Ini Bukti Perang Dagang AS-China Telah Merusak Ekonomi Dunia

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
19 September 2018 17:08
Perlambatan Ekonomi Menular ke Mitra Dagang
Foto: REUTERS/Thomas Peter/File Photo
Melambatnya perekonomian China lantas menular ke negara-negara lainnya, khususnya pada negara-negara yang menjadi mitra dagang utama Negeri Tirai Bambu. Pasalnya, saat aktivitas industri China melambat, berarti permintaan impor bahan baku/barang modal akan menurun. Atau dengan kata lain, permintaan impor China pun akan mengendur.

Sama kasusnya seperti China yang menurunkan produksi industrinya kala permintaan impor dari AS menurun (akibat bea masuk), mitra-mitra dagang China pun pada akhirnya akan memangkas produksi barang-baranya akibat permintaan impor China mulai lesu. Pola ini seperti membentuk lingkaran setan.

Berdasarkan data UN Comtrade, mitra dagang utama China (untuk urusan importase) adalah Korea Selatan dan Jepang. Pada tahun lalu, China mengimpor barang-barang dari Jepang dan Korea Selatan, masing-masing sebesar US$165,79 miliar dan US$177,55. Nilai impor sebesar itu merupakan yang tertinggi dibandingkan dari negara-negara lainnya.



Benar saja, kedua negara itu juga ternyata sudah mulai tertular “virus” perang dagang AS-China. Meski belum separah apa yang dialami China, namun gejalanya mulai terlihat.

Data pendahuluan Indeks Manufacturing Purchasing Manager Index (PMI) Jepang jatuh ke level 51,6 pada Juli 2018. Capaian itu merupakan yang terlemah dalam 1,5 tahun terakhir, atau sejak November 2016.

Meski kemudian data final bulan Juli 2018 direvisi ke angka 52,3, namun tetap saja angka itu merupakan yang terendah sejak Agustus 2017.

Senada dengan melambatnya indeks PMI Manufaktur Jepang, produksi industri Jepang juga tercatat terkontraksi sebesar 0,9% YoY di bulan Juni 2018. Pertumbuhan itu merupakan yang terlambat dalam 1,5 tahun atau sejak Oktober 2016.

Nasib Korea Selatan tidak jauh berbeda. Setelah mampu bertahan di atas level 50 pada periode Januari-Februari 2018, indeks PMI Manufaktur Korea Selatan kembali jeblok ke jurang kontraksi (nilai di bawah 50) sejak bulan Maret 2018. 
Pada bulan Juli 2018, indeks ini bahkan menyentuh level 48,3, yang menjadi rekor terendah dalam 1,5 tahun atau sejak November 2016.

Apabila melihat data produksi industri Korsel, gambarannya malah lebih mengkhawatirkan lagi. Pertumbuhan produksi industri Negeri Ginseng terkontraksi sebesar 6,8% YoY pada Februari 2018, level terlambat dalam lima tahun terakhir atau sejak Februari 2013.

Jika dirata-ratakan, pertumbuhan produksi industri Korsel tercatat minus -0,54% YoY dalam periode Januari-Juli 2018. Nilai itu bertolak belakang 180 derajat dari rata-rata pertumbuhan sebesar 3,2% pada periode Januari-Juli 2017.




Data-data di atas lantas menunjukkan bahwa sebenarnya Jepang dan Korea Selatan juga mulai terdampak oleh pusaran perang dagang yang semakin kencang.

Apabila bea masuk baru yang lebih masif jadi dieksekusi, perlambatan ekonomi kedua negara Macan Asia ini bisa semakin parah. Bahkan, bukan tidak mungkin “virus” perang dagang akhirnya menular ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Pasalnya, Jepang, Korea Selatan, dan China, merupakan destinasi ekspor utama RI.

Sekarang semuanya tergantung seberapa besar “daya tahan tubuh” RI menahan “virus” perang dagang yang mulai mewabah tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(RHG/prm)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular