
Terjadi Ratusan Pencurian Minyak, SKK Teken MoU dengan Polri
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
17 September 2018 13:13

Jakarta, CNBC Indonesia- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) kembali menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk membantu mengamankan obyek vital di sektor energi, khususnya sektor migas.
"Nota kesepahaman dengan Polri ini sudah dilakukan sejak 2004. Ini perpanjangan yg ke-4. Telah terlaksana 14 kerja sama khusus dengan kepolisian daerah untuk mengamankan wilayah kerja KKKS," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi kepada media saat dijumpai di Jakarta, Senin (17/9/2018).
Lebih lanjut, ia mengatakan, meski sudah mendapat pengamanan, masih ada saja gangguan yang terjadi. Amien menuturkan, pihaknya mencatat pada Agustus 2018 lalu, ada 328 gangguan, misalnya pencurian peralatan minyak lewat pipa, penutupan jalan, penghentian operasi, dan lain sebagainya.
Ia menilai, masib banyak kegiatan ilegal driling, atau penyulingan ilegal, yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara. Sehingga, lanjut Amien, perpanjangan kerja sama kali ini diharapkan dapat mengurangi dan menghentikan gangguan tersebut.
"2019 pemilu, tentu situasi kondisi tidak bagus akan timbulkan gesekan yang tidak perlu, sehingga akhirnya memengaruhj iklim investasi," kata Amien.
Sedangkan, di sektor hilir, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menambahkan, sejak 2013-2015 kerja sama Polri ini dilakukan, ada sekitar 3051 kasus, dengan barang bukti 16.740 jt kilo liter BBM, dan nilai estimasi Rp 150 miliar pengamanan uang negara.
Adapun, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuturkan, rantai panjang dalam produksi migas baik di hulu dan hilir butuh kemananan dari kepolisian, mulai dari langkah pre-emptive, seperti sosialisasi ke masyarakat agar semua langkah-langkah SKK Migas dan BPH Migas mendapat dukungan dari publik.
Kedua pengamanan preventif obyek-obyek di hulu maupun hilir yang dianggap penting untuk dijaga, dan ketiga melakukan langkah-langkah penegakkan hukum bila terjadi pelanggaran dan gangguan baik di hulu yakni produksi, maupun di hilir yakni distribusi.
"Kalau seandainya produksi bisa meningkat bagus, ini otomatis bisa mengurangi beban APBN. Negara tidak perlu impor kalau bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Sekarang negara lagi berupaya keras untuk tingkatkan produksi dan mengamankan subsidi tepat sasaran," pungkas Tito.
(gus) Next Article RUU Migas, ESDM Ingin Lembaga Hulu-Hilir Migas Terpisah
"Nota kesepahaman dengan Polri ini sudah dilakukan sejak 2004. Ini perpanjangan yg ke-4. Telah terlaksana 14 kerja sama khusus dengan kepolisian daerah untuk mengamankan wilayah kerja KKKS," ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi kepada media saat dijumpai di Jakarta, Senin (17/9/2018).
Ia menilai, masib banyak kegiatan ilegal driling, atau penyulingan ilegal, yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara. Sehingga, lanjut Amien, perpanjangan kerja sama kali ini diharapkan dapat mengurangi dan menghentikan gangguan tersebut.
"2019 pemilu, tentu situasi kondisi tidak bagus akan timbulkan gesekan yang tidak perlu, sehingga akhirnya memengaruhj iklim investasi," kata Amien.
Sedangkan, di sektor hilir, Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa menambahkan, sejak 2013-2015 kerja sama Polri ini dilakukan, ada sekitar 3051 kasus, dengan barang bukti 16.740 jt kilo liter BBM, dan nilai estimasi Rp 150 miliar pengamanan uang negara.
Adapun, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuturkan, rantai panjang dalam produksi migas baik di hulu dan hilir butuh kemananan dari kepolisian, mulai dari langkah pre-emptive, seperti sosialisasi ke masyarakat agar semua langkah-langkah SKK Migas dan BPH Migas mendapat dukungan dari publik.
Kedua pengamanan preventif obyek-obyek di hulu maupun hilir yang dianggap penting untuk dijaga, dan ketiga melakukan langkah-langkah penegakkan hukum bila terjadi pelanggaran dan gangguan baik di hulu yakni produksi, maupun di hilir yakni distribusi.
"Kalau seandainya produksi bisa meningkat bagus, ini otomatis bisa mengurangi beban APBN. Negara tidak perlu impor kalau bisa memenuhi permintaan dalam negeri. Sekarang negara lagi berupaya keras untuk tingkatkan produksi dan mengamankan subsidi tepat sasaran," pungkas Tito.
(gus) Next Article RUU Migas, ESDM Ingin Lembaga Hulu-Hilir Migas Terpisah
Most Popular