
Trump Ancam Negara yang Bisnis dengan Iran, China Tak Takut
Rehiya Indrayanti Beru Sebayang, CNBC Indonesia
08 August 2018 19:51

Beijing, CNBC Indonesia - Pihak pemerintah China menyatakan tetap memiliki hubungan bisnis dengan Iran secara terbuka, transparan, dan sah. Meski Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengancam negara yang masih berbisnis dengan Iran.
Pada Senin (6/8/2018), AS sudah menjatuhkan sanksi yang memukul sektor keuangan, otomotif, penerbangan, dan logam Iran.
Iran menepis tawaran menit-menit terakhir dari pemerintahan Trump untuk mengadakan pembicaraan. Pemerintah Iran mengatakan, pihaknya tidak dapat bernegosiasi sementara AS telah mengingkari kesepakatan 2015 untuk mencabut sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Iran.
Pada Selasa (7/8/2018) Trump mengatakan, sanksi baru dari AS kepada Iran adalah "sanksi paling menggigit yang pernah dikenakan".
"Siapapun yang berbisnis dengan Iran TIDAK akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Saya hanya meminta PERDAMAIAN DUNIA!" cuit Trump di akun media sosial Twitter.
Sementara pihak China telah membina hubungan komersial dekat dengan Iran, terutama di sektor energi.
"China telah secara konsisten menentang sanksi sepihak dan yurisdiksi bersenjata panjang," kata Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan melalui faks kepada Reuters, menanggapi pertanyaan tentang sanksi baru AS dan ancaman Trump terhadap perusahaan yang melakukan bisnis dengan Iran.
"Kerja sama komersial China dengan Iran terbuka dan transparan, masuk akal, adil dan sah, tidak melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa," tambahnya, dilansir dari Reuters.
"Hak hukum China harus dilindungi," jelasnya.
China, pelanggan minyak utama Iran, membeli sekitar 650.000 barel minyak mentah per hari dari Teheran, atau 7% dari total impor minyak mentah China. Pada tingkat pasar saat ini, impor bernilai sekitar US$15 miliar per tahun.
Perusahaan energi negara China, CNPC dan Sinopec, telah menginvestasikan miliaran dolar di ladang minyak utama Iran, seperti Yadavaran dan Azadegan Utara dan telah mengirim minyak ke China.
Negara-negara Eropa, yang berharap akan dapat membujuk Teheran untuk terus menghormati kesepakatan nuklir, telah berjanji mencoba mengurangi pukulan sanksi dan mendesak perusahaan mereka untuk tidak mundur.
Tapi itu terbukti sulit, dan perusahaan Eropa telah mundur dari Iran, dengan alasan bahwa mereka tidak ingin bisnis AS mereka terkena risiko.
(wed/wed) Next Article ZTE Minta Maaf Setelah Bayar Denda Rp 19,4 T ke AS
Pada Senin (6/8/2018), AS sudah menjatuhkan sanksi yang memukul sektor keuangan, otomotif, penerbangan, dan logam Iran.
Iran menepis tawaran menit-menit terakhir dari pemerintahan Trump untuk mengadakan pembicaraan. Pemerintah Iran mengatakan, pihaknya tidak dapat bernegosiasi sementara AS telah mengingkari kesepakatan 2015 untuk mencabut sanksi sebagai imbalan atas pembatasan program nuklir Iran.
"Siapapun yang berbisnis dengan Iran TIDAK akan berbisnis dengan Amerika Serikat. Saya hanya meminta PERDAMAIAN DUNIA!" cuit Trump di akun media sosial Twitter.
Sementara pihak China telah membina hubungan komersial dekat dengan Iran, terutama di sektor energi.
"China telah secara konsisten menentang sanksi sepihak dan yurisdiksi bersenjata panjang," kata Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan melalui faks kepada Reuters, menanggapi pertanyaan tentang sanksi baru AS dan ancaman Trump terhadap perusahaan yang melakukan bisnis dengan Iran.
"Kerja sama komersial China dengan Iran terbuka dan transparan, masuk akal, adil dan sah, tidak melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa," tambahnya, dilansir dari Reuters.
"Hak hukum China harus dilindungi," jelasnya.
China, pelanggan minyak utama Iran, membeli sekitar 650.000 barel minyak mentah per hari dari Teheran, atau 7% dari total impor minyak mentah China. Pada tingkat pasar saat ini, impor bernilai sekitar US$15 miliar per tahun.
Perusahaan energi negara China, CNPC dan Sinopec, telah menginvestasikan miliaran dolar di ladang minyak utama Iran, seperti Yadavaran dan Azadegan Utara dan telah mengirim minyak ke China.
Negara-negara Eropa, yang berharap akan dapat membujuk Teheran untuk terus menghormati kesepakatan nuklir, telah berjanji mencoba mengurangi pukulan sanksi dan mendesak perusahaan mereka untuk tidak mundur.
Tapi itu terbukti sulit, dan perusahaan Eropa telah mundur dari Iran, dengan alasan bahwa mereka tidak ingin bisnis AS mereka terkena risiko.
(wed/wed) Next Article ZTE Minta Maaf Setelah Bayar Denda Rp 19,4 T ke AS
Most Popular