,48 per mmbtu.
Sedangkan, untuk Tarif Dasar Listrik (TDL) tegangan rendah (TR) saat ini masih tetap yakni Rp 1.467,28 per kilo watt hour (kwh). Tarif ini tidak berubah hingga akhir tahun ini. Ini akan berdampak pada keuangan perusahaan.
Adapun, Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik nasional untuk 2017 tercatat Rp 1.025 per kwh. Chairani menilai, baru beberapa provinsi saja yang BPP-nya sudah di bawah BPP nasional, misalnya provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Sementara di luar Jawa seperti Aceh dan Kalimantan Timur masih memiliki BPP yang lebih tinggi dari nasional tahun ini.
Melihat kondisi ini, Chairani menilai, PLN masih akan tetap mengalami kerugian karena masih banyak daerah yang BPP-nya ada di atas BPP nasional.
Nah, untuk mengurangi besarnya kerugian tersebut, perusahaan telah mengatur siasat untuk menggunakan pembangkit listrik batu bara, apalagi dengan dukungan domestic market obligation (DMO) yang membuat cadangan batu bara untuk PLN cukup berlimpah.
Sebelumnya, PLN mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 18,48 triliun. Kinerja ini lebih buruk ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan mencatatkan laba bersih Rp 3,05 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia, kerugian PLN ini disebabkan karena pertumbuhan beban yang lebih tinggi ketimbang pendapatan perusahaan, dan juga selisih kurs.
Pada kuartal III-2018, jumlah pendapatan usaha mencapai Rp 200,92 triliun atau naik 6,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun.
Adapun jumlah beban usaha mencapai Rp 224,01 triliun atau naik 12% menjadi Rp 200,3 triliun. Beban terbesar masih berasal dari beban bahan bakar dan pelumas yang naik dari Rp 85,28 triliun menjadi Rp 101,88 triliun.
PLN juga menderita pembengkakan kerugian karena selisih kurs. Jika pada kuartal III-2017 rugi dari selisih kurs mencapai Rp 2,23 triliun, maka di kuartal III-2018 menjadi Rp 17,33 triliun.
Meski begitu Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, mengatakan PLN baik-baik saja. "Keuangan PLN kuat, cashflow kami masih banyak," ujarnya.
(wed/wed) Next Article Pemerintah Kucurkan Rp 3 T Untuk Insentif Biaya Listrik
Kepala Divisi Pengadaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi PLN, Chairani Rachmatullah, membeberkan setiap pelemahan rupiah sebesar Rp 100/US$, maka beban PLN bertambah Rp 1,2 triliun. Sementara jika setiap kenaikan harga minyak (ICP) US$ 1 per barel, maka beban keuangan yang ditanggung oleh BUMN setrum ini bertambah Rp 268 miliar.
Sebagai gambarannya, berarti jika ICP sebesar US$ 70 per barel, dengan harga gas yang dibeli PLN dari produsen sebesar 14,5% (sesuai dengan Permen ESDM 45/2017), maka harga gas yang dibeli yakni US$ 1,62 per mmbtu. Adapun, jika ICP menyentuh US$ 100 per barel, berarti harga gas yang dibeli PLN menjadi US$ 2,48 per mmbtu.
Adapun, Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik nasional untuk 2017 tercatat Rp 1.025 per kwh. Chairani menilai, baru beberapa provinsi saja yang BPP-nya sudah di bawah BPP nasional, misalnya provinsi yang ada di Jawa dan Bali. Sementara di luar Jawa seperti Aceh dan Kalimantan Timur masih memiliki BPP yang lebih tinggi dari nasional tahun ini.
Melihat kondisi ini, Chairani menilai, PLN masih akan tetap mengalami kerugian karena masih banyak daerah yang BPP-nya ada di atas BPP nasional.
Nah, untuk mengurangi besarnya kerugian tersebut, perusahaan telah mengatur siasat untuk menggunakan pembangkit listrik batu bara, apalagi dengan dukungan domestic market obligation (DMO) yang membuat cadangan batu bara untuk PLN cukup berlimpah.
Sebelumnya, PLN mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 18,48 triliun. Kinerja ini lebih buruk ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya di mana perusahaan mencatatkan laba bersih Rp 3,05 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia, kerugian PLN ini disebabkan karena pertumbuhan beban yang lebih tinggi ketimbang pendapatan perusahaan, dan juga selisih kurs.
Pada kuartal III-2018, jumlah pendapatan usaha mencapai Rp 200,92 triliun atau naik 6,94% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 187,88 triliun.
Adapun jumlah beban usaha mencapai Rp 224,01 triliun atau naik 12% menjadi Rp 200,3 triliun. Beban terbesar masih berasal dari beban bahan bakar dan pelumas yang naik dari Rp 85,28 triliun menjadi Rp 101,88 triliun.
PLN juga menderita pembengkakan kerugian karena selisih kurs. Jika pada kuartal III-2017 rugi dari selisih kurs mencapai Rp 2,23 triliun, maka di kuartal III-2018 menjadi Rp 17,33 triliun.
Meski begitu Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, mengatakan PLN baik-baik saja. "Keuangan PLN kuat, cashflow kami masih banyak," ujarnya.
(wed/wed) Next Article Pemerintah Kucurkan Rp 3 T Untuk Insentif Biaya Listrik
Most Popular