
Internasional
Mengenal Nikki Haley, Perempuan Besi Calon Penantang Trump
Arys Aditya, CNBC Indonesia
10 October 2018 08:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Perkenalkan, Nimrata Randhawa. Sebagian orang menyebutnya musuh bagi kemanusiaan, karena pandangannya yang hawkish: propenggunaan senjata dan kekuataan militer dalam konflik antara Amerika Serikat dan lawan-lawan politiknya.
Nimrata lahir dari keluarga kosmopolit yang membuatnya menjadi pribadi yang kompleks. Ayah dan ibunya adalah imigran dari India, Ajit Singh Randhawa, dan Raj Kaur Randhawa. Sebelum pindah ke South Carolina, Nimrata adalah anak Kanada, tempat ayahnya bersekolah.
Ia pindah ke Paman Sam karena menerima gelar PhD dari University of South Carolina, tempat ia bertumbuh dan menjadi politisi jempolan. Dalam usia dewasanya, Nimrata memeluk dua keyakinan sekaligus: Sikh--yang merupakan warisan sejarah hidupnya--dan Protestan.
Sejak kecil, perempuan ini dipanggil Nikki oleh ayah, ibu dan dua saudaranya. Kelak, ia tersohor dengan nama Nikki Haley. Nama belakang itu ia dapatkan ketika menikah dengan Michael Haley.
Nikki Haley, semalam mengumumkan secara langsung kepada Presiden Donald J. Trump pengunduran diri sebagai duta besar AS untuk PBB, dan efektif pada akhir 2018. Pengumuman ini mengagetkan banyak orang.
Sejumlah besar media internasional menuliskan judul langkah Haley dengan kata mengangetkan, mendadak, tidak disangka dan sebagainya.
Ian Bremmer, salah satu analis politik berpengaruh sekaligus Chairman Eurasia Group, bahkan menulis di akun Facebook-nya: "Kaget mendengar pengunduran diri Nikki Haley. Ia adalah salah satu orang yang paling kapabel dan sukses yang ditunjuk oleh Pemerintahan [era Presiden Trump]".
Kiprah Nikki di PBB kerap menjadi sorotan. Sejak resmi menjabat sebagai dubes AS untuk PBB ke-29 pada Januari 2017, Anak imigran India ini kerap pasang badan untuk tiap kebijakan internasional kontroversial yang diambil oleh bosnya, Presiden Trump (yang dikenal ultrakonservatif, anti-imigran dan rasis).
Ketika Trump memutuskan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel ke wilayah sengketa Yerusalem yang diumumkan akhir tahun lalu dan efektif pada 14 Mei 2018, yang menunjukkan dukungan penuh Paman Sam atas pendudukan militer Israel atas Palestina, Nikki menunjukkan taringnya.
Dalam satu sidang PBB untuk membahas--atau tepatnya mengecam--langkah AS tersebut pada 17 Desember 2017, Nikki nyaris seorang diri melawan semua diplomat di ruangan tersebut.
Tak segan-segan, Nikki juga mengancam dan membidik sejumlah negara (kecil) yang memiliki ketergantungan terhadap AS apabila mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengecam langkah AS tersebut. AS, kata Nikki, tidak segan untuk mengambil langkah secara bilateral terhadap negara-negara pendukung resolusi.
"AS memindahkan kedutaan ke Yerusalem. Titik. Ketika voting untuk mengkritisi langkah kami dilakukan, kami akan mencatat siapa saja [taking names] yang mendukung [resolusi] tersebut," kata Nikki.
Seperti diduga, sebagian negara tidak kuat menahan ancaman Nikki. Tercatat, Paraguay, Guatemala, Republik Ceko, Rumania dan Honduras mengikuti jejak AS memindahkan kedutaan mereka. Dan resolusi DK PBB tidak pernah terbit karena selalu diveto oleh Nikki.
Tak hanya itu. Sebelum Trump menjalin hubungan mesra dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un, Nikki juga berulangkali mengancam Korut agar menghentikan uji coba nuklirnya. Kalau Korut tidak patuh, ujar Nikki, AS akan menggunakan kekuatan militer yang diperlukan untuk membuat Korut patuh.
Meski demikian, tidak dalam semua hal Nikki setuju dengan bosnya. BBC menyebut Nikki sebagai seorang internasional dan berperan besar menyokong Sekjen PBB Antonio Guterres dalam menghadapi agenda anti-globalisasi yang digulirkan oleh Trump.
Ketika masih menjabat sebagai Gubernur South Carolina, Nikki juga bukan pendukung Trump dalam pencalonan presiden dari Partai Republik pada 2016. Ia mendukung Marco Rubio yang menjadi lawan Trump.
Hingga momen pengumuman pengunduran diri yang disampaikan langsung oleh Trump, masih belum jelas benar apa alasan Nikki mundur.
Sebagian analis menyebut Nikki akan bertarung dengan mantan bosnya itu dalam Pemilihan Presiden 2020 nanti.
Namun, spekulasi ini dibantah sendiri oleh Nikki dalam konferensi pers pengunduran dirinya, bersama Presiden Trump, setelah keduanya berbicara di Oval Office, Gedung Putih. Nikki bahkan menyatakan akan berkampanye untuk Trump dalam Pilpres dua tahun mendatang, alih-alih melawannya.
Meski demikian, spekulasi lain menyebut bahwa langkah ini dianggap sebagai pelemahan terhadap Trump, yang akan menghadapi pemilu sela pada November 2018.
Apakah benar Nikki akan setia mendukung Trump di Pilpres 2020 nanti? Atau justru sebaliknya, menjadi penantang terhebat? Menarik untuk menunggu langkah Nikki berikutnya.
(roy/roy) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan
Nimrata lahir dari keluarga kosmopolit yang membuatnya menjadi pribadi yang kompleks. Ayah dan ibunya adalah imigran dari India, Ajit Singh Randhawa, dan Raj Kaur Randhawa. Sebelum pindah ke South Carolina, Nimrata adalah anak Kanada, tempat ayahnya bersekolah.
Ia pindah ke Paman Sam karena menerima gelar PhD dari University of South Carolina, tempat ia bertumbuh dan menjadi politisi jempolan. Dalam usia dewasanya, Nimrata memeluk dua keyakinan sekaligus: Sikh--yang merupakan warisan sejarah hidupnya--dan Protestan.
Sejumlah besar media internasional menuliskan judul langkah Haley dengan kata mengangetkan, mendadak, tidak disangka dan sebagainya.
Ian Bremmer, salah satu analis politik berpengaruh sekaligus Chairman Eurasia Group, bahkan menulis di akun Facebook-nya: "Kaget mendengar pengunduran diri Nikki Haley. Ia adalah salah satu orang yang paling kapabel dan sukses yang ditunjuk oleh Pemerintahan [era Presiden Trump]".
Kiprah Nikki di PBB kerap menjadi sorotan. Sejak resmi menjabat sebagai dubes AS untuk PBB ke-29 pada Januari 2017, Anak imigran India ini kerap pasang badan untuk tiap kebijakan internasional kontroversial yang diambil oleh bosnya, Presiden Trump (yang dikenal ultrakonservatif, anti-imigran dan rasis).
Ketika Trump memutuskan untuk memindahkan Kedutaan Besar AS untuk Israel ke wilayah sengketa Yerusalem yang diumumkan akhir tahun lalu dan efektif pada 14 Mei 2018, yang menunjukkan dukungan penuh Paman Sam atas pendudukan militer Israel atas Palestina, Nikki menunjukkan taringnya.
![]() |
Dalam satu sidang PBB untuk membahas--atau tepatnya mengecam--langkah AS tersebut pada 17 Desember 2017, Nikki nyaris seorang diri melawan semua diplomat di ruangan tersebut.
Tak segan-segan, Nikki juga mengancam dan membidik sejumlah negara (kecil) yang memiliki ketergantungan terhadap AS apabila mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB untuk mengecam langkah AS tersebut. AS, kata Nikki, tidak segan untuk mengambil langkah secara bilateral terhadap negara-negara pendukung resolusi.
"AS memindahkan kedutaan ke Yerusalem. Titik. Ketika voting untuk mengkritisi langkah kami dilakukan, kami akan mencatat siapa saja [taking names] yang mendukung [resolusi] tersebut," kata Nikki.
Seperti diduga, sebagian negara tidak kuat menahan ancaman Nikki. Tercatat, Paraguay, Guatemala, Republik Ceko, Rumania dan Honduras mengikuti jejak AS memindahkan kedutaan mereka. Dan resolusi DK PBB tidak pernah terbit karena selalu diveto oleh Nikki.
Tak hanya itu. Sebelum Trump menjalin hubungan mesra dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un, Nikki juga berulangkali mengancam Korut agar menghentikan uji coba nuklirnya. Kalau Korut tidak patuh, ujar Nikki, AS akan menggunakan kekuatan militer yang diperlukan untuk membuat Korut patuh.
Meski demikian, tidak dalam semua hal Nikki setuju dengan bosnya. BBC menyebut Nikki sebagai seorang internasional dan berperan besar menyokong Sekjen PBB Antonio Guterres dalam menghadapi agenda anti-globalisasi yang digulirkan oleh Trump.
Ketika masih menjabat sebagai Gubernur South Carolina, Nikki juga bukan pendukung Trump dalam pencalonan presiden dari Partai Republik pada 2016. Ia mendukung Marco Rubio yang menjadi lawan Trump.
Hingga momen pengumuman pengunduran diri yang disampaikan langsung oleh Trump, masih belum jelas benar apa alasan Nikki mundur.
![]() |
Sebagian analis menyebut Nikki akan bertarung dengan mantan bosnya itu dalam Pemilihan Presiden 2020 nanti.
Namun, spekulasi ini dibantah sendiri oleh Nikki dalam konferensi pers pengunduran dirinya, bersama Presiden Trump, setelah keduanya berbicara di Oval Office, Gedung Putih. Nikki bahkan menyatakan akan berkampanye untuk Trump dalam Pilpres dua tahun mendatang, alih-alih melawannya.
Meski demikian, spekulasi lain menyebut bahwa langkah ini dianggap sebagai pelemahan terhadap Trump, yang akan menghadapi pemilu sela pada November 2018.
Apakah benar Nikki akan setia mendukung Trump di Pilpres 2020 nanti? Atau justru sebaliknya, menjadi penantang terhebat? Menarik untuk menunggu langkah Nikki berikutnya.
(roy/roy) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan
Most Popular