Harga Minyak Dunia Meroket, Neraca Migas RI Makin Kepepet

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
26 September 2018 11:25
Kenaikan harga minyak dunia mengancam neraca dagang migas RI
Foto: CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia- Harga minyak dunia terus merangkak naik, berdasar perkembangan terakhir minyak Brent untuk kontrak per November sudah tembus US$ 81 per barel. Dengan kondisi politik global yang memanas, harga minyak diprediksi masih akan naik dan mengancam neraca perdagangan RI.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah menyebut konsumsi atau kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) RI mencapai 1,4 juta barel per hari. Sementara, produksi minyak bahkan tak capai 800 ribu barel per hari.


Rata-rata produksi minyak terakhir berada di 765 ribu-770 ribu barel per hari. Artinya, setiap hari RI harus impor minyak rata-rata 700 ribu barel per hari, terdiri dari impor BBM maupun minyak mentah.

Dengan tingginya harga minyak dunia, bisa dipastikan kekhawatiran timbul dari neraca dagang migas RI yang hingga Agustus terus-terusan mencetak defisit. Bahkan, menjadi biang kerok neraca perdagangan RI secara keseluruhan.

Bulan lalu, defisit perdagangan migas mencapai US$ 1,66 miliar.Bahkan secara year on year (YoY), impor migas Agustus naik 51,43% ke angka US$ 3,05 miliar. Sementara ekspornya, hanya tumbuh US$ 12,24%.

Ditarik secara historis, defisit perdagangan migas bulan lalu setidaknya merupakan yang terparah tahun ini. Apabila dibandingkan capaian bulan Juli 2018, defisit migas di Agustus 2018 sudah meningkat 35,18%.

Secara kumulatif, dari periode Januari-Juli 2018, defisit migas sudah defisit migas sudah mencapai US$8,35 miliar, atau sekitar Rp124,42 triliun menggunakan kurs rupiah saat ini. Nilai itu melambung sekitar 55% dari capaian di periode yang sama tahun lalu sebesar US$5,40 miliar. 

Harga Minyak Dunia Meroket, Neraca Migas RI Makin Kepepet Foto: Tim Riset CNBC Indonesia


Sebagai negara penyandang status net importir minyak, ada dua alasan yang mendorong membengkaknya defisit migas di tahun ini. Faktor tersebut adalah naiknya harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah.

Rata-rata harga minyak jenis Brent berada di kisaran US$45,17/barel di tahun 2016. Sedangkan, rata-rata harganya di tahun 2017 tercatat sebesar US$54,78/barel, atau terjadi peningkatan sebesar 21,27% YoY. Di sepanjang tahun berjalan ini, harga minyak Brent juga masih tercatat menanjak di kisaran 16,78% hingga perdagangan akhir pekan lalu, ke level US$78,13/barel.


Nah, dengan konsumsi dan impor yang belum ada tanda-tanda penurunan sementara harga minyak trennya terus meroket. Bisa dipastikan di bulan-bulan ke depan akan menjadi ancaman tersendiri buat RI.

Lantas, bagaimana sikap pemerintah?

Sampai hari ini, pemerintah masih belum menunjukkan sikap pastinya. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan masih memantau pergerakan harga minyak. "Ini kan masih September," kata dia saat dijumpai di hotel Pullman, Selasa (25/9/2018).

Djoko memaparkan untuk saat ini pemerintah masih berpatokan dengan kebijakan yang sudah diputuskan, untuk APBN 2019 masih memakai asumsi US$ 70, dan harga ICP (Indonesianerrd Crude Price) per Agustus 2018 juga masih di rata-rata US$ 69 per barel. "ICP juga kan selalu di bawah Brent kan," katanya. 

Untuk itu, lanjutnya, ia belum bisa memprediksi ke depan karena harga minyak masih bisa naik turun. "Bisa jadi nanti turun lagi ke US$ 60."

Pilihan kini ada di tangan pemerintah untuk menyiasati kenaikan harga minyak, tapi yang pasti saat harga minyak terus meroket neraca perdagangan migas RI semakin kepepet.



(roy) Next Article Agustus 2018, Defisit Migas RI Masih Parah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular