Utak Atik Harga BBM, dari Rezim Suharto Hingga Jokowi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
11 October 2018 10:04
Utak Atik Harga BBM, dari Rezim Suharto Hingga Jokowi
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mengumumkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi (tapi ditanggung Pertamina) jenis premium menjadi Rp 7.000 per liter, dari posisi sebelumnya Rp 6.605 per liter, pada Rabu (10/10/2018).

Namun sejam kemudian, kementerian yang sama membatalkan rencana tersebut, dengan dalih bahwa Pertamina belum siap dengan kenaikan harga tersebut. Padahal, sumber dari Pertamina menyatakan bahwa pihaknya siap-siap saja dengan kebijakan tersebut.

Kebijakan poco-poco ini menjadikan pemerintahan saat ini yang paling tidak serius menaikkan harga Premium. Padahal, harga minyak mentah dunia telah meningkat sebesar 20% sepanjang tahun berjalan.

Menurut data yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia, selama era Orde Baru sampai dengan sekarang, kenaikan harga Premium secara akumulatif di era Jokowi merupakan yang terkecil. Harga Premium memang naik pada November 2014, dari Rp 6.500 ke Rp 8.500 per liter.

Namun, dia kemudian menaik-turunkan harganya mengikuti harga pasar karena BBM ini tidak lagi masuk sebagai produk yang disubsidi. Kecuali pada tahun ini jelang pertarungan politik tahun depan yang membuatnya diperlakukan layaknya barang subsidi.

Secara total, Jokowi menaikkan harga BBM tersebut 3 kali selama memerintah, tetapi juga menurunkannya selama 4 kali sehingga signifikansi kenaikan tersebut menjadi berkurang. Jika dirata-rata, Jokowi menaikkan harga BBM rakyat itu setiap 1 tahun 4 bulan.

Selama pemerintahannya itu, dia hanya menaikkan harga Premium sebesar 50 perak dari Rp 6.500 (warisan SBY) menjadi Rp 6.550 pada hari ini. Ini menjadikannya sebagai presiden dengan kenaikan harga Premium yakni hanya 1%.

Maklum saja. Setelah kenaikan tersebut, harga minyak Brent yang jadi acuan Indonesia justru anjlok dari US$77/barel (Oktober 2014) ke US$37/barel (Desember 2015), meski kemudian merangkak naik hingga US$83/barel pada Oktober saat ini.

Jokowi Presiden Paling Tak Serius Menaikkan Harga BBM Subsidi

Jika dibandingkan dengan presiden sebelumnya, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi terlihat kalah agresif. SBY menaikkan harga bensin Premium sebesar 370% yang dilakukan sebanyak tujuh kali, dalam 10 tahun masa pemerintahannya.

Artinya, dalam satu periode, SBY menaikkan harga BBM tersebut sebesar 185%. Frekuensi kenaikannya rata-rata adalah sekali setiap 1 tahun 5 bulan. Pada periode pemerintahan SBY, harga minyak dunia memang naik 54% dari US$50 (Oktober 2004) menjadi US$77/barel (Oktober 2014).


(NEXT)



Bagaimana dengan Presiden Megawati Soekarnoputri (Mega)? Dalam masa jabatannya selama 3 tahun 3 bulan, presiden perempuan pertama di Indonesia ini tercatat menaikkan harga Premium sebanyak 4 kali. Jika dirata-rata, Mega menaikkan harga BBM ini setiap 9 bulan 3 pekan.

Wajar saja, karena pada masa pemerintahannya harga minyak dunia naik 108,3% dari US$24 (Juli 2001) menjadi US$50 per barel (Oktober 2004).


Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menaikkan harga BBM subsidi dua kali atau rata-rata setiap 9 bulan 2 pekan selama masa pemerintahannya. Ini menjadi kenaikan harga paling intens dalam satu pemerintahan.

Padahal selama dia memimpin negeri ini, harga minyak mentah dunia hanya naik 9,1% dari US$22/barel (Oktober 1999) menjadi US$24/barel (Juli 2001).

Terakhir, Soeharto yang berkuasa selama 31 tahun 2 bulan tercatat menaikkan harga BBM subsidi sebanyak 32 kali. Dengan kata lain, presiden paling otoriter dalam sejarah NKRI ini menaikkan harga BBM subsidi setiap 11 bulan 3 pekan sekali.

Sementara itu, Presiden Sukarno tidak tercatat pernah menaikkan harga BBM subsidi. Demikian juga dengan Presiden B.J Habibie yang bahkan menurunkan harga Premium sekali dalam masa pemerintahannya yang singkat.

Dengan demikian, terlihat bahwa Gus Dur menjadi presiden dengan kenaikan harga Premium yang paling intens (setiap 9 bulan 2 pekan sekali), dan sebaliknya SBY paling panjang (17 bulan sekali) selama masa pemerintahan mereka.

Namun, Jokowi menjadi presiden yang paling kecil total kenaikan harga Premium-nya, yakni hanya 0,77% (Rp 50 per liter) selama 4 tahun. Sebaliknya, Suharto paling besar kenaikan harganya, yakni mencapai 199.900% selama 31 tahun pemerintahan tangan besinya.

Perlu dicatat, Jokowi juga menjadi presiden yang paling banyak menurunkan Premium, yakni sebanyak 4 kali. Penurunan sebanyak itu dilakukan setelah dia menaikkan harga BBM tersebut sebesar 30% atau Rp 2.000 per liter.

Rajinnya Jokowi memangkas harga Premium ini patut disayangkan karena sama artinya menyia-nyiakan pengorbanan para presiden sebelumnya yang telah bersusah-payah menaikkan harga BBM tersebut demi mengamankan anggaran negara dari beban subsidi.

Demi melihat rekam jejak tersebut, tidak terlalu mengherankan jika pada Rabu kemarin presiden populis itu kembali maju-mundur terkait penaikan harga Premium. Dalam kebijakan energi, terlalu banyak kepentingan politik yang membelenggu, terutama jika anda adalah petugas partai.  


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular