
AS Buat Lembaga Bantuan untuk Kurangi Pengaruh China
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
07 September 2018 19:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Usulan sebuah institusi pembangunan keuangan Amerika Serikat (AS) dengan kapitalisasi pinjaman sebesar US$60 miliar (Rp 890,6 triliun) bertujuan untuk menjadi "alternatif jelas" dari program Belt and Road China yang kontroversial, kata para pemangku kepentingan.
Usulan entitas, yang dikenal dengan nama International Development Finance Corporation (IDFC) AS, ingin berkonsolidasi dengan lembaga-lembaga AS yang berwenang terhadap modal publik dan swasta di negara-negara yang kurang berkembang.
Para pembuat kebijakan memperkenalkan gagasan itu di awal tahun ini melalui Pakta Better Utilization of Investments Leading to Development (BUILD) yang masih menunggu persetujuan Senat.
Upaya tersebut adalah bagian dari strategi Washington untuk menandingi peningkatan pengaruh China di luar negeri, khususnya di Asia. Pada bulan Juli, Gedung Putih mengumumkan pengeluaran infrastruktur sebesar $113 juta untuk kawasan Indo-Pasifik di tengah kekhawatiran yang menyebar tentang Beijing menggunakan investasi sebagai cara meraih tujuan geopolitik.
IDFC vs Belt and Road
Ketika berbicara dalam suatu acara yang diselenggarakan oleh think tank The Stimson Center di Washington pada hari Kamis (6/9/2018), para advokat untuk Pakta BUILD mengatakan institusi itu bisa memfasilitasi pembangunan ekonomi di negara-negara miskin dengan cara yang tidak dilakukan oleh investasi China.
Melalui kapasitasnya untuk bekerjasama dengan organisasi pembangunan keuangan lain di seluruh dunia, IDFC "akan menandingi One Belt, One Road China," menurut Ted Yoho, seorang anggota kongres untuk Florida dan Kepala Subkomite Hubungan Luar Negeri DPR untuk Asia dan Pasifik.
Upaya Beijing yang nampak untuk memposisikan dirinya sebagai hegemoni kawasan telah memicu kekhawatiran akan imperialism ekonomi. Namun, AS memiliki visi yang lebih bebas dan adil untuk Asia, katanya dalam pidato.
"AS semakin khawatir dengan upaya China di kawasan, tipe-tipe investasi yang mereka buat, apa yang mereka lakukan ke ekonomi-ekonomi yang berbeda dan apa yang dilakukannya untuk kepentingan strategis China," ujar Clete Willems, asisten khusus presiden untuk perdagangan internasional, investasi dan pembangunan di Dewan Keamanan Nasional.
"Kami ingin mencari cara untuk menyediakan pilihan dan alternatif yang jelas, dan itulah tujuan sebenarnya."
Besaran IDFC direncanakan dua kali lipat lebih dari Overseas Private Investment Corporation, instrument pembangunan keuangan yang sudah ada dan memiliki plafon $29 miliar. Tidak seperti pendahulunya, IDFC akan mendorong kemampuan membuat investasi ekuitas di luar negeri.
Institusi itu ingin mempekerjakan karyawan lokal dan mengkatalisasi uang sektor swasta secara transparan, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Modelnya adalah respons jelas untuk beberapa kritik terbesar di balik Belt and Road, yakni kebergantungan pada para karyawan China dan pinjaman tidak berkelanjutan yang tidak bisa dijangkau oleh para negara-negara peserta dalam jangka panjang.
Jika tidak bisa membayar, negara yang berhutang kemungkinan akan dipaksa untuk menjual aset strategis negara ke Beijing, seperti yang terjadi di Sri Lanka. Fenomena itu disebut sebagai diplomasi jebakan utang.
Masalah-masalah semacam itu muncul dari kesepakatan antar pemerintah (governments-to-governments/g2g) yang digunakan China, kata Conor Savoy yang menjabat sebagai Direktur Kebijakan dan Pembelaan di perusahaan investasi Global Innovation Fund. Dia berkata investasi swasta, seperti yang dipromosikan di bawah IDFC, lebih berkelanjutan.
Aktivitas proyek Belt and Road yang lebih lemah ketimbang perkiraan juga bisa menguntungkan AS.
Ada celah besar antara rencana resmi China dan aktivitas nyata di lapangan, kata laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS) di bulan September. "Masalah pengendalian Beijing bisa menjadi peluang Washington," tambahnya.
Dalam hal besaran, Washington masih belum bisa menandingi Beijing. Bahkan ketika dikombinasikan, usulan portfolio IDFC sebesar $60 miliar dan dana $113 juta yang diumumkan pada bulan Juli masih lebih kecil dibanding Belt and Road yang nilainya triliunan dolar.
Namun, negara-negara berkembang yang memerlukan mitra pendanaan seharusnya tidak hanya fokus pada angka dolar saja, kata para pendukung BUILD.
Negara-negara "perlu melihat secara keseluruhan dan mempertanyakan kesepakatan mana yang akan lebih menguntungkan untuk perekonomian mereka dalam jangka panjang," kata Willems, merujuk pada visi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dari Presiden AS Donald Trump.
"Jika Anda mengukurnya dengan standar tersebut, kita akan melaju jauh ke depan," katanya.
(hps) Next Article China Hentikan Investigasi Impor Gandum AS
Usulan entitas, yang dikenal dengan nama International Development Finance Corporation (IDFC) AS, ingin berkonsolidasi dengan lembaga-lembaga AS yang berwenang terhadap modal publik dan swasta di negara-negara yang kurang berkembang.
Para pembuat kebijakan memperkenalkan gagasan itu di awal tahun ini melalui Pakta Better Utilization of Investments Leading to Development (BUILD) yang masih menunggu persetujuan Senat.
IDFC vs Belt and Road
Ketika berbicara dalam suatu acara yang diselenggarakan oleh think tank The Stimson Center di Washington pada hari Kamis (6/9/2018), para advokat untuk Pakta BUILD mengatakan institusi itu bisa memfasilitasi pembangunan ekonomi di negara-negara miskin dengan cara yang tidak dilakukan oleh investasi China.
Melalui kapasitasnya untuk bekerjasama dengan organisasi pembangunan keuangan lain di seluruh dunia, IDFC "akan menandingi One Belt, One Road China," menurut Ted Yoho, seorang anggota kongres untuk Florida dan Kepala Subkomite Hubungan Luar Negeri DPR untuk Asia dan Pasifik.
Upaya Beijing yang nampak untuk memposisikan dirinya sebagai hegemoni kawasan telah memicu kekhawatiran akan imperialism ekonomi. Namun, AS memiliki visi yang lebih bebas dan adil untuk Asia, katanya dalam pidato.
"AS semakin khawatir dengan upaya China di kawasan, tipe-tipe investasi yang mereka buat, apa yang mereka lakukan ke ekonomi-ekonomi yang berbeda dan apa yang dilakukannya untuk kepentingan strategis China," ujar Clete Willems, asisten khusus presiden untuk perdagangan internasional, investasi dan pembangunan di Dewan Keamanan Nasional.
"Kami ingin mencari cara untuk menyediakan pilihan dan alternatif yang jelas, dan itulah tujuan sebenarnya."
Besaran IDFC direncanakan dua kali lipat lebih dari Overseas Private Investment Corporation, instrument pembangunan keuangan yang sudah ada dan memiliki plafon $29 miliar. Tidak seperti pendahulunya, IDFC akan mendorong kemampuan membuat investasi ekuitas di luar negeri.
Institusi itu ingin mempekerjakan karyawan lokal dan mengkatalisasi uang sektor swasta secara transparan, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Modelnya adalah respons jelas untuk beberapa kritik terbesar di balik Belt and Road, yakni kebergantungan pada para karyawan China dan pinjaman tidak berkelanjutan yang tidak bisa dijangkau oleh para negara-negara peserta dalam jangka panjang.
Jika tidak bisa membayar, negara yang berhutang kemungkinan akan dipaksa untuk menjual aset strategis negara ke Beijing, seperti yang terjadi di Sri Lanka. Fenomena itu disebut sebagai diplomasi jebakan utang.
Masalah-masalah semacam itu muncul dari kesepakatan antar pemerintah (governments-to-governments/g2g) yang digunakan China, kata Conor Savoy yang menjabat sebagai Direktur Kebijakan dan Pembelaan di perusahaan investasi Global Innovation Fund. Dia berkata investasi swasta, seperti yang dipromosikan di bawah IDFC, lebih berkelanjutan.
Aktivitas proyek Belt and Road yang lebih lemah ketimbang perkiraan juga bisa menguntungkan AS.
Ada celah besar antara rencana resmi China dan aktivitas nyata di lapangan, kata laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS) di bulan September. "Masalah pengendalian Beijing bisa menjadi peluang Washington," tambahnya.
Dalam hal besaran, Washington masih belum bisa menandingi Beijing. Bahkan ketika dikombinasikan, usulan portfolio IDFC sebesar $60 miliar dan dana $113 juta yang diumumkan pada bulan Juli masih lebih kecil dibanding Belt and Road yang nilainya triliunan dolar.
Namun, negara-negara berkembang yang memerlukan mitra pendanaan seharusnya tidak hanya fokus pada angka dolar saja, kata para pendukung BUILD.
Negara-negara "perlu melihat secara keseluruhan dan mempertanyakan kesepakatan mana yang akan lebih menguntungkan untuk perekonomian mereka dalam jangka panjang," kata Willems, merujuk pada visi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dari Presiden AS Donald Trump.
"Jika Anda mengukurnya dengan standar tersebut, kita akan melaju jauh ke depan," katanya.
(hps) Next Article China Hentikan Investigasi Impor Gandum AS
Most Popular