Kerap Bikin Pusing, Ini 3 Alasan RI Harus Hapus BBM Premium!
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
12 October 2018 18:51

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M,N, dan O, yang mengatur pemberlakukan standar emisi Euro 4 di Indonesia.
Peraturan itu ditetapkan berlaku untuk kendaraan berbahan bakar bensin pada September 2018, dan khusus untuk kendaraan berbahan bakar diesel diberlakukan pada awal 2021. Ketentuan tersebut berlaku baik bagi kendaraan angkutan ringan/kendaraan penumpang kecil (light duty vehicle) dan kendaraan angkutan berat/kendaraan besar (heavy duty vehicle).
Seperti diketahui, selama ini Indonesia masih mengadopsi standar Euro 2 sejak tahun 2005 lalu, yang berarti sudah sekitar 13 tahun Indonesia "setia"menggunakan standar yang rendah untuk emisi. Sebagai perbandingan, negara-negara maju di dunia saat ini sudah mengadopsi standar yang jauh lebih tinggi, bahkan dibandingkan dengan Euro 4 sekalipun.
Seperti contoh, negara-negara Uni Eropa saat ini telah mengadopsi standar Euro 6 yang berlaku untuk penjualan mobil baru dan mobil ringan komersial sejak September 2015.
Sebagai informasi, Euro adalah penamaan standarisasi emisi gas buang kendaraan yang digunakan untuk mengurangi polusi udara dari gas hasil pembuangan mesin kendaraan. Semakin tinggi standar Euro, maka semakin kecil kadar bahan pencemar atau pengurangan polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
Di Asia, Jepang telah menerapkan "Post New Long-Term Emission Standards" sejak 2010, yang berlaku bagi seluruh kendaraan angkutan ringan. Standar tersebut setara dengan batasan yang ditetapkan pada Euro 6.
Serupa dengan Negeri Sakura, Korea Selatan juga telah mengadopsi standar California's Non-Methane Organic Gases (NMOG) yang setara dengan Euro 6 untuk kendaraan berbahan bakar bensin, sejak 2009.
Dari benua Amerika, Amerika Serikat (AS) saat ini mulai mengadopsi standar US Tier 3 dari 2017-2025, yang berlaku untuk kendaraan hingga 14.000 lbs gross vehicle weight, atau untuk jenis kendaraan angkutan ringan. Sebagai catatan, standar US Tier 3 bahkan memiliki batasan yang lebih ketat dibandingkan Euro 6.
Bagaimana dengan negara Asia berkembang, termasuk negara-negara di Asia Tenggara? Saat ini China mengadopsi standar China 5, atau setara dengan Euro 5, dimana berlaku bagi kendaraan baru berbahan bakar bensin sejak Januari 2017. Sedangkan, untuk diesel baru efektif per Januari 2018.
Sebagai tambahan, Negeri Tirai Bambu akan mengadopsi standar baru bernama China 6 per Juli 2020. Standar baru tersebut akan menggabungkan komponen Euro 6 dan regulasi US Tier 2.
Dari Asia Selatan, India juga menerapkan standar Bharat IV (setara dengan Euro 4), yang berlaku untuk seluruh kendaraan angkutan ringan baru per April 2017. Seperti China, India juga menargetkan penerapan standar Bharat VI (setara dengan Euro IV) pada seluruh jenis kendaraaan baru pada April 2020.
Negara-negara tetangga pun ternyata sudah meninggalkan Indonesia. Vietnam telah lebih dulu mengadopsi Euro 4 sejak 1 Januari 2017 untuk kendaraan angkutan ringannya. Senada dengan Vietnam, Thailand juga menerapkan Euro 4 untuk kendaraan angkutan ringan, sementara untuk kendaraan angkutan beratnya masih mengunakan standar Euro 3.
Singapura, yang menjadi negara paling maju di kawasan ASEAN, bahkan telah mengadopsi Euro 6 sejak September 2017.
Melihat ulasan di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia memang sudah cukup jauh tertinggal dari penerapan regulasi emisi kendaraan bermotor dunia. Standar Euro 4 yang akan diterapkan minimal akan membuat RI sejajar dengan negara-negara tetangga, sekaligus akan mengurangi intensitas polusi udara.
Sayangnya, sejauh ini Pertamina belum memiliki BBM yang memenuhi kapasitas Euro IV yang ditetapkan Kementerian LHK, bahkan untuk sekelas Pertamax dan Pertamax Plus. Kedua jenis BBM itu memang memiliki Research Octane Number (RON) minimal 92 (sesuai yang disyaratkan KLHK), namun kandungan sulfurnya masih di atas 300 part per million (ppm). Padahal, standar KLHK maksimal hanya 50 ppm.
Nah, jika BBM sekelas Pertamax dan Pertamax Plus saja belum memenuhi standar Euro IV, lalu apa kabar Premium? Dengan kualitas RON 88, dan dengan kandungan sulfur bisa mencapai 500 ppm, Premium memang sudah amat tidak layak pakai. Konon ada yang mengatakan bahwa standar Euro 1 saja sebenarnya tidak bisa dipenuhi oleh Premium.
PT Pertamina (Persero) sebagai pemasok utama BBM dikabarkan telah mempersiapkan kilang-kilangnya untuk bisa menghasilkan BBM dengan standar Euro IV. Salah satunya pengembangan Refinery Unit V Balikpapan dengan investasi Rp 7 triliun. Selain itu, akhir tahun ini Kilang Cilacap juga ditarget selesai dikembangkan dan dapat menghasilkan BBM berstandar Euro 4 dengan kapasitas sekitar 300 ribu barel/hari.
Jika kilang-kilang di tanah air sudah siap memasok BBM yang memenuhi standar Euro IV, nampaknya sudah tidak ada alasan lagi menggunakan BBM Premium. (NEXT)
(gus)
Peraturan itu ditetapkan berlaku untuk kendaraan berbahan bakar bensin pada September 2018, dan khusus untuk kendaraan berbahan bakar diesel diberlakukan pada awal 2021. Ketentuan tersebut berlaku baik bagi kendaraan angkutan ringan/kendaraan penumpang kecil (light duty vehicle) dan kendaraan angkutan berat/kendaraan besar (heavy duty vehicle).
Seperti diketahui, selama ini Indonesia masih mengadopsi standar Euro 2 sejak tahun 2005 lalu, yang berarti sudah sekitar 13 tahun Indonesia "setia"menggunakan standar yang rendah untuk emisi. Sebagai perbandingan, negara-negara maju di dunia saat ini sudah mengadopsi standar yang jauh lebih tinggi, bahkan dibandingkan dengan Euro 4 sekalipun.
Sebagai informasi, Euro adalah penamaan standarisasi emisi gas buang kendaraan yang digunakan untuk mengurangi polusi udara dari gas hasil pembuangan mesin kendaraan. Semakin tinggi standar Euro, maka semakin kecil kadar bahan pencemar atau pengurangan polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
Di Asia, Jepang telah menerapkan "Post New Long-Term Emission Standards" sejak 2010, yang berlaku bagi seluruh kendaraan angkutan ringan. Standar tersebut setara dengan batasan yang ditetapkan pada Euro 6.
Serupa dengan Negeri Sakura, Korea Selatan juga telah mengadopsi standar California's Non-Methane Organic Gases (NMOG) yang setara dengan Euro 6 untuk kendaraan berbahan bakar bensin, sejak 2009.
Dari benua Amerika, Amerika Serikat (AS) saat ini mulai mengadopsi standar US Tier 3 dari 2017-2025, yang berlaku untuk kendaraan hingga 14.000 lbs gross vehicle weight, atau untuk jenis kendaraan angkutan ringan. Sebagai catatan, standar US Tier 3 bahkan memiliki batasan yang lebih ketat dibandingkan Euro 6.
Bagaimana dengan negara Asia berkembang, termasuk negara-negara di Asia Tenggara? Saat ini China mengadopsi standar China 5, atau setara dengan Euro 5, dimana berlaku bagi kendaraan baru berbahan bakar bensin sejak Januari 2017. Sedangkan, untuk diesel baru efektif per Januari 2018.
Sebagai tambahan, Negeri Tirai Bambu akan mengadopsi standar baru bernama China 6 per Juli 2020. Standar baru tersebut akan menggabungkan komponen Euro 6 dan regulasi US Tier 2.
Dari Asia Selatan, India juga menerapkan standar Bharat IV (setara dengan Euro 4), yang berlaku untuk seluruh kendaraan angkutan ringan baru per April 2017. Seperti China, India juga menargetkan penerapan standar Bharat VI (setara dengan Euro IV) pada seluruh jenis kendaraaan baru pada April 2020.
Negara-negara tetangga pun ternyata sudah meninggalkan Indonesia. Vietnam telah lebih dulu mengadopsi Euro 4 sejak 1 Januari 2017 untuk kendaraan angkutan ringannya. Senada dengan Vietnam, Thailand juga menerapkan Euro 4 untuk kendaraan angkutan ringan, sementara untuk kendaraan angkutan beratnya masih mengunakan standar Euro 3.
Singapura, yang menjadi negara paling maju di kawasan ASEAN, bahkan telah mengadopsi Euro 6 sejak September 2017.
Melihat ulasan di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia memang sudah cukup jauh tertinggal dari penerapan regulasi emisi kendaraan bermotor dunia. Standar Euro 4 yang akan diterapkan minimal akan membuat RI sejajar dengan negara-negara tetangga, sekaligus akan mengurangi intensitas polusi udara.
Sayangnya, sejauh ini Pertamina belum memiliki BBM yang memenuhi kapasitas Euro IV yang ditetapkan Kementerian LHK, bahkan untuk sekelas Pertamax dan Pertamax Plus. Kedua jenis BBM itu memang memiliki Research Octane Number (RON) minimal 92 (sesuai yang disyaratkan KLHK), namun kandungan sulfurnya masih di atas 300 part per million (ppm). Padahal, standar KLHK maksimal hanya 50 ppm.
Nah, jika BBM sekelas Pertamax dan Pertamax Plus saja belum memenuhi standar Euro IV, lalu apa kabar Premium? Dengan kualitas RON 88, dan dengan kandungan sulfur bisa mencapai 500 ppm, Premium memang sudah amat tidak layak pakai. Konon ada yang mengatakan bahwa standar Euro 1 saja sebenarnya tidak bisa dipenuhi oleh Premium.
PT Pertamina (Persero) sebagai pemasok utama BBM dikabarkan telah mempersiapkan kilang-kilangnya untuk bisa menghasilkan BBM dengan standar Euro IV. Salah satunya pengembangan Refinery Unit V Balikpapan dengan investasi Rp 7 triliun. Selain itu, akhir tahun ini Kilang Cilacap juga ditarget selesai dikembangkan dan dapat menghasilkan BBM berstandar Euro 4 dengan kapasitas sekitar 300 ribu barel/hari.
Jika kilang-kilang di tanah air sudah siap memasok BBM yang memenuhi standar Euro IV, nampaknya sudah tidak ada alasan lagi menggunakan BBM Premium. (NEXT)
(gus)
Next Page
Konsumsi BBM Premium Terus Turun
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular