
Kemendag Bantah AS Ancam Perang Dagang RI karena Beli Sukhoi
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
13 August 2018 19:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengklarifikasi pernyataan soal adanya tekanan dari pemerintah AS terkait pembelian 11 pesawat Sukhoi oleh RI ke Rusia, Februari lalu.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyebut bahwa di tengah transaksi tiba-tiba ada ancaman dari AS. Ancamannya yakni dengan menyinggung transaksi dagang untuk komoditas kelapa sawit, di mana AS disebut-sebut mengancam berhenti apabila pembelian Sukhoi dilanjutkan.
Oke menjelaskan transaksi pembelian 11 jet tempur Sukhoi Su-35 masih berjalan lancar, hanya saja saat ini kedua belah pihak sedang siapkan pembahasan mendalam melalui working group soal komoditas apa yang akan dibeli Rusia dari RI sebagai imbal balik.
Ini karena transaksi dua negara menggunakan skema imbal beli. Rincinya adalah dengan RI beli pesawat senilai US$ 1,14 miliar sebagai imbalannya Rusia harus membeli komoditas Indonesia senilai 50% dari total transaksi, atau sebesar US$ 570 juta.
"Saat ini transaksi pembelian Sukhoi masih berjalan seperti biasa. Mekanismenya imbal beli. Artinya kita membeli pesawat Sukhoi dan pihak Rusia membeli komoditas kita sekitar US$ 570 juta. Mekanismenya diserahkan ke Kemendag," ujar Oke di kantornya, Senin (13/8/2018).
Untuk itu, lanjutnya, mereka sedang menyusun komoditas yang ditawarkan dan pihak Rusia dan sedang menyusun komoditas yang diperlukan. Pihak Rusia sudah menyampaikan draft-nya, dan kini sedang mempelajari counter-draft dari RI.
"Jadi tidak ada kaitannya dengan upaya misi dagang Pak Menteri ke Washington beberapa waktu lalu. Tidak ada tekanan dari AS terkait hal ini [...] Kita targetkan [transaksi imbal dagang ini] secepatnya selesai. Kita akan mengikuti kontrak utamanya," imbuhnya.
Oke mengaku tidak begitu hafal apa saja komoditas yang diminati Rusia, yang sudah diteken dalam Nota Kesepahaman pada Februari lalu di Moscow.
"Ketertarikan mereka antara lain ke karet, dan yang kita tawarkan komoditas bernilai tambah misalkan tekstil, salah satu contohnya. Minyak sawit [CPO] dan produk turunannya juga. Mekanismenya harus diatur karena berbeda dengan perdagangan biasa. Nah, ini akan diatur dalam working group itu," pungkasnya.
(hps) Next Article RI Tinggalkan Sukhoi Beralih ke F-15 & Rafale, Ini Alasannya?
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyebut bahwa di tengah transaksi tiba-tiba ada ancaman dari AS. Ancamannya yakni dengan menyinggung transaksi dagang untuk komoditas kelapa sawit, di mana AS disebut-sebut mengancam berhenti apabila pembelian Sukhoi dilanjutkan.
"Saat ini transaksi pembelian Sukhoi masih berjalan seperti biasa. Mekanismenya imbal beli. Artinya kita membeli pesawat Sukhoi dan pihak Rusia membeli komoditas kita sekitar US$ 570 juta. Mekanismenya diserahkan ke Kemendag," ujar Oke di kantornya, Senin (13/8/2018).
Untuk itu, lanjutnya, mereka sedang menyusun komoditas yang ditawarkan dan pihak Rusia dan sedang menyusun komoditas yang diperlukan. Pihak Rusia sudah menyampaikan draft-nya, dan kini sedang mempelajari counter-draft dari RI.
"Jadi tidak ada kaitannya dengan upaya misi dagang Pak Menteri ke Washington beberapa waktu lalu. Tidak ada tekanan dari AS terkait hal ini [...] Kita targetkan [transaksi imbal dagang ini] secepatnya selesai. Kita akan mengikuti kontrak utamanya," imbuhnya.
Oke mengaku tidak begitu hafal apa saja komoditas yang diminati Rusia, yang sudah diteken dalam Nota Kesepahaman pada Februari lalu di Moscow.
"Ketertarikan mereka antara lain ke karet, dan yang kita tawarkan komoditas bernilai tambah misalkan tekstil, salah satu contohnya. Minyak sawit [CPO] dan produk turunannya juga. Mekanismenya harus diatur karena berbeda dengan perdagangan biasa. Nah, ini akan diatur dalam working group itu," pungkasnya.
(hps) Next Article RI Tinggalkan Sukhoi Beralih ke F-15 & Rafale, Ini Alasannya?
Most Popular