Sering Jadi Polemik, Ini 3 Faedah Jika Harga BBM Naik

Gustidha Budiartie & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 October 2018 21:10
Penyesuaian Harga BBM = Selamatkan Pertamina
Foto: Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati melakukan kunjungan ke SPBU Coco Kuningan, Jakarta Selatan, (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM Premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).

"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar (Premium) akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).

Mengapa demikian?

Pertama, pemerintah sebenarnya sudah menaikkan subsidi solar hingga Rp 2.000/liter pada tahun ini, dari sebelumnya Rp 500/liter. Akan tetapi, Fitch mengestimasikan bahwa kompensasi yang diterima Pertamina saat ini untuk BBM bersubsidi, hanya berkisar antara 60% - 75% dari harga pasar.

Alhasil, selisih harga yang ditanggung Pertamina (under-recoveries) khusus untuk BBM yang diregulasi (BBM Premium dan bersubsidi) akan jauh lebih tinggi pada tahun ini, dibandingkan dengan US$ 2 miliar (Rp 30,36 triliun) di tahun 2017.

Fitch memperkirakan under-recoveries yang akan ditanggung pertamina berada di kisaran US$ 1,2 miliar pada semester I-2018, dan akan menanjak lebih jauh di semester II-2018 seiring naiknya harga minyak mentah global.

Kedua, Pertamina memang sudah menetapkan harga Pertamax di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya menjadi Rp 10.400/liter, Pertamax Turbo Rp 12.250/ liter, Pertamina Dex Rp 11.850/liter, Dexlite Rp 10.500/liter, dan Biosolar Non PSO Rp 9.800/liter.

Kenaikan tersebut merupakan yang terbesar pada tahun ini, sekaligus menjadi kenaikan ke-empat pada tahun 2018.

Meski demikian, disparitas yang substansial antara harga BBM Premium/bersubsidi dan BBM Perta Series dapat mengakibatkan permintaan BBM Perta Series tertekan secara signifikan. Alhasil, kerugian di sektor hilir justru akan membengkak.

Ketiga, kenaikan harga minyak dunia memang akan membuat bisnis hulu Pertamina jadi lebih menguntungkan. Namun, Fitch berpendapat bahwa hal ini hanya akan mengompensasi sebagian saja dari kerugian sektor hilir yang lebih besar, secara jangka pendek.

Fitch mengekspektasikan divisi hilir Pertamina akan mengalami kerugian EBITDA di sepanjang 2018, apabila dibandingkan dengan profit sebesar US$ 2,1 miliar (Rp 31,88 triliun) di 2017. Hal ini terjadi bahkan dengan kondisi subsidi solar yang sudah dinaikkan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, Fitch mengestimasikan EBITDA Pertamina secara keseluruhan (mengecualikan dampak konsolidasi PT Perusahaan Gas Negara/PGN) akan jatuh di bawah US$ 6 miliar (Rp 91,08 triliun) di sepanjang 2018. Menurun drastis dari US$ 6,9 miliar (Rp 104,74 triliun) di 2017.

Berdasarkan riset Fitch tersebut, Tim Riset CNBC Indonesia mengambil kesimpulan bahwa dalam jangka pendek hingga menengah, berdarahnya keuangan Pertamina tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja. Bagaimanapun juga Pertamina adalah badan usaha yang dimiliki oleh negara.

Artinya, menurunnya kinerja keuangan Pertamina akan menimbulkan kerugian bagi RI sendiri. Pendapatan negara dari sisi dividen, pajak, dan sebagainya, sudah dipastikan akan mengalami tekanan. Terlebih, jika pendarahannya semakin parah, mau tidak mau pemerintah akan dipaksa menyuntikkan modal bagi Pertamina.

Di luar sisi finansial, tertekannya keuangan Pertamina akan mengakibatkan perusahaan pelat merah tersebut sulit melakukan investasi. Padahal, Pertamina kini sedang diberi tanggung jawab mengelola blok-blok strategis di tanah air. Belum lagi menghitung sejumlah proyek kilang minyak strategis yang saat ini sedang berproses.

Ujung-ujungnya produksi minyak Pertamina akan mentok di situ-situ saja, bahkan bukan tidak mungkin akan mengalami penurunan. Padahal, peningkatan produksi minyak dalam negeri merupakan syarat mutlak untuk lepas dari ketergantungan impor minyak yang masif dalam jangka panjang.

(NEXT) (RHG/gus)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular