Penyederhanaan Cukai Rokok Ancam Industri Rumahan

Samuel Pablo, CNBC Indonesia
13 August 2018 16:15
Penyederhanaan cukai rokok dinilai bisa mematikan industri rokok rumahan
Foto: REUTERS/Beawiharta
Jakarta, CNBC Indonesia- Aturan menteri keuangan untuk penyederhanaan struktur tarif cukai rokok dinilai akan mematikan industri rokok rumahan.

Aturan yang dimaksud adalah PMK (Peraturan Menteri Keuangan) 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Jumlah struktur tarif cukai rokok pada 2015 hingga tahun lalu mencapai 12 layer (golongan). Jumlah ini akan disederhanakan menjadi 10 layer pada tahun ini, 8 layer di tahun depan, 6 layer di 2020 dan akhirnya hanya menjadi 5 layer di 2021.



Pemerintah berencana menggabungkan selisih tarif antar layer (merged). Tidak hanya itu, tarif kedua produk rokok yang diproduksi menggunakan mesin, yakni sigaret putih mesin (SPM)/rokok filter dan sigaret kretek mesin (SKM) juga akan disamakan pada 2020.

Direktur Eksekutif INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Enny Sri Hartarti mengatakan, PMK ini pada tahun depan berupaya menggabungkan golongan 2A dan 2B yang notabene industri menengah dan industri kecil menjadi satu golongan. 

Dia khawatir,penggabungan itu justru akan mematikan industri rokok kecil yang umumnya berbasis industri rumahan.

"Kalau digabungkan, dikhawatirkan yang kecil-kecil ini secara persaingan usaha kalah dengan menengah [...] Kalau ada simplifikasi, pasti diambil tarif cukai yg tertinggi, sehingga ini membuat industri-industri rokok kecil akan tersisih," jelas Enny dalam diskusi bulanan INDEF di Tjikini Lima, Senin (13/8/2018).

Data Kementerian Perindustrian memang menunjukkan terjadinya penurunan jumlah industri rokok sebesar 80,83% dalam 6 tahun terakhir. Pada tahun 2011, terdapat 2.540 pabrik industri rokok yang turun terus menjadi 700 pabrik di tahun 2014 dan hanya 487 pabrik pada tahun lalu. 

Pabrik SKT (sigaret kretek tangan) yang umumnya berbasis industri rumahan (home industry) juga mengalami penurunan volume produksi sebesar 10,2% dalam 6 tahun terakhir, yakni dari 96,53 miliar batang di tahun 2011 menjadi hanya 68 miliar batang pada tahun lalu.

Anggota Komisioner Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengatakan upaya penyederhanaan struktur cukai rokok melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 dapat mengarah ke persaingan usaha tidak sehat, karena nantinya pemain industri rokok akan semakin sedikit, didominasi oleh perusahaan rokok besar dengan modal yang kuat.

"Simplifikasi layer ini bisa mengarah ke praktik merger atau akuisisi. Pabrik-pabrik SKT [sigaret kretek tangan] bisa mati atau diakuisisi oleh perusahaan-perusahaan besar, sehingga berpotensi terjadi persaingan usaha tidak sehat," ujar Kodrat dalam diskusi bulanan INDEF di Tjikini Lima, Senin (13/8/2018).

Kodrat mengatakan, untuk mengakomodir peraturan ini, perusahaan-perusahaan rokok besar seperti Sampoerna, Djarum, dan Gudang Garam dapat menjalin kemitraan dengan pabrik-pabrik SKT kecil yang umumnya berbasis industri rumahan (home industry) dan bersifat UMKM.
(gus) Next Article Perhatian! Cukai Rokok Tak Jadi Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular