
Jokowi, Defisit Migas, dan Janji Bangun Kilang
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 August 2018 12:35

Dari data BPS, total impor hasil minyak alias BBM lebih tinggi ketimbang impor minyak mentah, yakni mencapai 10,2 ton dengan nilai US$ 6,7 miliar atau Rp 95 triliun. Apabila RI membangun kilang, angka impor BBM puluhan triliun ini bisa ditekan dan meringankan beban neraca pembayaran.
Presiden Jokowi sendiri sebenarnya menjadikan kilang sebagai salah satu bahan kampanye sewaktu maju menjadi capres 2014. Untuk membuktikan komitmennya, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
Perpres tersebut memuat skema pembangunan kilang minyak yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan badan usaha. Pembangunan kilang minyak oleh pemerintah dilaksanakan melalui dua cara. Pertama, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kedua, melalui mekanisme penugasan dengan pembiayaan pemerintah dan penugasan dengan pembiayaan korporasi.
Belum cukup dengan itu, pembangunan kilang baru Bontang dan Tuban (Grass Root Refinery/GRR) dimasukkan ke dalam proyek strategis nasional di bawah payung hukum Perpres No. 58 tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Selain itu, di dalam daftar Proyek Strategi Nasional juga direncanakan proyek Revitalisasi 5 Minyak Kilang Eksisting (RDMP).
Kilang minyak eksisting yang akan ditingkatkan kapasitasnya, di antaranya Cilacap, Balongan, Dumai, Balikpapan, dan Plaju. Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) berpendapat bahwa RDMP dibutuhkan bersamaan dengan proyek GRR untuk meningkatkan kapasitas produksi kilang minyak yang sudah ada di Indonesia.
Dengan revitalisasi 5 kilang di Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai, maka produksi diestimasi akan meningkat 150%. Tetapi, hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan di proyek-proyek kilang tersebut. Bahkan semakin mandeg, gara-gara tergerusnya pendapatan PT Pertamina (Persero) karena harus menambal subsidi BBM dan juga kerugian akibat distribusi bensin premium yang harganya dilarang naik oleh Jokowi hingga 2019.
Meski begitu, PT Pertamina (Persero) menegaskan, perusahaan masih tetap menjalankan proyek pembangunan maupun pengembangan kilang."Proyek kilang kami tetap berjalan dan tidak ada yang dibatalkan. Kami sudah mulai dengan Balikpapan yang sebetulnya juga sudah berjalan," ujar Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Jumat (27/7/2018).
Plt Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Mei lalu, mengatakan terdapat 4 proyek RDMP (pengembangan kilang) dan 2 proyek grass root refinery/GRR(kilang baru). 4 proyek RDMP tersebut yakni Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Sementara 2 proyek GRR adalah Tuban dan Bontang.
RDMP Cilacap digagas sejak 2015 dan ditargetkan bisa beroperasi tahun ini, tapi masih sebatas mendorong nilai tambahnya. Belum sampai tahap menambah kapasitas produksi sebanyak 50 ribu barel per hari, yang perkirakan baru bisa selesai 2023 mendatang.
RDMP Balikpapan ditarget rampung pada 2021. Nicke menyebut telah dilakukan tender Engineering Procurement Construction (EPC) yang dimulai pada Maret lalu.
RDMP Balongan yang saat ini telah menyelesaikan tahap kajian Bankable Feasibility Study (BFS). Produk yang dihasilkan pun juga ditinjau kembali agar dapat menghasilkan BBM standar Euro 5. "Kapasitas kilang nasional bisa bertambah 255 ribu barel per hari." RDMP Dumai yang ditarget selesai tahun 2023 dengan kapasitas 130 ribu.
Saat ini, Nicke hanya menyebut Pertamina masih dalam tahap mencari mitra.
Sementara itu untuk GRR Bontang , telah dilakukan pencarian mitra dan tahun ini ditarget telah ada mitra pasti. Pembangunan kilang ini ditarget rampung tahun 2025. Terakhir adalah GRR Tuban yang tengah menyelesaikan permasalahan lahan, sebab hal itu masih menjadi faktor penghambat pembangunan.
Nicke mengatakan lahan yang seharusnya digunakan untuk membangun kilang, masih tumpang tindih dengan lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta warga. (gus)
Presiden Jokowi sendiri sebenarnya menjadikan kilang sebagai salah satu bahan kampanye sewaktu maju menjadi capres 2014. Untuk membuktikan komitmennya, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.
Perpres tersebut memuat skema pembangunan kilang minyak yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan badan usaha. Pembangunan kilang minyak oleh pemerintah dilaksanakan melalui dua cara. Pertama, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kedua, melalui mekanisme penugasan dengan pembiayaan pemerintah dan penugasan dengan pembiayaan korporasi.
Kilang minyak eksisting yang akan ditingkatkan kapasitasnya, di antaranya Cilacap, Balongan, Dumai, Balikpapan, dan Plaju. Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) berpendapat bahwa RDMP dibutuhkan bersamaan dengan proyek GRR untuk meningkatkan kapasitas produksi kilang minyak yang sudah ada di Indonesia.
Dengan revitalisasi 5 kilang di Cilacap, Balikpapan, Plaju, Balongan, dan Dumai, maka produksi diestimasi akan meningkat 150%. Tetapi, hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan di proyek-proyek kilang tersebut. Bahkan semakin mandeg, gara-gara tergerusnya pendapatan PT Pertamina (Persero) karena harus menambal subsidi BBM dan juga kerugian akibat distribusi bensin premium yang harganya dilarang naik oleh Jokowi hingga 2019.
Meski begitu, PT Pertamina (Persero) menegaskan, perusahaan masih tetap menjalankan proyek pembangunan maupun pengembangan kilang."Proyek kilang kami tetap berjalan dan tidak ada yang dibatalkan. Kami sudah mulai dengan Balikpapan yang sebetulnya juga sudah berjalan," ujar Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Jumat (27/7/2018).
Plt Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Mei lalu, mengatakan terdapat 4 proyek RDMP (pengembangan kilang) dan 2 proyek grass root refinery/GRR(kilang baru). 4 proyek RDMP tersebut yakni Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Sementara 2 proyek GRR adalah Tuban dan Bontang.
RDMP Cilacap digagas sejak 2015 dan ditargetkan bisa beroperasi tahun ini, tapi masih sebatas mendorong nilai tambahnya. Belum sampai tahap menambah kapasitas produksi sebanyak 50 ribu barel per hari, yang perkirakan baru bisa selesai 2023 mendatang.
RDMP Balikpapan ditarget rampung pada 2021. Nicke menyebut telah dilakukan tender Engineering Procurement Construction (EPC) yang dimulai pada Maret lalu.
RDMP Balongan yang saat ini telah menyelesaikan tahap kajian Bankable Feasibility Study (BFS). Produk yang dihasilkan pun juga ditinjau kembali agar dapat menghasilkan BBM standar Euro 5. "Kapasitas kilang nasional bisa bertambah 255 ribu barel per hari." RDMP Dumai yang ditarget selesai tahun 2023 dengan kapasitas 130 ribu.
Saat ini, Nicke hanya menyebut Pertamina masih dalam tahap mencari mitra.
Sementara itu untuk GRR Bontang , telah dilakukan pencarian mitra dan tahun ini ditarget telah ada mitra pasti. Pembangunan kilang ini ditarget rampung tahun 2025. Terakhir adalah GRR Tuban yang tengah menyelesaikan permasalahan lahan, sebab hal itu masih menjadi faktor penghambat pembangunan.
Nicke mengatakan lahan yang seharusnya digunakan untuk membangun kilang, masih tumpang tindih dengan lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta warga. (gus)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular