Program B20 Meluncur Hari Ini, Tapi Masih Saja Ada Masalah

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
31 August 2018 08:55
Program B20 akan diluncurkan hari ini.
Foto: REUTERS/Samsul Said
Jakarta, CNBC Indonesia - Mandatori B20 berlangsung mulai 1 September mendatang. Tetapi masih saja ada yang mengganjal. Misalnya, permasalahan yang ada di produsen yang kesulitan memasok bahan baku ke terminal Pertamina.

Sejumlah produsen dan penyalur sudah menandatangani kontrak pengadaan FAME (unsur nabati) untuk bahan baku B20. Pemerintah menetapkan pengadaan sebanyak 940.407 kiloliter bahan bakar solar dengan bauran 20% minyak sawit atau dikenal dengan nama program B20, pada periode September-Desember 2018.

Tetapi, Pertamina belum menandatangani karena ada beberapa perubahan. "Tadi dia mintanya 55 titik itu kan, terus bapak-bapak keberatan nih penyalur FAME karena biayanya dan jauh tempatnya," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto di kantornya, Rabu (29/8/2018).


Lalu, kata Djoko, sudah dirapatkan lagi di kantor Menko Darmin Nasution dan diputuskan untuk lokasinya disusutkan jadi 6 titik tidak perlu sampai 52 titik. "Jadi dikurangi, mereka maunya 6 titik besar atau utama saja."

Untuk volumenya, karena dikurangi dari 52 titik jadi 6 titik akan dihitung kembali. 6 titik itu pun nanti disepakati jadi titik hulu dengan kapasitas terminal yang besar dan kemungkinannya bisa ditambah 7 titik lagi. "Jadi bisa ada 13 titik," katanya.

Sehingga, produsen FAME hanya perlu memasok ke depo-depo besar.

Itu dari sisi produsen. Masalah juga datang dari pelaku usaha masih saja ada yang mengatakan belum mengetahui secara jelas ketentuan ini. Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan hingga saat ini belum ada sosiasi terkait aturan B20 ini.


"Belum. Belum ada sosialisai. Apa mau B20 saja, apakah masih ada solar subsidi lainnya, kita tidak tau nih, atau hanya pilihan subsidi dan tidak subsidi, yang subsidi B20, yang tidak subsidi Pertadex, kan [kalau seperti itu] jelas," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (30/8/2018).

Apabila masih diberikan dua pilihan bahan bakar yaitu B20 dan Pertadex, lanjutnya, ada kekhawatiran terkait keamanan dan kualitas solar terhadap mesin (engine) kendaraan. Untuk itu, dia menyebutkan salah satu antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan memasang teknologi tambahan.

Namun, dia menegaskan pada prinsipnya pengusaha truk mendukung kebijakan B20 ini. Namun, harus diikuti dengan sosialisai dan antisipasi.

Lain halnya dengan pengusaha bus. Sebelum aturan ini benar-benar diterapkan, Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan meminta jaminan dari agen pemegang merek (APM) bus yang menyatakan bahwa kandungan B20 aman untuk mesin kendaraan.


"Sering kali kalau ada permasalahan teknis pada sistem kompresi, oleh APM [disebut] kerusakan karena kualitas BBM [Bahan Bakar Minyak] yang tidak sesuai/jelek," tuturnya kepada CNBC Indonesia.

"Selain itu, pada sistem penyaringan/filter BBM sampai saat ini sering terjadi blocking [penyumbatan] karena gel dan kadang seperti berlumpur. Yang mana kami ketahui selama ini kualitas solar masih dengan B10, apa kabarnya kalau menjadi B20?," tambahnya.

Terlebih, lanjutnya, untuk mesin kendaraan berteknologi Euro 3 ke atas yang membutuhkan kualitas BBM yang sempurna.

"Hal yang terjadi sampai saat ini kami boros akan filter solar. Penggantian filter tidak sesuai rekomendasi perawatan APM [setiap 15.000 km]. Ini yang kami minta jaminan dari APM untuk memastikan partsnya sudah sesuai untuk penggunaan solar B20 dan sebaliknya," tegasnya.

PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia, selaku Agen Pemegang Merek (APM) mobil merek Mitsubishi menyatakan produk-produknya siap untuk mengonsumsi B20. Namun, pemilik mobil harus rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk perawatan kendaraannya.

Head of PC Technical Service & CS Support Section Mitsubishi Indonesia, Irwansyah Siregar, mengatakan biaya perawatan memang menjadi mahal karena frekuensi penggantian saringan bahan bakar (filter fuel) lebih sering.

"Frekuensi perawatan dan treatment fuel filter tidak bisa disamakan dengan penggunaan bahan bakar standar," kata dia, Kamis (30/8/2018).
(ray) Next Article Konsumsi B30 untuk Pembangkit PLN Terus Meningkat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular