
India Naikkan Bea Impor, Apa Dampaknya ke RI?
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
01 October 2018 13:05

Untuk sebagian produk yang disebutkan sebelumnya, Indonesia merupakan salah satu pemasok utama ke India. Pada tahun 2017, India mengimpor lemari pendingin hingga US$27,75 juta (Rp 388,5 miliar) dari RI. Dengan capaian itu Indonesia berada di posisi ke-3 eksportir lemari pendingin terbesar ke India.
Kemudian, India juga mengimpor produk alas kaki dari RI dalam jumlah yang cukup signifikan, yakni mencapai US$16,8 juta (Rp 235,2 miliar) di tahun lalu.
Lantas, Indonesia berada di posisi ke-5 eksportir produk alas kaki ke Negeri Bollywood. Sementara itu, barang perhiasan dan alat pengeras suara made in Indonesia diimpor India masing-masing sebesar US$10,14 juta (Rp141,96 miliar) dan US$11,07 (Rp154,98 miliar).
Jumlah yang lumayan besar, meski RI bukanlah pemasok utama ke India untuk dua produk tersebut. Untuk produk-produk lainnya, ekspor RI ke India sebenarnya tidak terlalu signifikan. Misalnya saja produk AC yang hanya diimpor India senilai US$70 ribu (Rp 980 juta), ataupun koper/tas yang “hanya” sebesar US$970 ribu (Rp 13,58 miliar). Indonesia malah sama sekali tidak mengekspor bahan bakar turbin penerbangan ke India.
Meski demikian, secara nilai impor, Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara lainnya. Sehingga, sebenarnya RI masih bisa agak bernafas dengan kebijakan kenaikan bea masuk terbaru Negeri Bollywood.
Negara-negara yang berpotensi lebih terpukul adalah China, Uni Emirat Arab (UEA), Korea Selatan, dan Singapura. Akan tetapi, negara yang akan menderita paling parah tentunya China.
Pasalnya, hampir seluruh impor India untuk produk-produk yang disebutkan di atas didominasi oleh Negeri Tirai Bambu. Sebut saja AC yang diimpor hingga US$557,25 juta (Rp7,8 triliun) dari China. Atau impor mikrofon/alat pengeras dan produk alas kaki yang diimpor masing-masing senilai US$443,81 juta (Rp6,21 triliun) dan US$417,29 miliar (Rp5,84 triliun).
Itu belum menghitung impor koper/tas dan lemari pendingin dari Beijing, dengan total US$562,24 juta (Rp7,88 triliun). Dengan jumlah semasif itu, sudah jelas Negeri Panda menjadi negara paling rentan terhadap bea impor baru India.
Khusus untuk negara-negara selain China, ancaman datang dari bea masuk terhadap bahan bakar turbin penerbangan. India mengimpor komoditas ini hingga US$3,11 miliar (Rp43,5 triliun). Negara yang menjadi pemasok terbesar adalah UEA (US$799,84 juta), Korea Selatan (US$599,3 juta), dan Singapura (US$439,94 juta).
Kesimpulannya, secara keseluruhan Indonesia relatif masih aman dari aman dari bea impor teranyar India. Memang, ada dampak yang akan dirasakan RI (khususnya untuk produk lemari pendingin dan alas kaki), namun efeknya relatif masih terbatas.
Sebagai informasi, Indonesia hanya menyumbang 2,7% bagi impor alas kaki India di tahun lalu. Sementara, sumbangan bagi impor lemari pendingin India hanya berkisar 5% di periode yang sama.
Sejauh ini, RI justru berpotensi tertekan oleh bea impor bagi produk besi/baja yang dinaikkan oleh India pada awal bulan ini. Pasalnya, nilai impor India untuk besi/baja made in Indonesia mencapai US$288,41 juta (Rp4,04 triliun) pada tahun lalu. Nilainya bahkan jauh lebih besar dibandingkan impor produk alas kaki dan lemari pendingin. (NEXT)
(RHG/RHG)
Kemudian, India juga mengimpor produk alas kaki dari RI dalam jumlah yang cukup signifikan, yakni mencapai US$16,8 juta (Rp 235,2 miliar) di tahun lalu.
Lantas, Indonesia berada di posisi ke-5 eksportir produk alas kaki ke Negeri Bollywood. Sementara itu, barang perhiasan dan alat pengeras suara made in Indonesia diimpor India masing-masing sebesar US$10,14 juta (Rp141,96 miliar) dan US$11,07 (Rp154,98 miliar).
Meski demikian, secara nilai impor, Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara lainnya. Sehingga, sebenarnya RI masih bisa agak bernafas dengan kebijakan kenaikan bea masuk terbaru Negeri Bollywood.
Negara-negara yang berpotensi lebih terpukul adalah China, Uni Emirat Arab (UEA), Korea Selatan, dan Singapura. Akan tetapi, negara yang akan menderita paling parah tentunya China.
Pasalnya, hampir seluruh impor India untuk produk-produk yang disebutkan di atas didominasi oleh Negeri Tirai Bambu. Sebut saja AC yang diimpor hingga US$557,25 juta (Rp7,8 triliun) dari China. Atau impor mikrofon/alat pengeras dan produk alas kaki yang diimpor masing-masing senilai US$443,81 juta (Rp6,21 triliun) dan US$417,29 miliar (Rp5,84 triliun).
Itu belum menghitung impor koper/tas dan lemari pendingin dari Beijing, dengan total US$562,24 juta (Rp7,88 triliun). Dengan jumlah semasif itu, sudah jelas Negeri Panda menjadi negara paling rentan terhadap bea impor baru India.
Khusus untuk negara-negara selain China, ancaman datang dari bea masuk terhadap bahan bakar turbin penerbangan. India mengimpor komoditas ini hingga US$3,11 miliar (Rp43,5 triliun). Negara yang menjadi pemasok terbesar adalah UEA (US$799,84 juta), Korea Selatan (US$599,3 juta), dan Singapura (US$439,94 juta).
Kesimpulannya, secara keseluruhan Indonesia relatif masih aman dari aman dari bea impor teranyar India. Memang, ada dampak yang akan dirasakan RI (khususnya untuk produk lemari pendingin dan alas kaki), namun efeknya relatif masih terbatas.
Sebagai informasi, Indonesia hanya menyumbang 2,7% bagi impor alas kaki India di tahun lalu. Sementara, sumbangan bagi impor lemari pendingin India hanya berkisar 5% di periode yang sama.
Sejauh ini, RI justru berpotensi tertekan oleh bea impor bagi produk besi/baja yang dinaikkan oleh India pada awal bulan ini. Pasalnya, nilai impor India untuk besi/baja made in Indonesia mencapai US$288,41 juta (Rp4,04 triliun) pada tahun lalu. Nilainya bahkan jauh lebih besar dibandingkan impor produk alas kaki dan lemari pendingin. (NEXT)
(RHG/RHG)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular