Jika Terbukti Lalai, Ini Sanksi Yang Bisa Menimpa Lion Air

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
31 October 2018 18:03
Tim Riset CNBC Indonesia memaparkan sederet regulasi yang sebenarnya sudah disusun oleh pemerintah, yang terkait sanksi pada Lion Air.
Foto: infografis/Sejarah Lion Air Bersama Boeing/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC IndonesiaIndustri penerbangan Indonesia kembali berduka pekan ini. Kemarin lusa, pesawat Lion Air nomor penerbangan JT-610 jurusan Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

Diketahui pesawat Lion Air berjenis Boeing 737 Max 8 jatuh dengan 189 orang di dalamnya setelah terbang selama 13 menit dari Jakarta. Tidak ada tanda-tanda korban yang selamat.

Sebagai informasi, pesawat tersebut diduga sudah bermasalah semalam sebelumnya.

Sebuah catatan teknis (technical log) untuk penerbangan sebelumnya (dari Bali ke Jakarta) hari Minggu (28/10/2018), menunjukkan, sebuah mesin tidak dapat diandalkan (unreliable) dan pilot harus menyerahkan kendali kepada co-pilot, BBC melaporkan setelah melihat catatan tersebut.

"Diidentifikasi bahwa instrumen CAPT (kapten) tidak dapat diandalkan dan menyerahkan kendali kepada FO (kopilot)," menurut catatan yang diterima BBC itu. "NNC dari Airspeed Tidak Dapat Diandalkan dan ALT (ketinggian) tidak sama."

Meski demikian, para kru memutuskan untuk melanjutkan penerbangan mereka dan mendarat dengan selamat di Jakarta. Namun, ternyata dalam perjalanan lanjutan ke Pangkal Pinang, pesawat tersebut akhirnya jatuh.

Jika Terbukti Lalai, Ini Sanksi Yang Bisa Menimpa Lion AirFoto: infografis/JATUHNYA LION AIR BOEING 737 MAX 8/Aristya Rahadian Krisabella


CEO Lion Air Group Edward Sirait pun sudah mengakui pesawat itu memang memiliki masalah teknis ketika terbang dari Denpasar ke Jakarta, tetapi ia menambahkan bahwa isu itu telah diselesaikan. Ia menolak menjelaskan mengenai apa kendala teknis tersebut.

"Jika pesawat rusak, tidak mungkin untuk mengizinkan pesawat untuk terbang dari Denpasar," katanya. "Ketika kami menerima laporan awak pesawat, kami segera memperbaiki masalahnya."

Adanya dugaan kesalahan teknis ini nampaknya berujung pada pembebastugasan Direktur Teknik dan pegawai teknisi Lion Air yang menangani penerbangan pesawat JT-610 jurusan Jakarta-Pangkal Pinang, oleh Menteri Perhubungan (Menhub).

"Hari ini kita akan bebas tugaskan Direktur Teknik Lion agar diganti dengan orang lain, juga perangkat teknik yang menerbangkan pesawat itu dan merekomendasikan penerbangan itu. Lalu kita juga akan mengintensifkan ramp check," kata Menhub Budi Karya.

Lantas, sudah cukupkah sanksi tersebut? Sejauh ini investigasi dan pemeriksaan resmi memang masih dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), namun Tim Riset CNBC Indonesia memaparkan sederet regulasi yang sebenarnya sudah disusun oleh pemerintah.

Sebagai permulaan, pertanggungjawaban kecelakaan pesawat sebenarnya bisa dikenakan kepada 3 pihak, yakni pengelola bandar udara, maskapai penerbangan, dan awak pesawat secara individu.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, sanksi pidana terhadap pihak yang bertanggung jawab terhadap kecelakaan sebenarnya sudah diatur pada pasal 401 - pasal 443 dalam UU tersebut.

Misalnya, seperti dituliskan pada Pasal 411: "Setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang, dan/atau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000."

Sebagai tambahan, ada juga sanski administratif berupa pembekuan sertifikat, dan/atau pencabutan sertifikat dari setiap pelanggar tersebut, seperti diatur dalam pasal 53 sendiri.

Kemudian, ada lagi pasal yang bisa berlaku bagi kasus Lion Air, yakni Pasal 438 ayat 1: "Kapten penerbang yang sedang bertugas yang mengalami keadaan bahaya atau mengetahui adanya pesawat udara lain yang diindikasikan sedang menghadapi bahaya dalam penerbangan, tidak memberitahukan kepada unit pelayanan lalu lintas penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 354 sehingga berakibat terjadinya kecelakaan pesawat udara dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun."

Diatur dalam ayat 2 pasal tersebut, apabila mengakibatkan matinya manusia, maka hukuman pidananya adalah penjara selama 10 (sepuluh) tahun.

Kemudian, bagaimana dengan maskapai penerbangan?

Di dalam Pasal 441 disebutkan bahwa "Tindak pidana di bidang penerbangan dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama."

Oleh karena itu, kesalahan kapten pesawat/personel yang menyebabkan kecelakaan pesawat dan kematian, dapat dituntut pertanggungjawaban pidananya ke korporasi. Mau bagaimanapun juga, tugas dan kewenangan yang dilakukan oleh kapten/personel yang bertindak atas nama korporasi atau kepentingan finansial korporasi.

Lalu apa hukumannya? Pada Pasal 443 disebutkan "Dalam hal tindak pidana di bidang penerbangan dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam bab ini."

Sesuai dengan pasal di atas, setidaknya korporasi juga perlu mendapatkan denda setidaknya tiga kali lipat dari kesalahan yang dilanggar. Seandainya yang dilanggar adalah pasal 411, maka denda pada Lion Air setidaknya sebesar Rp 1,5 triliun rupiah! Itu belum menghitung sanksi penjara bagi pengurus yang bertanggung jawab.

[Gambas:Video CNBC]

Sebagai tambahan, Kementerian Perhubungan juga telah mengeluarkan perintah audit terhadap PT Lion Mentari Airlines (sebagai pemegang sertifikat Air Operator Certificate/AOC) dan PT Batam Aero Technic (sebagai pemegang sertifikat Approval Maintenance Organization/AMO), pasca insiden jatuhnya Lion Air JT 610.

AOC adalah sertifikat izin terbang yang diberikan kepada maskapai maskapai yang mengoperasikan pesawat berkapasitas di atas 30 tempat duduk. Sedangkan AMO adalah sertifikat persetujuan pengoperasian perusahaan maintenance pesawat.

Apabila terbukti melakukan kesalahan, maka sanksi administratif tambahan dari mulai pembekuan, denda, hingga pencabutan sertifikat, harus diterima oleh pemegang sertifikat AOC dan AMO.

Sanksi-sanksi tersebut diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

(TIM RISET CNBC INDONESIA)    
(RHG/wed) Next Article Lion Air Sebut Satu Pilot Meninggal di RS, Terkena Corona?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular