Internasional
Trump Kompori Lagi Isu Perang Dagang dengan China
Prima Wirayani, CNBC Indonesia
10 September 2018 06:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sepertinya belum akan segera menghentikan serangan dagangnya ke China.
Komentar yang ia keluarkan berbeda jauh dengan pernyataan diplomatis yang disampaikan penasihat ekonominya hari Jumat (7/9/2018) pekan lalu. Akibatnya, saham-saham Wall Street berjatuhan karena investor cemas perang dagang Trump akan melemahkan perekonomian.
AS sebenarnya telah mengenakan bea impor terhadap berbagai produk asal China senilai US$50 miliar (Rp 741 triliun). Bea masuk terhadap barang-barang tambahan senilai US$200 miliar sedang dipersiapkan dan akan segera dikenakan, ujar Trump, mengutip AFP.
Namun, ternyata Trump belum puas. Kepada wartawan yang bepergian dengannya ke Dakota Utara menggunakan pesawat Air Force One, ia mengatakan tarif terhadap produk lainnya senilai US$267 miliar siap berlaku bila ia perintahkan.
Itu berarti seluruh produk impor AS dari China akan dikenai bea masuk baru.
"Itu akan mengubah seluruh perhitungan," kata Trump.
Padahal, beberapa jam sebelumnya penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan pembicaraan dengan China sedang berlanjut untuk mengurai konflik dagang yang sedang terjadi. Ia juga mengungkapkan cukup punya harapan akan tercapainya solusi bersama.
"China saat ini adalah masalah yang jauh lebih besar," kata Trump. "Saya sangat keras terhadap China karena saya harus bersikap seperti itu."
Tenggat waktu untuk permintaan komentar publik terhadap rencana pengenaan tarif impor US$200 miliar produk China telah berakhir hari Kamis pekan lalu sehingga Trump bisa mengenakan bea masuk itu segera.
Ia sebelumnya telah mengancam akan mengenakan bea masuk terhadap seluruh impor dari China jika negara Tirai Bambu itu gagal menyelesaikan isu terkait pencurian teknologi AS dan pembatasan masuknya barang-barang dan investasi dari Negeri Paman Sam.
Sang presiden telah berulang kali menjadikan China obyek serangan kebijakan dagang protektifnya.
Ia terus meningkatkan tekanannya agar negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah AS itu mau mengubah kebijakan ekonominya sekaligus meningkatkan impor dari Washington. Harapannya adalah agar defisit perdagangan AS dengan China yang mencapai US$335 miliar dapat berkurang.
Sejauh ini, China tidak diam saja. Beijing telah membalas tindakan AS dengan mengenakan bea masuk terhadap berbagai produk Negeri Paman Sam dengan nilai yang sama persis.
Namun, fakta bahwa nilai impor barang AS oleh China yang tak sampai US$200 miliar membuatnya harus putar otak untuk menyiapkan serangan balasan selanjutnya.
Pelaku usaha memperingatkan bahwa China masih bisa menyerang melalui peraturannta dan upaya-upaya administratif lainnya. Selain itu, Beijing juga dapat melepas kepemilikan surat utang negara AS yang berjumlah sangat besar.
Kementerian Perdagangan China sendiri pada hari Kamis pekan lalu menyatakan siap membalas bila Trump benar-benar mengenakan bea masuk terbarunya.
Bila AS menerapkan bea impor baru terhadap China, China akan mengambil langkah balasan yang diperlukan," kata juru bicara kementerian, Gao Feng. Upaya itu akan termasuk pengenaan tarif masuk terhadap produk AS senilai US$60 miliar, tambahnya.
(prm) Next Article China: Sulit Bekerja Sama Bila AS Todongkan 'Pisau di Leher'
Komentar yang ia keluarkan berbeda jauh dengan pernyataan diplomatis yang disampaikan penasihat ekonominya hari Jumat (7/9/2018) pekan lalu. Akibatnya, saham-saham Wall Street berjatuhan karena investor cemas perang dagang Trump akan melemahkan perekonomian.
AS sebenarnya telah mengenakan bea impor terhadap berbagai produk asal China senilai US$50 miliar (Rp 741 triliun). Bea masuk terhadap barang-barang tambahan senilai US$200 miliar sedang dipersiapkan dan akan segera dikenakan, ujar Trump, mengutip AFP.
Itu berarti seluruh produk impor AS dari China akan dikenai bea masuk baru.
"Itu akan mengubah seluruh perhitungan," kata Trump.
Padahal, beberapa jam sebelumnya penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow mengatakan pembicaraan dengan China sedang berlanjut untuk mengurai konflik dagang yang sedang terjadi. Ia juga mengungkapkan cukup punya harapan akan tercapainya solusi bersama.
"China saat ini adalah masalah yang jauh lebih besar," kata Trump. "Saya sangat keras terhadap China karena saya harus bersikap seperti itu."
![]() Presiden AS Donald Trump |
Ia sebelumnya telah mengancam akan mengenakan bea masuk terhadap seluruh impor dari China jika negara Tirai Bambu itu gagal menyelesaikan isu terkait pencurian teknologi AS dan pembatasan masuknya barang-barang dan investasi dari Negeri Paman Sam.
Sang presiden telah berulang kali menjadikan China obyek serangan kebijakan dagang protektifnya.
Ia terus meningkatkan tekanannya agar negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia setelah AS itu mau mengubah kebijakan ekonominya sekaligus meningkatkan impor dari Washington. Harapannya adalah agar defisit perdagangan AS dengan China yang mencapai US$335 miliar dapat berkurang.
Sejauh ini, China tidak diam saja. Beijing telah membalas tindakan AS dengan mengenakan bea masuk terhadap berbagai produk Negeri Paman Sam dengan nilai yang sama persis.
Namun, fakta bahwa nilai impor barang AS oleh China yang tak sampai US$200 miliar membuatnya harus putar otak untuk menyiapkan serangan balasan selanjutnya.
Pelaku usaha memperingatkan bahwa China masih bisa menyerang melalui peraturannta dan upaya-upaya administratif lainnya. Selain itu, Beijing juga dapat melepas kepemilikan surat utang negara AS yang berjumlah sangat besar.
Kementerian Perdagangan China sendiri pada hari Kamis pekan lalu menyatakan siap membalas bila Trump benar-benar mengenakan bea masuk terbarunya.
Bila AS menerapkan bea impor baru terhadap China, China akan mengambil langkah balasan yang diperlukan," kata juru bicara kementerian, Gao Feng. Upaya itu akan termasuk pengenaan tarif masuk terhadap produk AS senilai US$60 miliar, tambahnya.
(prm) Next Article China: Sulit Bekerja Sama Bila AS Todongkan 'Pisau di Leher'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular