Tanda Tangan Rp 11 T, Kunci Kemenangan Pertamina di Rokan
Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
02 August 2018 11:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Penantian siapa yang akan mengelola blok minyak tersubur di RI akhirnya tuntas juga. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar memutuskan Pertamina duduk sebagai operator di blok Rokan. Pertamina akan kelola blok ini setelah 2021, hingga 20 tahun mendatang.
"Pemerintah lewat Menteri ESDM menetapkan pengelolaan blok Rokan mulai tahun 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina" ujar Arcandra di Kementerian ESDM, Selasa (31/7/2018).
Sebagaimana diketahui, blok Rokan adalah blok tersubur di Indonesia. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai April 2018 tercatat produksi minyak di blok Rokan mencapai 210.280,60 BOPD, dan produksi gas-nya sebesar 24,26 MMSCFD.
Dengan nilai produksi sebesar itu, PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menjadi kontributor utama bagi produksi minyak mentah Indonesia, yakni mencapai 27,3%. Sedikit unggul dari kontribusi ExxonMobil/Mobil Ltd (operator Blok Cepu) yang sebesar 26,79%.
Sebelum Pertamina mendapatkan Blok Rokan, sebenarnya kontribusi perusahaan pelat merah itu sudah berada di kisaran 20%, disumbang oleh produksi PT Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, dan Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ.
Namun, angka 20% itu kemudian melonjak nyaris dua kali lipat ke angka 36%. Yang berarti Pertamina sudah mengungguli kontribusi CPI dan Mobil Ltd. Pasalnya, Pertamina telah mendapatkan 10 blok terminasi secara cuma-cuma dari pemerintah Indonesia. Perhitungan kasarnya, Pertamina mendapatkan tambahan produksi sekitar 110.000 barel/hari dari 10 blok tersebut.
Dengan mengakuisisi blok Rokan, maka Pertamina setidaknya mampu menguasai 60% lebih produksi minyak nasional. Ya, mungkin sudah sepantasnya Pertamina saat ini kita sebut sebagai "Tuan Rumah di Negeri Sendiri".
Harga Demi Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
[Gambas:Video CNBC]
Meski menerima 10 blok terminasi secara cuma-cuma, bukan berarti Pertamina tidak modal apa-apa. Cuma-cuma di sini dalam arti tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli hak partisipasi, tapi masih perlu merogoh kantong untuk setor bonus tanda tangan dan investasi.
Berdasarkan perhitungan tim Riset CNBC Indonesia, bonus tanda tangan yang sudah dibayar Pertamina untuk 8 kontrak blok migas terminasi (selain Jambi Merang dan Raja/Pendopo) mencapai mencapai US$35,5 juta atau setara Rp497 miliar. Jumlah itu belum termasuk nilai investasi dari pelaksanaan kegiatan komitmen pasti tiga-lima tahun pertama di kedelapan kontrak itu, sebesar US$556,45 juta, atau setara Rp7,79 trilliun.
Sementara itu, untuk WK Jambi Merang dan Raja/Pendopo yang terbaru, Pertamina diharuskan memberikan bonus tanda tangan sebesar US$18,92 juta (Rp264,88 miliar), dengan nilai komitmen kerja pasti selama lima tahun sebesar US$254,85 juta (Rp3,57 triliun).
Alhasil, apabila ditotal, Pertamina setidaknya perlu merogoh kocek hingga Rp761,88 miliar untuk bonus tanda tangan dan Rp11,36 triliun untuk komitmen kerja pasti. Sebagai imbalannya, Pertamina mendapatkan tambahan produksi migas sebesar 110.000 barel/hari.
Dengan angka yang hampir sama untuk komitmen investasi selama 5 tahun di 10 blok, Pertamina merogoh kocek cukup dalam untuk merebut blok Rokan dengan menawarkan bonus tanda tangan senilai Rp 11,3 triliun. Perlu dicatat, bonus tanda tangan ini wajib dibayar cash oleh Pertamina ke pemerintah sebulan setelah penandatanganan wilayah kerja.
Selain itu, Pertamina juga menawarkan komitmen kerja pasti sebesar Rp7,2 triliun.
Pertanyaannya, dengan imbalan 220.000 barel/hari produksi Rokan (dua kali lipat dari produksi gabungan 10 blok terminasi), wajarkah Pertamina mengeluarkan bonus tanda tangan hingga Rp 11,36 triliun? Jumlah itu nyaris 15 kali lipat dari bonus tanda tangan untuk 10 blok terminasi!
Wajar jika Chevron akhirnya takluk, karena jumlah bonus tanda tangan untuk Blok Rokan yang diajukan Pertamina begitu fantastis.
Cerita di balik tanda tangan ini juga menarik, karena sebelumnya pemerintah mengembalikan proposal Pertamina dengan alasan tidak mencantumkan bonus tanda tangan. "Komitmen pasti dan lainnya sudah, cuma signature bonus-nya belum," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, pekan lalu.
Alhasil, proposal BUMN migas itu pun dikembalikan. Dalam hitungan hari, Pertamina disebut-sebut langsung memasukkan proposal dengan menyisipkan bonus tanda tangan yang fantastis. Ini lantas membuat Kementerian ESDM kebingungan dan terkejut.
Agar penilaian berimbang, menurut informasi dari pejabat di ESDM, kementerian lalu memanggil kedua perusahaan untuk merevisi proposalnya lagi. Kali ini, Kementerian ESDM seakan menguji kedua perusahaan untuk menyertakan bonus tanda tangan dengan nilai besar yakni US$ 700 juta.
Ini diakui oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia dan Detik.com. "Pertamina akan memberikan signature bonus sebanyak US$ 784 juta, kami syaratkan minimum US$ 700 juta," kata Jonan, (31/7/2018).
Tanpa diduga, Pertamina menyanggupi. Dari syarat US$ 700 juta, perusahaan migas pelat merah ini menaikkan angka bonus ke US$ 784 juta.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) No.28 Tahun 2018 yang merupakan perubahan atas Permen ESDM No. 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, formula perhitungan bonus tanda tangan sebenarnya diatur sebesar 25% dari Net Present Value (NPV) kontraktor, dikurang biaya investasi yang belum dikembalikan dan dikurang NPV komitmen kerja pasti.
Apabila mengacu pada model cash flow dari Wood Mackenzie dengan perhitungan Present Value menggunakan tingkat diskonto 10% (dari 1 Januari 2018), pendapatan kotor Blok Rokan pada 2041 secara kumulatif adalah sebesar US$15,62 miliar (Rp218,68 triliun).
Dari jumlah itu, pemerintah mendapat bagian US$6,81 miliar (Rp95,34 triliun), sementara pendapatan bersih kontraktor (dikurangi pajak dan biaya operasi&kapital), atau NPV-nya, adalah sebesar US$986,9 juta (Rp13,82 triliun).
Dari NPV kontraktor sebesar itu, 25%-nya adalah sebesar Rp3,45 triliun. Ini kira-kira, menurut hitungan CNBC Indonesia, angka yang wajar untuk bonus tanda tangan di blok Rokan.
Memang jauh di bawah angka Rp11,36 triliun yang ditawarkan Pertamina. Hal ini kemudian menjadi tanda tanya besar. Sebegitu besarnya-kah harga yang harus dibayar agar Pertamina menjadi "Tuan Rumah di Negeri Sendiri"?
Tapi sekali lagi, kami hanya bisa menulis dan berdoa semoga Pertamina benar-benar bisa menyiapkan uang cash sebesar Rp 11,3 triliun.
(gus) Next Article Ini Tantangan Pertamina untuk Kelola Blok Rokan
"Pemerintah lewat Menteri ESDM menetapkan pengelolaan blok Rokan mulai tahun 2021 selama 20 tahun ke depan akan diberikan kepada Pertamina" ujar Arcandra di Kementerian ESDM, Selasa (31/7/2018).
Sebagaimana diketahui, blok Rokan adalah blok tersubur di Indonesia. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai April 2018 tercatat produksi minyak di blok Rokan mencapai 210.280,60 BOPD, dan produksi gas-nya sebesar 24,26 MMSCFD.
Sebelum Pertamina mendapatkan Blok Rokan, sebenarnya kontribusi perusahaan pelat merah itu sudah berada di kisaran 20%, disumbang oleh produksi PT Pertamina EP, Pertamina Hulu Mahakam, dan Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ.
Namun, angka 20% itu kemudian melonjak nyaris dua kali lipat ke angka 36%. Yang berarti Pertamina sudah mengungguli kontribusi CPI dan Mobil Ltd. Pasalnya, Pertamina telah mendapatkan 10 blok terminasi secara cuma-cuma dari pemerintah Indonesia. Perhitungan kasarnya, Pertamina mendapatkan tambahan produksi sekitar 110.000 barel/hari dari 10 blok tersebut.
Dengan mengakuisisi blok Rokan, maka Pertamina setidaknya mampu menguasai 60% lebih produksi minyak nasional. Ya, mungkin sudah sepantasnya Pertamina saat ini kita sebut sebagai "Tuan Rumah di Negeri Sendiri".
Harga Demi Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
[Gambas:Video CNBC]
Meski menerima 10 blok terminasi secara cuma-cuma, bukan berarti Pertamina tidak modal apa-apa. Cuma-cuma di sini dalam arti tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli hak partisipasi, tapi masih perlu merogoh kantong untuk setor bonus tanda tangan dan investasi.
Berdasarkan perhitungan tim Riset CNBC Indonesia, bonus tanda tangan yang sudah dibayar Pertamina untuk 8 kontrak blok migas terminasi (selain Jambi Merang dan Raja/Pendopo) mencapai mencapai US$35,5 juta atau setara Rp497 miliar. Jumlah itu belum termasuk nilai investasi dari pelaksanaan kegiatan komitmen pasti tiga-lima tahun pertama di kedelapan kontrak itu, sebesar US$556,45 juta, atau setara Rp7,79 trilliun.
Sementara itu, untuk WK Jambi Merang dan Raja/Pendopo yang terbaru, Pertamina diharuskan memberikan bonus tanda tangan sebesar US$18,92 juta (Rp264,88 miliar), dengan nilai komitmen kerja pasti selama lima tahun sebesar US$254,85 juta (Rp3,57 triliun).
Alhasil, apabila ditotal, Pertamina setidaknya perlu merogoh kocek hingga Rp761,88 miliar untuk bonus tanda tangan dan Rp11,36 triliun untuk komitmen kerja pasti. Sebagai imbalannya, Pertamina mendapatkan tambahan produksi migas sebesar 110.000 barel/hari.
Dengan angka yang hampir sama untuk komitmen investasi selama 5 tahun di 10 blok, Pertamina merogoh kocek cukup dalam untuk merebut blok Rokan dengan menawarkan bonus tanda tangan senilai Rp 11,3 triliun. Perlu dicatat, bonus tanda tangan ini wajib dibayar cash oleh Pertamina ke pemerintah sebulan setelah penandatanganan wilayah kerja.
Untuk investasi 10 blok selama 5 tahun, Pertamina siapkan Rp 11 triliun. Uang yang sama disiapkan Pertamina untuk bonus tanda tangan di blok Rokan |
Selain itu, Pertamina juga menawarkan komitmen kerja pasti sebesar Rp7,2 triliun.
Pertanyaannya, dengan imbalan 220.000 barel/hari produksi Rokan (dua kali lipat dari produksi gabungan 10 blok terminasi), wajarkah Pertamina mengeluarkan bonus tanda tangan hingga Rp 11,36 triliun? Jumlah itu nyaris 15 kali lipat dari bonus tanda tangan untuk 10 blok terminasi!
Wajar jika Chevron akhirnya takluk, karena jumlah bonus tanda tangan untuk Blok Rokan yang diajukan Pertamina begitu fantastis.
Cerita di balik tanda tangan ini juga menarik, karena sebelumnya pemerintah mengembalikan proposal Pertamina dengan alasan tidak mencantumkan bonus tanda tangan. "Komitmen pasti dan lainnya sudah, cuma signature bonus-nya belum," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, pekan lalu.
Alhasil, proposal BUMN migas itu pun dikembalikan. Dalam hitungan hari, Pertamina disebut-sebut langsung memasukkan proposal dengan menyisipkan bonus tanda tangan yang fantastis. Ini lantas membuat Kementerian ESDM kebingungan dan terkejut.
Agar penilaian berimbang, menurut informasi dari pejabat di ESDM, kementerian lalu memanggil kedua perusahaan untuk merevisi proposalnya lagi. Kali ini, Kementerian ESDM seakan menguji kedua perusahaan untuk menyertakan bonus tanda tangan dengan nilai besar yakni US$ 700 juta.
Ini diakui oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam wawancara khusus bersama CNBC Indonesia dan Detik.com. "Pertamina akan memberikan signature bonus sebanyak US$ 784 juta, kami syaratkan minimum US$ 700 juta," kata Jonan, (31/7/2018).
Tanpa diduga, Pertamina menyanggupi. Dari syarat US$ 700 juta, perusahaan migas pelat merah ini menaikkan angka bonus ke US$ 784 juta.
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) No.28 Tahun 2018 yang merupakan perubahan atas Permen ESDM No. 23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya, formula perhitungan bonus tanda tangan sebenarnya diatur sebesar 25% dari Net Present Value (NPV) kontraktor, dikurang biaya investasi yang belum dikembalikan dan dikurang NPV komitmen kerja pasti.
Apabila mengacu pada model cash flow dari Wood Mackenzie dengan perhitungan Present Value menggunakan tingkat diskonto 10% (dari 1 Januari 2018), pendapatan kotor Blok Rokan pada 2041 secara kumulatif adalah sebesar US$15,62 miliar (Rp218,68 triliun).
Dari jumlah itu, pemerintah mendapat bagian US$6,81 miliar (Rp95,34 triliun), sementara pendapatan bersih kontraktor (dikurangi pajak dan biaya operasi&kapital), atau NPV-nya, adalah sebesar US$986,9 juta (Rp13,82 triliun).
Dari NPV kontraktor sebesar itu, 25%-nya adalah sebesar Rp3,45 triliun. Ini kira-kira, menurut hitungan CNBC Indonesia, angka yang wajar untuk bonus tanda tangan di blok Rokan.
Memang jauh di bawah angka Rp11,36 triliun yang ditawarkan Pertamina. Hal ini kemudian menjadi tanda tanya besar. Sebegitu besarnya-kah harga yang harus dibayar agar Pertamina menjadi "Tuan Rumah di Negeri Sendiri"?
Tapi sekali lagi, kami hanya bisa menulis dan berdoa semoga Pertamina benar-benar bisa menyiapkan uang cash sebesar Rp 11,3 triliun.
(gus) Next Article Ini Tantangan Pertamina untuk Kelola Blok Rokan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular