
Paradoks, Fenomena Crazy Rich & Masalah Ketimpangan Indonesia
Alfado Agustio, CNBC Indonesia
25 September 2018 08:43

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur ketimpangan yaitu rasio gini. Indeks yang dikembangkan oleh ilmuwan statistik asal Italia Corrado Gini mengukur besaran ketimpangan dengan perhitungan tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengukuran ketimpangan sebagai berikut.
Berdasarkan kriteria di atas, semakin kecil rasio gini suatu negara berarti tingkat ketimpangan di negara tersebut semakin kecil. Artinya pemerintah mampu melakukan pemerataan, sehingga tingkat kesejahteraan terjaga.
Lalu bagaimana Indonesia? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2018, indeks gini berada di posisi 0,389 atau masuk kategori ketimpangan rendah.
Indeks gini sempat menembus level tertinggi empat tahun terakhir pada September 2014 sebesar 0,411. Namun pada periode selanjutnya hingga Maret 2018 indeks gini menunjukkan kecenderungan tren penurunan hingga berada di bawah 0,40. Kondisi ini mencerminkan program-program pemerintah dalam pemerataan kesejahteraan mulai menuai hasil.
Tingkat kemiskinan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren penurunan. Per Maret 2018, jumlah penduduk miskin sebesar 25,92 juta jiwa atau 9,82%
Sejak tahun 2012 hingga 2016, presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia masih berada di posisi double digit. Namun pada tahun ini, pemerintah berhasil meraih prestasi dengan menurunkan tingkat kemiskinan hingga satu digit.
Lantas, apakah tugas pemerintah selesai? Tentu jawabannya belum. Masalah ketimpangan masih perlu diseriusi oleh pemerintah. Jika sebagian orang mampu mencapai level Crazy Rich, artinya orang lain memiliki kesempatan yang sama. Tinggal bagaimana bantuan serta fasilitas yang disediakan pemerintah, bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
[Gambas:Video CNBC]
(alf/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Page
Pendidikan dan Bantuan Modal Usaha
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular