RI Bisa Paksa Devisa Ekspor Kembali ke Dalam Negeri

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
29 August 2018 11:02
Pada 2011, RI pernah membuat aturan yang memaksa DHE agar masuk kembali ke dalam negeri.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memberi sinyal untuk mengeluarkan aturan terkait devisa hasil ekspor (DHE), bila berbagai usaha yang telah dilakukan Bank Indonesia tidak membuahkan hasil memuaskan. Itu dilakukan untuk mengurangi risiko defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono. Dia mengatakan, Deputi I dan V Kemenko Bidang Perekonomian tengah mengkaji efektivitas berbagai instrumen yang telah dihadirkan BI untuk membuat DHE kembali ke dalam negeri.

"Kadang pengusaha karena pertimbangan bisnis, walau sudah ada penurunan, kan tetap memperhitungkan selisih. Makanya kami lihat apakah akan digunakan instrumen lain untuk mendorong enforcement," kata Susiwijono, Selasa (28/8/2018).



"Saya melihat, kalau itu [usaha BI] belum terlalu efektif, bisa pakai instrumen lain seperti yang dilakukan tahun 2011 dulu," tambahnya.

Pada 2011, lanjutnya, telah dilakukan cara yang dapat dikatakan sedikit memaksa dengan memungkinan perusahaan tidak mendapat layanan ekspor dari Ditjen Bea dan Cukai. Hal tersebut dia nilai efektif, karena saat itu capaian DHE yang kembali ke dalam negeri bisa lebih dari 90%.

"Dulu pernah kita tempuh aturan yang memungkinkan kalau tidak comply dengan kementerian atau lembaga lain, Bea Cukai punya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memungkinkan untuk tidak melayani ekspornya," jelas Susiwijono.

Walau dari segi angka tak berbeda jauh dengan pengembalian DHE saat ini, Susiwijono menyebut cara itu dapat mendorong penyelesaian masalah lain terkait DHE, yakni apakah DHE tersebut ditukarkan ke rupiah.

Dia mengakui, saat ini Pemerintah belum bisa mengatur kewajiban pengembalian DHE lebih dalam karena UU Lalu Lintas Devisa di Indonesia yang bersifat bebas. Itu berbeda dengan apa yang berlaku di beberapa negara tetangga seperti Malaysia serta Thailand, yang mengontrol betul devisa untuk masuk dan bertahan di dalam negeri.

"Itu UU tahun 1999 loh, kan saat itu habis krisis moneter dan konteksnya berbeda. Sekarang begitu semua negara merasa perlu mengontrol devisa ekspornya, kita merasa perlu untuk mengontrol itu sekarang," tuturnya.

UU Lalu Lintas Devisa itu sendiri dia akui sebagai kendala usaha Pemerintah. Seperti diketahui, saat ini aturan terkait pengemablian DHE hanya ada pada pelaporan. Setelah masuk ke dalam negeri, tidak ada aturan untuk menahannya.

"Jadi dulu teorinya, waktu 2011, kita minta masukin dulu, lapor. Kita tawarkan kemudahan-kemudahan daripada dibawa keluar, sehingga secara bisnis, logikanya, mereka tertarik untuk dananya [disimpan] di sini. Cuma tidak mudah, kita harus berkompetisi dengan fasilitas perbankan asing," ungkap Susiwijono.

Di sisi lain dia berharap aturan baru BI dengan merelaksasi pasar keuangan melalui penurunan swap rate bisa berdampak positif. Namun, bila hasilnya belum memuaskan, melakukan enforcement dengan tidak melayani ekspor bukan tidak mungkin diberlakukan kembali.

"Itu tidak memaksa, aturannya ada. Aturannya memungkinkan kalau tidak comply dengan KL lain, Bea Cukai berhak tidak melayani ekspornya," tutup Susiwijono.
(ray) Next Article Soal DHE, APBI: Sanksi Tak Sebanding dengan Insentif

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular