
RI Relaksasi Aturan, Impor Hortikultura AS Membanjir?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
20 August 2018 15:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah RI telah mengubah regulasi terkait impor produk hortikultura dan hewan di tingkat Peraturan Menteri sebagai tindak lanjut kepatuhan (compliance) atas putusan panel banding WTO terdahulu yang memenangkan gugatan AS dan Selandia Baru.
Peraturan terbaru yang telah diterbitkan adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64/2018 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 24/2018 tentang Ketentuan dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura serta Permendag No. 65/2018 dan Permentan No. 23/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Dengan kata lain, proses impor hortikultura di RI kini lebih mudah jika dibandingkan dengan masih adanya dua peraturan tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan perubahan kebijakan ini dilakukan memang karena keputusan panel WTO.
Kendati demikian, lanjutnya, peraturan ini diyakini tidak serta merta membuat RI kebanjiran produk hortikultura.
Dia menuturkan izin impor yang diberikan kepada importir, termasuk banyaknya produk, akan tetap mengacu pada kebutuhan konsumsi dan kemampuan produksi produk yang sama di dalam negeri.
Dia pun menegaskan kembali bahwa kedua Peraturan Menteri tersebut diubah karena putusan WTO mengharuskan Indonesia untuk tidak membatasi masa pengajuan izin dan masa pemasukan barang (importasi) produk hortikultura dan hewan, sebagaimana tercantum dalam peraturan sebelumnya.
"Bukan begitu. Karena kita kalah banding, kita diwajibkan mengubah peraturan, tidak boleh membatasi masa pengajuan izin dan masa importasinya. Soal nanti membanjir atau tidak, kan importir yang melakukan pemasukan barang," jelasnya di Hotel Borobudur, Senin (20/8/2018).
Oke menambahkan, Perwakilan Tetap RI (PTRI) telah mengirimkan surat pada perwakilan AS untuk WTO di Jenewa bahwa perubahan regulasi yang telah dilakukan dirasa pemerintah sudah cukup mematuhi (comply) putusan WTO terdahulu. Notifikasi tersebut telah dikirimkan pada 15 Agustus lalu.
"Jadi comply sejauh mana dan besarannya seberapa, yang menentukan nanti panel WTO. Ada panel compliance dan arbitrase," imbuhnya.
(ray/ray) Next Article Fasilitas GSP Belum Dimanfaatkan Secara Optimal, Mengapa?
Peraturan terbaru yang telah diterbitkan adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64/2018 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 24/2018 tentang Ketentuan dan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura serta Permendag No. 65/2018 dan Permentan No. 23/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan.
Dengan kata lain, proses impor hortikultura di RI kini lebih mudah jika dibandingkan dengan masih adanya dua peraturan tersebut.
Kendati demikian, lanjutnya, peraturan ini diyakini tidak serta merta membuat RI kebanjiran produk hortikultura.
Dia menuturkan izin impor yang diberikan kepada importir, termasuk banyaknya produk, akan tetap mengacu pada kebutuhan konsumsi dan kemampuan produksi produk yang sama di dalam negeri.
Dia pun menegaskan kembali bahwa kedua Peraturan Menteri tersebut diubah karena putusan WTO mengharuskan Indonesia untuk tidak membatasi masa pengajuan izin dan masa pemasukan barang (importasi) produk hortikultura dan hewan, sebagaimana tercantum dalam peraturan sebelumnya.
"Bukan begitu. Karena kita kalah banding, kita diwajibkan mengubah peraturan, tidak boleh membatasi masa pengajuan izin dan masa importasinya. Soal nanti membanjir atau tidak, kan importir yang melakukan pemasukan barang," jelasnya di Hotel Borobudur, Senin (20/8/2018).
Oke menambahkan, Perwakilan Tetap RI (PTRI) telah mengirimkan surat pada perwakilan AS untuk WTO di Jenewa bahwa perubahan regulasi yang telah dilakukan dirasa pemerintah sudah cukup mematuhi (comply) putusan WTO terdahulu. Notifikasi tersebut telah dikirimkan pada 15 Agustus lalu.
"Jadi comply sejauh mana dan besarannya seberapa, yang menentukan nanti panel WTO. Ada panel compliance dan arbitrase," imbuhnya.
(ray/ray) Next Article Fasilitas GSP Belum Dimanfaatkan Secara Optimal, Mengapa?
Most Popular