
Kebut Proyek Gas Raksasa RI, Jonan Rapat 3 Putaran di Jepang
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
30 October 2018 13:10

Jakarta, CNBC Indonesia- Blok Masela merupakan satu dari dua megaproyek gas di Indonesia yang diandalkan untuk cegah impor gas di masa depan. Namun, sampai saat ini rencana pengembangan blok masih stagnan akibat masih ada yang belum disepakati terkait biaya antara pemerintah dan kontraktor.
Kebuntuan ini, diperkirakan bisa berakhir sebentar lagi. Pekan lalu, rombongan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Menteri Ignasius Jonan menyambangi Tokyo untuk bertemu dengan jajaran petinggi Inpex yang saat ini merupakan kontraktor blok Masela.
"Sebenarnya kunjungan ke Tokyo sebagai pembicara di konferensi, tapi kemudian dia gunakan waktu untuk bertemu dengan bos Inpex karena Masela stagnan. Padahal potensi cukup besar," ujar pengamat energi Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi yang ikut serta dalam rombongan, saat dihubungi, Selasa (30/10/2018).
Di sana, kata Fahmi, Jonan dan para pejabat ESDM rapat hingga 3 putaran. Putaran pertama adalah pertemuan Jonan dengan pimpinan Inpex, lalu pertemuan kedua dan ketiga membahas lebih rinci untuk tindak lanjut. "Rapat kedua ada Dirjen Migas dan SKK Migas membahas lebih teknis, dan ketiga lebih rinci kalimat per kalimat."
Inti pertemuan 3 putara itu adalah ESDM dan Inpex mencapai mutual understanding untuk pengembangan blok ini. Inpex, kata Fahmy, masih meminta insentif dan tambahan jangka waktu pada pemerintah. "Nah, Pak Menteri memberi jaminan bahwa insentif itu akan dibahas jika POD sudah diajukan dan selesai, jaminannya insentif akan ditentukan di situ," jelasnya.
Pembahasan berikutnya akan dilakukan di Jakarta, "Dan kedua pihak sepakat untuk percepat produksi di Masela. POD segera diajukan," jelasnya.
Seperti diketahui, pengembangan Lapangan Abadi di Blok Masela telah diputuskan sebagai salah satu dari 37 Prioritas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagaimana yang diatur dalam Perpres Nomor 58 Tahun 2017. Adapun, dari Lapangan Abadi, tercatat potensi cadangan gas hingga 6,97 triliun kaki kubik (TCF) dan kapasitas kilang hingga 9,5 juta ton per tahun (MTPA).
Namun pengembangan lapangan ini kerap tersandung dalam perjalanannya, sejak persetujuan POD 1 sementara diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 lalu pengembangan FLNG sempat jadi perdebatan alot. Yakni, perdebatan soal ditempatkan di darat atau di laut. Hingga akhirnya pada 2016, Presiden Joko Widodo memutuskan di tempatkan di darat. Namun sejak 2016 hingga saat ini, FLNG belum ada progres signifikan karena masih terbelit urusan biaya.
(roy) Next Article Jonan ke Jepang Temui Bos Inpex, Bahas Blok Masela
Kebuntuan ini, diperkirakan bisa berakhir sebentar lagi. Pekan lalu, rombongan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dipimpin oleh Menteri Ignasius Jonan menyambangi Tokyo untuk bertemu dengan jajaran petinggi Inpex yang saat ini merupakan kontraktor blok Masela.
"Sebenarnya kunjungan ke Tokyo sebagai pembicara di konferensi, tapi kemudian dia gunakan waktu untuk bertemu dengan bos Inpex karena Masela stagnan. Padahal potensi cukup besar," ujar pengamat energi Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi yang ikut serta dalam rombongan, saat dihubungi, Selasa (30/10/2018).
Di sana, kata Fahmi, Jonan dan para pejabat ESDM rapat hingga 3 putaran. Putaran pertama adalah pertemuan Jonan dengan pimpinan Inpex, lalu pertemuan kedua dan ketiga membahas lebih rinci untuk tindak lanjut. "Rapat kedua ada Dirjen Migas dan SKK Migas membahas lebih teknis, dan ketiga lebih rinci kalimat per kalimat."
Pembahasan berikutnya akan dilakukan di Jakarta, "Dan kedua pihak sepakat untuk percepat produksi di Masela. POD segera diajukan," jelasnya.
Seperti diketahui, pengembangan Lapangan Abadi di Blok Masela telah diputuskan sebagai salah satu dari 37 Prioritas dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sebagaimana yang diatur dalam Perpres Nomor 58 Tahun 2017. Adapun, dari Lapangan Abadi, tercatat potensi cadangan gas hingga 6,97 triliun kaki kubik (TCF) dan kapasitas kilang hingga 9,5 juta ton per tahun (MTPA).
Namun pengembangan lapangan ini kerap tersandung dalam perjalanannya, sejak persetujuan POD 1 sementara diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008 lalu pengembangan FLNG sempat jadi perdebatan alot. Yakni, perdebatan soal ditempatkan di darat atau di laut. Hingga akhirnya pada 2016, Presiden Joko Widodo memutuskan di tempatkan di darat. Namun sejak 2016 hingga saat ini, FLNG belum ada progres signifikan karena masih terbelit urusan biaya.
(roy) Next Article Jonan ke Jepang Temui Bos Inpex, Bahas Blok Masela
Most Popular