Paradoks, Fenomena Crazy Rich & Masalah Ketimpangan Indonesia

Alfado Agustio, CNBC Indonesia
25 September 2018 08:43
Paradoks, Fenomena Crazy Rich & Masalah Ketimpangan Indonesia
Foto: Cover/Crazy Rich Indonesia/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia- Fenomena orang-orang superkaya atau crazy rich memang menjadi magnet perhatian masyarakat, termasuk di Indonesia, saat ini. Istilah ini ramai dibicarakan seiring tayangnya film berjudul "Crazy Rich Asians", yang dibuat berdasarkan novel dengan judul yang sama karangan Kevin Kwan.

Berbicara tentang kaum jetset memang menarik, termasuk gaya hidup mereka sehari-hari. Lantas, bagaimana kita mengidentifkasi jumlah orang kaya di Indonesia?

Belum ada data yang menjelaskan secara pasti berapa jumlah orang kaya secara keseluruhan. Namun, Forbes telah mengidentifikasi 19 orang dengan nilai kekayaan terbesar di Indonesia.




Peringkat pertama dan kedua, ditempati oleh Hartono bersaudara dengan total kekayaan mencapai US$34,1 miliar. Disusul oleh Sri Prakash Lohia dengan kekayaan mencapai US$7 miliar. Kemudian ada Dato Sri Tahir dengan kekayaan mencapai US$3,5 miliar.
Nilai total kekayaan dalam daftar tersebut mencapai US$72,5 miliar atau Rp 1.073 triliun dengan asumsi kurs US$1 = Rp 14.800. Angka ini merupakan setengah dari total belanja Negara Indonesia di tahun 2018 yang berjumlah Rp 2.204,4 triliun.

Di saat yang sama, kita dikagetkan dengan fenomena kemiskinan dalam yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Teranyar, tiga warga meninggal dunia di pegunungan Maluku Tengah akibat busung lapar.

Kasus ini hanya merupakan fenomena gunung es dari masalah kemiskinan yang berada di Indonesia. Kemerdekaan yang diraih selama 73 tahun, belum dirasakan oleh keseluruhan masyarakat. Permasalahan ketimpangan menjadi masalah pelik yang belum terselesaikan hingga saat ini.


[Gambas:Video CNBC]

Lanjut...
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan yaitu rasio gini. Indeks yang dikembangkan oleh ilmuwan statistik asal Italia Corrado Gini mengukur besaran ketimpangan dengan perhitungan tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran ketimpangan sebagai berikut.



Berdasarkan kriteria di atas, semakin kecil rasio gini suatu negara berarti tingkat ketimpangan di negara tersebut semakin kecil. Artinya pemerintah mampu melakukan pemerataan, sehingga tingkat kesejahteraan terjaga.

Lalu bagaimana Indonesia? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018, indeks gini berada di posisi 0,389 atau masuk kategori ketimpangan rendah.



Indeks gini sempat menembus level tertinggi empat tahun terakhir pada September 2014 sebesar 0,411. Namun pada periode selanjutnya hingga Maret 2018 indeks gini menunjukkan kecenderungan tren penurunan hingga berada di bawah 0,40. Kondisi ini mencerminkan program-program pemerintah dalam pemerataan kesejahteraan mulai menuai hasil.

Tingkat kemiskinan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren penurunan. Per Maret 2018, jumlah penduduk miskin sebesar 25,92 juta jiwa atau 9,82%
 
Sejak tahun 2012 hingga 2016, presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia masih berada di posisi double digit. Namun pada tahun ini, pemerintah berhasil meraih prestasi dengan menurunkan tingkat kemiskinan hingga satu digit.

Lantas, apakah tugas pemerintah selesai? Tentu jawabannya belum. Masalah ketimpangan masih perlu diseriusi oleh pemerintah. Jika sebagian orang mampu mencapai level Crazy Rich, artinya orang lain memiliki kesempatan yang sama. Tinggal bagaimana bantuan serta fasilitas yang disediakan pemerintah, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

[Gambas:Video CNBC]
Setidaknya ada dua hal yang bisa disediakan pemerintah yaitu peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan bantuan modal. Peningkatan kualitas SDM berhubungan dengan tingkat pendidikan.
 
 
Berdasarkan data BPS per tahun 2017, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia di atas 15 tahun mayoritas telah menembus pendidikan SMA atau tingkatannya. Disusul oleh lulusan dari tingkat SD dan SMP. Sementara yang tidak tamat SD mencapai 11%.
 
Pemerintah sendiri di tahun 2018 ini telah menganggarkan dana pendidikan sebesar Rp 444 triliun. Angka ini meningkat sejak 2016 yang hanya sebesar Rp 370 triliun
 
 
Peningkatan anggaran, harusnya mampu meningkatan kualitas SDM di Indonesia. Namun faktanya, masyarakat yang berpendidikan SD masih cukup banyak. Hal ini yang mengakibatkan daya saing kita masih rendah. Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, 20% masyarakatnya telah menempuh pendidikan tinggi dan 56% nya berpendidikan menengah.
 
Ini menjadi tugas berat pemerintah bagaimana terus meningkatkan kualitas pendidikan Anggaran yang begitu melimpah, perlu direalisasikan menjadi output dalam bentuk peningkatan daya saing di dunia internasional.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular