
Eropa Klaim Tak Lagi Diskriminasi Sawit RI
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
20 August 2018 13:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan masih mempelajari aturan terbaru Uni Eropa terkait penggunaan biofuel berbasis minyak sawit (CPO) yakni Renewable Energy Directive II (RED II).
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan Uni Eropa saat ini
"Mereka kan bahasanya tidak lagi mendiskriminasi biofuel berbasis CPO lebih awal di 2021, jadi semuanya sama [sawit dan minyak nabati lainnya], akan dikurangi pada tahun 2030. Dulu kan kita memprotes itu," ujar Oke usai Seminar Nasional Sawit di Hotel Borobudur, Senin (20/8/2018).
Menurut Oke, beleid terbaru Uni Eropa tersebut mengandung beberapa kriteria atau indikator baru, yang paling krusial adalah ketentuan mengenai perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land-use change/ILUC).
"Posisi kita saat ini, kita masih mempelajari ketentuan ILUC itu. Kita melihat apakah ada potensi diskriminasi dari situ. Jadi kalau kita merasa didiskriminasi oleh ILUC, kita akan lakukan hal yang sama," katanya.
Komisi Eropa dalam situsnya ec.europa.eu mendefinisikan ILUC sebagai proses perubahan penggunaan lahan dari yang tadinya hutan tropis atau padang rumput menjadi lahan tanaman pangan atau hortikultura (deforestasi). Ini dilakukan karena lahan tanaman tersebut dialihfungsikan sebagai lahan tanaman untuk memproduksi biofuel (contohnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia).
Komisi Eropa mengklaim proses ILUC berpotensi menghasilkan lebih banyak emisi CO2 karena padang rumput/hutan tropis yang tadinya menyerap CO2 dalam jumlah yang tinggi kini dikonversi menjadi lahan tanaman pangan.
(ray/ray) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan Uni Eropa saat ini
"Mereka kan bahasanya tidak lagi mendiskriminasi biofuel berbasis CPO lebih awal di 2021, jadi semuanya sama [sawit dan minyak nabati lainnya], akan dikurangi pada tahun 2030. Dulu kan kita memprotes itu," ujar Oke usai Seminar Nasional Sawit di Hotel Borobudur, Senin (20/8/2018).
Menurut Oke, beleid terbaru Uni Eropa tersebut mengandung beberapa kriteria atau indikator baru, yang paling krusial adalah ketentuan mengenai perubahan penggunaan lahan tidak langsung (indirect land-use change/ILUC).
"Posisi kita saat ini, kita masih mempelajari ketentuan ILUC itu. Kita melihat apakah ada potensi diskriminasi dari situ. Jadi kalau kita merasa didiskriminasi oleh ILUC, kita akan lakukan hal yang sama," katanya.
Komisi Eropa dalam situsnya ec.europa.eu mendefinisikan ILUC sebagai proses perubahan penggunaan lahan dari yang tadinya hutan tropis atau padang rumput menjadi lahan tanaman pangan atau hortikultura (deforestasi). Ini dilakukan karena lahan tanaman tersebut dialihfungsikan sebagai lahan tanaman untuk memproduksi biofuel (contohnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia).
Komisi Eropa mengklaim proses ILUC berpotensi menghasilkan lebih banyak emisi CO2 karena padang rumput/hutan tropis yang tadinya menyerap CO2 dalam jumlah yang tinggi kini dikonversi menjadi lahan tanaman pangan.
(ray/ray) Next Article Berlumur Minyak CPO, Potret Pekerja Penguras Kapal di Priok
Most Popular