
Luhut Ungkap Alasan di Balik Macetnya B20 untuk Swasta
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
14 August 2018 18:28

Jakarta, CNBC Indonesia- Menko Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan menyebutkan, penyaluran biodiesel (B20) di sektor non-PSO (Public Service Obligation) masih belum maksimal karena belum terciptanya prinsip equal treatment
"Apalagi di tengah kondisi disparitas harga yang cukup tinggi antara HIP Solar dengan HIP Biodiesel," tutur Luhut saat dijumpai di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Lebih lanjut, Luhut mengakui, melihat hal tersebut memang realisasi mandatori biodiesel perlu upaya khusus untuk non-PSO. Selain itu, belum ada insentif juga bagi sektor non-PSO.
Memang, tutur Luhut, pada peraturan Presiden nomor 24 tahun 2016 telah memberikan kesempatan bagi sektor non-PSO agar dapat diberikan insentif dana perkebunan (Pasal 19 ayat 1). Namun, sektor yang mendapat pendanaan harus ditetapkan terlebih dahulu oleh Komite Pengarah dengan mempertimbangkan kecukupan dana.
"Jadi perlu upaya khusus untuk realisasi mandatori biodiesel di sektor Non-PSO," ujar Luhut.
Sebelumnya, Luhut mengatakan, estimasi dampak langsung terhadap penghematan devisa dengan penerapan B20 bisa mencapai US$ 3,36 miliar atau setara Rp 49 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 80 per barel.
Hal tersebut, lanjut Luhut, jika menggunakan skenario harga minyak mencapai US$ 80 per barel. Sedangkan, apabila menggunakan skenario harga minyak US$ 75 per barel, maka penghematan devisa yang bisa terjadi yakni sebesar US$ 3,15 miliar, dan US$ 2,94 miliar apabila menggunakan asumsi harga minyak US$ 70 per barel.
"Realisasi ini mandatori baik untuk Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO. Semua sudah kami kerjakan, dan ini bisa mengurang impor crude oil seperti yang sudah disinggung sebelumnya," ujar Luhut saat dijumpai dalam acara Shell Skenario Forum, di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Lebih lanjut, Luhut memaparkan, jika menggunakan B20, akan ada penghematan volume impor minyak mentah mencapai 42 juta barel, dan terdapat efisiensi 78% terhadap kilang minyak Pertamina untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar.
(gus) Next Article Luhut: Jika B20 Jalan, Proyek Infrastruktur Tak Perlu Ditunda
"Apalagi di tengah kondisi disparitas harga yang cukup tinggi antara HIP Solar dengan HIP Biodiesel," tutur Luhut saat dijumpai di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Memang, tutur Luhut, pada peraturan Presiden nomor 24 tahun 2016 telah memberikan kesempatan bagi sektor non-PSO agar dapat diberikan insentif dana perkebunan (Pasal 19 ayat 1). Namun, sektor yang mendapat pendanaan harus ditetapkan terlebih dahulu oleh Komite Pengarah dengan mempertimbangkan kecukupan dana.
"Jadi perlu upaya khusus untuk realisasi mandatori biodiesel di sektor Non-PSO," ujar Luhut.
Sebelumnya, Luhut mengatakan, estimasi dampak langsung terhadap penghematan devisa dengan penerapan B20 bisa mencapai US$ 3,36 miliar atau setara Rp 49 triliun dengan asumsi harga minyak US$ 80 per barel.
Hal tersebut, lanjut Luhut, jika menggunakan skenario harga minyak mencapai US$ 80 per barel. Sedangkan, apabila menggunakan skenario harga minyak US$ 75 per barel, maka penghematan devisa yang bisa terjadi yakni sebesar US$ 3,15 miliar, dan US$ 2,94 miliar apabila menggunakan asumsi harga minyak US$ 70 per barel.
"Realisasi ini mandatori baik untuk Public Service Obligation (PSO) maupun non-PSO. Semua sudah kami kerjakan, dan ini bisa mengurang impor crude oil seperti yang sudah disinggung sebelumnya," ujar Luhut saat dijumpai dalam acara Shell Skenario Forum, di Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Lebih lanjut, Luhut memaparkan, jika menggunakan B20, akan ada penghematan volume impor minyak mentah mencapai 42 juta barel, dan terdapat efisiensi 78% terhadap kilang minyak Pertamina untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar.
(gus) Next Article Luhut: Jika B20 Jalan, Proyek Infrastruktur Tak Perlu Ditunda
Most Popular