
Jonan Kejar Target Pembangunan Pembangkit Panas Bumi
Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
07 September 2018 11:01

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan minta pengembangan pembangkit panas bumi di Indonesia dapat ditingkatkan.
Hingga akhir tahun, dia menarget penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Penas Bumi (PLTP) bisa naik menjadi 2 gigawatt (GW), dengan masuknya beberapa pembangkit yang saat ini dalam tahap penyelesaian.
"Pengembangan panas bumi harus dipercepat, dan berbagai project segera dieksekusi, agar target kapasitas terpasang panas bumi sebesar 7.200 MW dan bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 bisa tercapai," kata Jonan di acara 6th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2018 di Jakarta Convention Center, Kamis (6/9/2018)
Saat ini, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 28,5 GW yang terdiri dari cadangan sebesar 17,5 GW dan sumber daya sebesar 11 GW. Sedangkan kapasitas terpasang PLTP mencapai 1.984,5 MW.
Jonan meminta, dalam pengembangan panas bumi, dapat dilakukan koordinasi lebih baik. Sebab, dia melihat kerap terjadi perdebatan antara pengembang yang mendapat penugasan dari pemerintah dengan PLN sebagai offtaker. Itu ia sebut membuat memakan waktu sehingga pembangunan terhambat.
"Selama dua tahun saya lihat proyek hampir selesai, lalu diskusi dengan PLN yang belum selesai. Saran saya dari awal duduk bersama, dibahas mulai awal sehingga pemahaman dari awal sudah sama. Daripada sudah hampir selesai lalu debat, nanti panjang lagi," ujar Jonan.
Dalam pengembangan PLTP, Jonan menyampaikan pengembang harus pula memastikan sosialisasi terhadap lingkungan sekitar dilakukan dengan baik. Jangan sampai sosialisasi yang tidak maksimal membuat pembangunan terhambat.
"Tolong berbicara, tolong sosialisasi, kepada lingkungan sekitar. Jangan tergantung pada upaya pemerintah semata. Kami akan bantu, tapi terutama sosialisasi masing-masing juga, terutama yang baru mulai," tutur Jonan.
Dalam kesempatan sama, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Ida Nuryatin Finahari menyebut capaian investasi panas bumi pada semester I-2018, di mana hasilnya pun ternyata tak begitu buruk.
Sepanjang semester I-2018 investasi panas bumi telah mencapai US$ 643 juta atau 52,96% dari target. Meski begitu, diakuinya masih ada hambatan terkait infrastruktur dalam kegiatan investasi di sektor energi terbarukan, khususnya untuk pembangkit listrik.
Ida mengatakan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan eksplorasi di daerah minim infrastruktur, berdampak pada harga tinggi listrik di hilir. Belum lagi, ada pula risiko eksplorasi yang dilakukan belum tentu berhasil, misalnya di pengembangan panas bumi.
"Kalau di hulu investasi hanya pengeboran, tapi risiko pengeboran fifty-fifty, ketemu atau tidak sumber daya panas buminya jadi memang risiko tinggi untuk eksplorasi," ujar Ida ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis (6/9/2018).
Dia menjelaskan, sumber daya panas bumi pun mayoritas terletak di wilayah yang sulit dijangkau. Misal area pegunungan, di mana akses transportasi masih terbatas. "Ini yang bikin panas bumi pengembangannya lama," tambahnya.
Ida optimistis target investasi sebesar US$ 1,2 miliar bisa tercapai pada akhir tahun. Terkait penghambatan impor yang akan berdampak pada pengembangan pembangkit, Ida tak merinci apakah akan ada proyek listrik energi baru yang tertunda. Namun dia berharap Kementerian Perindustrian dapat memacu industri dalam negeri tumbuh untuk sektor ketenagalistrikan agar pemenuhan TKDN bisa terdorong.
(gus) Next Article Kebut Pembangkit Panas Bumi, Jonan: Jangan Debat Lagi
Hingga akhir tahun, dia menarget penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Penas Bumi (PLTP) bisa naik menjadi 2 gigawatt (GW), dengan masuknya beberapa pembangkit yang saat ini dalam tahap penyelesaian.
Saat ini, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 28,5 GW yang terdiri dari cadangan sebesar 17,5 GW dan sumber daya sebesar 11 GW. Sedangkan kapasitas terpasang PLTP mencapai 1.984,5 MW.
Jonan meminta, dalam pengembangan panas bumi, dapat dilakukan koordinasi lebih baik. Sebab, dia melihat kerap terjadi perdebatan antara pengembang yang mendapat penugasan dari pemerintah dengan PLN sebagai offtaker. Itu ia sebut membuat memakan waktu sehingga pembangunan terhambat.
"Selama dua tahun saya lihat proyek hampir selesai, lalu diskusi dengan PLN yang belum selesai. Saran saya dari awal duduk bersama, dibahas mulai awal sehingga pemahaman dari awal sudah sama. Daripada sudah hampir selesai lalu debat, nanti panjang lagi," ujar Jonan.
Dalam pengembangan PLTP, Jonan menyampaikan pengembang harus pula memastikan sosialisasi terhadap lingkungan sekitar dilakukan dengan baik. Jangan sampai sosialisasi yang tidak maksimal membuat pembangunan terhambat.
"Tolong berbicara, tolong sosialisasi, kepada lingkungan sekitar. Jangan tergantung pada upaya pemerintah semata. Kami akan bantu, tapi terutama sosialisasi masing-masing juga, terutama yang baru mulai," tutur Jonan.
Dalam kesempatan sama, Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Ida Nuryatin Finahari menyebut capaian investasi panas bumi pada semester I-2018, di mana hasilnya pun ternyata tak begitu buruk.
Sepanjang semester I-2018 investasi panas bumi telah mencapai US$ 643 juta atau 52,96% dari target. Meski begitu, diakuinya masih ada hambatan terkait infrastruktur dalam kegiatan investasi di sektor energi terbarukan, khususnya untuk pembangkit listrik.
Ida mengatakan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan eksplorasi di daerah minim infrastruktur, berdampak pada harga tinggi listrik di hilir. Belum lagi, ada pula risiko eksplorasi yang dilakukan belum tentu berhasil, misalnya di pengembangan panas bumi.
"Kalau di hulu investasi hanya pengeboran, tapi risiko pengeboran fifty-fifty, ketemu atau tidak sumber daya panas buminya jadi memang risiko tinggi untuk eksplorasi," ujar Ida ketika ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis (6/9/2018).
Dia menjelaskan, sumber daya panas bumi pun mayoritas terletak di wilayah yang sulit dijangkau. Misal area pegunungan, di mana akses transportasi masih terbatas. "Ini yang bikin panas bumi pengembangannya lama," tambahnya.
Ida optimistis target investasi sebesar US$ 1,2 miliar bisa tercapai pada akhir tahun. Terkait penghambatan impor yang akan berdampak pada pengembangan pembangkit, Ida tak merinci apakah akan ada proyek listrik energi baru yang tertunda. Namun dia berharap Kementerian Perindustrian dapat memacu industri dalam negeri tumbuh untuk sektor ketenagalistrikan agar pemenuhan TKDN bisa terdorong.
(gus) Next Article Kebut Pembangkit Panas Bumi, Jonan: Jangan Debat Lagi
Most Popular