Devisa Ekspor Sawit Januari-Juli 2018 Capai US$ 11,8 M

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
29 August 2018 12:51
Sepanjang tahun lalu, devisa hasil ekspor industri sawit US$ 22,9 miliar.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Seluruh Indonesia (Gapki) Djoko Supriyono mengungkapkan devisa hasil ekspor (DHE) produk kelapa sawit dan turunannya hingga Juli 2018 mencapai US$ 11,8 miliar.

Adapun sepanjang tahun lalu DHE sawit tercatat senilai US$ 22,9 miliar.

"Sebenarnya yang bisa menolong adalah volume ekspor, kalau meningkat mungkin bisa menyamai [nominal] tahun lalu karena harga [CPO global] tahun ini [turun] jauh. Kita berharap volume naik di sisa tahun ini, tapi bisa juga tidak naik, tergantung kondisi global," kata Djoko di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (29/8/2018).

Djoko mengatakan wacana mengenai pengembalian DHE untuk menolong defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) sebenarnya bukan hanya masalah mengenai uang yang masuk, tapi yang lebih penting bagi industri sawit adalah bagaimana mengurangi hambatan sekaligus memperbesar ekspor.


Dia menambahkan, pemerintah harus lebih intens melobi negara-negara tujuan ekspor utama supaya bisa mengurangi hambatan perdagangan dan volume ekspor dapat meningkat pesat.

"Contohnya dengan India, ekspor kita itu turun jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Itu harus dibereskan lebih dulu supaya ekspor kita ke sana pulih. Ekspor ke India itu turun hampir 30% di 2018. Jadi kalau itu dikembalikan sama dengan tahun lalu, kan bisa naik kembali 30%," jelasnya.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) ini berpendapat, semestinya dengan sistem letter of credit (L/C) maka DHE sawit pasti masuk semua ke dalam negeri, karena saat ini seluruh kegiatan ekspor wajib menggunakan L/C.

"Jadi seharusnya masuk semua, kecuali ada yang tidak pakai L/C, saya tidak tahu. Yang tahu persis sih harusnya Bank Indonesia," katanya.

Dia menyebutkan bahwa industri sawit juga masih membutuhkan dolar untuk membeli komponen impor bahan baku seperti pupuk, karena tidak semuanya diproduksi di Indonesia.

"Biaya untuk pupuk itu bisa sampai 35% dari biaya komponen produksi sawit. Kalau dari 35% itu komponen impornya bisa separuh, karena kan seperti fosfor, kalium, itu mesti impor. Jadi tak terhindarkan dengan faktor komponen impor," pungkasnya.
(ray/ray) Next Article Tak Bawa Pulang Devisa Ekspor, Kena Sanksi Tegas Sri Mulyani!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular